"Nah, Raymond sudah memperkenalkan dirinya. Nanti kalian bisa kenalan satu persatu pada jam istirahat. Ibu harap kalian semua berkenan membantu Raymond baik dalam perihal pelajaran maupun pergaulan ya..? " tutur Bu Indri.
"Baik Bu.... " jawab anak-anak serempak.
" Raymond, kamu bisa duduk di bangku kosong di sebelah sana. " Bu Indri menunjuk bangku kosong di belakang Sasya. Melihat Sasya justru Bu Indri teringat sesuatu. " Tunggu Raymond. "
Raymond menghentikan langkah kakinya yang baru saja akan dilangkahkan menuju kursi yang tadi ditunjuk Bu Indri.
"Ibu akan mengenalkan kamu dengan seseorang. " Seluruh warga kelas 1A saling berpandangan. Mencoba menerka maksud perkataan wali kelas mereka.
"Sasya, " Sasya tersentak kaget. Saking kagetnya dia tidak menjawab panggilan Bu Indri. Dia hanya menganggukkan kepalanya merespon.
" Raymond, itu adalah Sasya sang juara kelas sekaligus murid kesayangan ibu." pandangan Bu Indri beralih pada Raymond.
Raymond mengarahkan pandangan ke arah Sasya. Sedang Sasya mengarahkan pandangan pada wanita paruh baya yang sudah seperti ibu ke-duanya itu.
Pandangan mereka bertemu. Sasya menajamkan pandangan nya seakan ingin yang dipandang mengetahui suguhan sambutan yang jauh dari kata hangat darinya.
Namun lain halnya dengan Raymond. Wajahnya di buat sedatar mungkin untuk menutupi kebahagiaan yang dirasa hatinya.
Sebenarnya beberapa kali juga Raymond mendatangi cafe tempat mereka pertama bertemu, berharap bertemu gadis yang ternyata bernama Sasya itu. Namun tak kunjung ditemui jua. Dan disini tanpa disangka sedikitpun ternyata pertemuan yang diharapkan terjadi.
"Sya, ibu harap kamu berkenan membantu Raymond dalam pelajaran. "
"Iya Bu, "Sasya menjawab dengan malas.
" Kamu jangan sungkan untuk meminta bantuan pada Sasya saat menemui kesulitan dalam pelajaran, " pesan bu Indri pada Raymond. Dan perkataan Bu Indri itu justru membuat Sasya merasa muak. "Silakan ke kursi kamu, kita mulai pelajaran. "
Raymond duduk di kursinya. Bersiap memulai pelajaran pertama di sekolah barunya. Sebelumnya dia sempatkan untuk berkenalan dengan teman sebangkunya, Arvin.
🍀🍀🍀
Pelajaran berlangsung. Beberapa kali setelah menjelaskan materi Bu Indri menanyakan kesulitan yang mungkin di alami murid baru nya. Namun justru murid barunya tidak terlalu mengikuti pelajaran sepenuhnya. Matanya justru memandang diam- diam ke arah gadis yang duduk tepat di depannya.
Walau hanya bisa melihat punggung dan rambut hitam lurusnya yang indah sudah mampu membuat Raymond senyum- senyum sendiri.
Bel istirahat dikumandangkan dengan merdunya sampai ke seluruh telinga warga SMA XX. Seketika senyum ceria menghiasi wajah mereka.
" Sya, tunggu. " Baru saja Sasya akan melangkahkan kakinya menuju kantin. Karena terus terang cacing- cacing di perutnya sudah berdemo sedari tadi. Apalagi istirahat pertama tadi dia tak jadi menyusul Vega ke kantin akibat mager dengan rasa malasnya.
Sasya menghentikan langkahnya. Dengan malas dia menengok ke arah Raymond. " Kalau ada yang mau kamu tanyakan perihal materi yang tadi di sampaikan Bu Indri, nanti aja ya setelah balik dari kantin. "
Raymond tersenyum saat mengetahui gadis bermata sipit di depannya tengah salah paham padanya.
Sasya menghela nafasnya. Rasanya dia ingin segera enyah dari situ. Meninggalkan sosok pria tampan yang selalu berhasil membuatnya mendekati emosi.
" Bukan itu, Sya. "jelas Raymond. Pria bergaya rambut mandarin itu terdiam sejenak. Rupanya dia berusaha menetralkan rasa gugupnya. Raymond sendiri juga di buat bingung dengan rasa gugup yang tak mau diusir rasanya. Padahal seharusnya tak ada alasan untuk dia harus merasa gugup dalam situasi ini.
Sasya hanya memutar bola matanya. " Ada hal penting yang ingin aku bicarakan," lanjut Raymond.
