Usai saling berjabat tangan, mereka duduk bertiga di ruang tamu. Livia yang dihadapkan dengan dua makhluk sempurna di depannya merasa seperti butiran debu dan berharap agar dirinya segera ditiup.
"Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat anak saya menjadi pintar?"
Livia tercengang di dalam hati. Pertanyaan yang dilemparkan bersama raut wajah terkesan dingin membuat dia tidak bisa berkata-kata, seorang ayah ingin mengetahui kapan anaknya akan menjadi pintar.
"Ayah membuatku terdengar seperti anak yang bodoh. Itu menyakiti hatiku. Sebaiknya aku tidak mendengarkan percakapan kalian dan menunggu saja di luar rumah."
Hal lainnya yang membuat Livia tidak bisa berkata-kata adalah, rasa bersalahnya terhadap Nea yang merasa buruk. Bahkan, dia tidak berani menahan Nea agar tidak meninggalkan rumah.
"Tidak perlu memikirkan anak itu," ucap Kelvan.
"Nea tidaklah bodoh, hanya sedikit malas. Saya harap Anda bisa mengerti akan dua hal yang berbeda itu."
Kelvan tersenyum. "Padahal, ini adalah pertemuan pertama, tapi Anda sudah mengerti tentang putri saya dengan baik. Saya tidak salah memilih Anda sebagai guru les privat Nea."
Tiba-tiba dipuji membuat Livia tersipu malu. "Kita tidak bisa terus-menerus memaksa seorang anak belajar, mereka perlu diberikan waktu bernapas dan beristirahat. Tidak bisa melakukan sesuatu sesuai standar, bukan berarti bodoh. Mereka sempurna di bidang masing-masing. Saya harap maksud saya tersampaikan dan saya akan berusaha keras untuk Nea."
Mengingat kembali kata-kata yang diucapkannya dengan lancang, Livia menyesal sendiri. Dia terus memikirkannya sampai dua hari berlalu, padahal dia sudah berusaha untuk tidak berbuat hal yang aneh di pertemuan pertama. Sekarang tidak ada kabar apa pun, baik dari Nea atau Kelvan.
Apa aku masih diinginkan? teriak Livia dalam hati.
"Livia, bagaimana dengan pekerjaanmu?" tanya salah seorang teman yang berprofesi sama dengannya, Talisa. "Aku mendengar kalau ayah dari anak yang kau ajari adalah duda tampan beranak satu."
"Aku rasa pekerjaanku tidak ada hubungannya dengan itu."
Talisa mencebik. "Setidaknya kau bisa bekerja sambil cuci mata."
Livia mengerlingkan mata. "Daripada cuci mata, lebih baik aku cuci pakaian yang menumpuk. Apa kau ingin ikut?"
Livia mengembuskan napas panjang. Dia begitu sibuk sampai-sampai tidak memiliki waktu untuk membereskan tempat tinggalnya. Itu pun setelah kembali ke kota, dia langsung menerima tawaran kerja, tidak mungkin menolak di saat dirinya membutuhkan uang.
"Tidak, terima kasih. Aku juga bisa cuci pakaian di rumah. Jika kau mengajakku cuci mata, maka aku akan ikut. Ngomong-ngomong, bagaimana dengan keadaan nenekmu?"
"Keadaannya sudah lebih membaik. Setiap akhir pekan aku akan pergi mengunjunginya."
"Apa kau tidak ingin membawa nenekmu tinggal di kota saja? Kau memiliki jadwal yang sibuk untuk mengajar sekarang. Pikirkan dirimu yang juga membutuhkan waktu beristirahat."
Livia menganggukkan kepala, berpendapat sama. "Aku akan membujuk nenek kembali. Sekarang aku harus pergi mengajar. Sampai bertemu lagi."
"Baiklah. Hati-hati di jalan!"
Menuju rumah tempat Livia akan mengajar, dia tidak sengaja melihat Nea di satu minimarket. Anak itu sedang berkumpul bersama dua orang lainnya, paling parah dia melihat Nea sedang memegang rokok.
Livia langsung menuju ke arah Nea berada. Dia merebut rokok itu, memadamkan apinya, dan membuangnya ke tong sampah.
"Apa yang Anda lakukan?!" Nea tampak sangat marah ketika berkata.
"Nea, siapa perempuan ini?" tanya salah satu teman Nea.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Dimas Wahyu
nea kls brpa se kok gtu klakuanya
2022-07-01
1
Crystal
Nea kelas berapa sih?
2022-06-30
2
🍀Noes 🌹
Talisa satu pemikiran dengan ku "cuci mata"
anak Badung y Nea, berarti kemarin Sylvia dikerjain biar menyerah dihari pertama pertemuan les wkwk
2022-05-25
3