Deg! Jantung Vega seakan berhenti berdetak. Dia memandang sahabatnya dengan tatapan mengintrogasi. Sasya yang tanggap akan hal itu hanya menaikkan bahunya seakan menjawab introgasi yang ditujukan untuknya bahwa dia juga tidak tahu apa- apa.
Vega akhirnya tahu diri setelah beberapa menit berhasil membaca situasi. " Ya udah,aku duluan Sya. " Vega berpamitan meninggalkan mereka berdua sendiri.
" Silvy sakit, Sya. " Raymond membuka mulut memulai pembicaraan penting mereka setelah Vega sudah keluar dari kelas.
Sasya menoleh. Pandangan tajamnya lagi- lagi di tujuannya pada pria tampan bergaya rambut mandarin di depannya. " Itu pasti ulah kamu kan? "
Balasan Sasya seakan menusuk dalam ke hati Raymond. " Maksud mu apa, Sya dengan bicara seperti itu? " Raymond seakan tidak terima dengan perkataan Sasya yang jelas- jelas menuduhnya sebagai penyebab sakit adik kesayangannya. " Jangan sok tahu kamu. "
Sasya menyeringai sinis. "Masih aja ngebela diri. " Sasya masih saja merasa itu semua pasti gegara kekasaran Raymond tanpa memberikan waktu untuk Raymond menjelaskan duduk permasalahan nya.
"Terserah kamu, Sya kalau kamu menganggap ini salah aku. Yang jelas aku mau minta tolong sama kamu. " Rupanya Raymond langsung ke inti pembicaraan. Dia tak berusaha membela diri. Biarlah Sasya menyalahkannya yang terpenting saat ini adalah mewujudkan permintaan adik tersayangnya bertemu kakak cantik.
Sasya terdiam. Melihat tak ada respon dari yang diajak bicara, akhirnya Raymond melanjutkan. "Aku harap kamu bersedia menjenguk Silvy, Sya. " Dengan hati-hati Raymond bicara. Dia berharap gadis di depannya tidak menolak permintaannya.
Sasya tetap terdiam. Tak merespon apapun walau dengan bahasa tubuh. " Beberapa kali aku datang ke cafe berharap bertemu denganmu, tapi syukurlah Allah rupanya mempertemukan kita di sini. "
Raymond memandang Sasya masih terdiam. "Semenjak malam itu, Silvy terus mengatakan ingin bertemu kakak cantik. Bahkan dalam tidurnya pun dia juga mengingat ingin bertemu dengan mu, Sya. "
Raymond menjadi frustasi karena tak sedikitpun melihat respon dari yang di ajak bicara. Padahal dia bahkan berharap penuh pada gadis yang dikenal sebagai kakak cantik oleh adik semata wayangnya.
Raymond tidak tahu harus berbuat apa lagi.Di raihnya tangan Sasya yang berada di atas mejanya. Karena kebetulan Sasya duduk di kursinya meng hadap samping sehingga salah satu tangannya diletakkan di atas meja Raymond.
" Aku mohon, Sya. " wajah Raymond memelas.Sasya terhenyak saat Raymond menggenggam erat jemarinya. Sesaat terasa kehangatannya. Wajah pria tampan itu terlihat semakin tampan dengan kelembutan yang disuguhkan. Sangat berbeda dengan sosok yang pertama kali di jumpai kala malam itu. Sungguh bertolak belakang.
Apa ini sosok dia sebenarnya ato justru sebaliknya sosok mengerikan yang dijumpai malam itulah sejati kepribadian pria tampan yang membuat peri kecilnya sungguh ketakutan. Sasya justru asyik dengan lamunannya.
Sasya menarik tangannya dari genggaman Raymond saat menemukan kembali kesadarannya. Cahaya Raymond meredup. Ada ketakutan tak bisa membawa kakak cantik untuk adiknya.
Sasya masih saja terdiam padahal sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Raymond menundukkan wajahnya. Helaan nafas kekecewaan tercipta.
" Aku akan ikut denganmu sepulang sekolah nanti." Sasya membuka mulutnya. Dan senyum lebar tercipta di bibir pria tampan itu. Hatinya begitu gembira.
Reflek diraihnya kembali tangan Sasya yang masih ada di atas mejanya. Di genggamnya lagi. "Trimakasih banyak, Sya. Silvy pasti akan sangat bahagia atas kedatanganmu. "
Sasya hanya mengangguk di barengi senyum tipis. Ditariknya kembali tangan nya dari genggaman hangat Raymond. " Maaf. "Sesaat suasana itu membuat Raymond kikuk.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments