•Happy Reading•
Keesokan harinya...
Hari ini adalah hari pertama bagi seorang gadis cantik yang mulai bergegas berangkat kesekolah barunya setelah baru kemarin sore dirinya datang menapaki kota metropolitan (Jakarta).
Aludra Altalune. Seorang gadis yang berparas cantik bak ball jointed doll, serta memiliki netra biru langit dengan pahatan hidung mancung dan bibir mungil yang berusia 16 tahun lewat 10 bulan, ia pindahan dari sekolah MCA London.
Anak Kedua dari pasangan Arta Narendra seorang Arsitek terkenal sekaligus pengusaha Properti sukses dan istrinya Gaby Chandrawinata adalah Desainer fashion serta pemilik butik terkenal di kawasan Jakarta. Kakeknya yang bernama Brawijaya Narendra adalah pemilik Mall dan Sekolah swasta terbesar di Jakarta yaitu Pelita School (PS).
Ransel hitam di punggungnya nampak tergoncang-goncang bersamaan dengan rambut brown panjangnya yang ikut bergoncang ke kiri dan kanan disaat seorang gadis cantik bernetra biru langit merubah langkahnya dari yang berjalan cepat hingga menjadi lari cepat, menelusuri jalan menuju gerbang utama perumahan di kawasan elite Jakarta itu.
Napasnya terengah-engah sambil matanya menengok kiri dan kanan mencari taxi yang lewat untuk dirinya berangkat ke sekolah.
Namun, tidak ada satu pun yang lewat. Jarak dari perumahannya kesekolah juga cukup jauh. Iwatch di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 06.30 yang berarti ia masih mempunyai waktu setengah jam untuk bisa sampai di sekolah barunya itu dan pasti akan keburu jika ia berangkat mengunakan mobil atau pun motor.
Wajahnya sudah terlihat panik saat detik, demi detik, waktu bergulir di Iwatch yang melingkar dipergelangan tangannya terlewatkan begitu saja. Kedua orang tuanya tidak bisa mengantar ia untuk berangkat ke sekolah di hari pertama gadis itu sekolah di Jakarta, mengingat Ibu dan Ayahnya tengah berada di Jogja menyelesaikan pekerjaan yang memang tidak bisa di tunda atau di gantikan oleh orang lain.
"Seandainya ada cowok tampan yang mau nebengin gue, gue bakalan jadiin dia pacar. Tapi kalau yang nebengin gue cewek, hum?" Alta mengetukan jarinya ke jidat lalu ia kembali berceloteh "Bakalan gue jadiin besti gue deh." ia terkikik geli dengan ucapannya sendiri.
"Alta, Alta, halu aja terus mumpung gratis dan tidak di larang." gumamnya kembali sambil terus memperhatikan apakah ada taxi yang mungkin bisa ia tumpangi.
Tiba-tiba saja arah matanya menangkap sesuatu.
"WOY, BERHENTI!!" pekik Alta kencang, ia berusaha memberhentikan motor sport hitam yang melaju di depannya dengan cara menghadang motor itu serta lantaran ia juga melihat seragam cowok itu sama seperti seragam sekolah yang dikenakannya.
"Chhhiiiiiittttttt." bunyi rem yang di berhentikan secara mendadak serta deru bunyi ban yang menggesek paksa di aspal.
"EH CEWEK GILA, MAU MATI LO HAH??" umpat pemuda itu dengan intonasi nada yang naik tiga oktaf.
Gadis itu tersenyum "Sorry, sorry, makanya berhenti dulu dong." pekik cewek itu setengah merengek.
"Lo anak Lentera Bangsa kan?" tanyanya kembali.
"Mm" jawab Kafka santai serta mematikan mesin motornya.
"Gue nebeng lo, boleh ya? Soalnya gue dari tadi nungguin taxi nggak ada yang lewat. Apalagi ojek ya sudah pasti gak ada di sekitaran sini. Boleh yah, please." mohon Alta.
"No, emangnya lo siapa?" sentak cowok berambut hitam dengan model comma hairstyle.
"Please, sekali ini aja gue mohon banget sama lo bantuin gue ya. Gue baru hari ini sekolah disana, gue gak mau kesan pertama gue sekolah di Lentera Bangsa (LB) berkesan buruk." masih memohon dengan mengatupkan kedua tangannya di samping Kafka.
"Gak!!" jawab cowok itu lantang.
"Please." Alta kembali bergeser berdiri di depan motor sport Kafka secara perlahan, ia tidak mau kegigihan dan kesempatan yang ia dapatkan hilang begitu saja.
"Batu banget lo ya jadi cewek, minggir gak lo!" dengan tatapan mata tajamnya, cowok itu menyentak perkataan Alta.
"Gue gak mau minggir sebelum lo mau ngasih tumpangan buat gue." kekeh Alta yang ikut menatap tajam. "Lo pikir gue takut sama lo." kekeh Alta di dalam hati.
"Shi*tt, bukannya takut malah nantangin balik nih cewek. Untung cantik, njirr." batin Kafka menggerutu.
Akhirnya Kafka mencoba untuk mengalah. "Lo mau naik?" tanya pemuda itu mencoba berdamai, berdamai dari keadaan ini maksudnya. Karena waktu sudah hampir menunjukkan pukul Tujuh. Bagi Kafka sih tak masalah jika ia telat karena sudah terbiasa dan kebal mendapatkan sebuah hukuman.
Tapi bagaimana dengan gadis ini?
"Iya, gue mau naik." dengan puppy eyes berharap agar cowok didepannya mau berbaik hati membantunya hari ini.
"Ya udah naik." ucapnya sambil menstater motor miliknya.
Dengan senang hati Alta langsung menaiki satu kakinya ke bustep motor sport itu dengan cepat sebelum pemuda itu berubah pikiran. Ia menaiki motor besar sambil memegang pundak Kafka karena rok gadis itu cukup pendek. Tentunya, setelah mendapat persetujuan dari sang empu.
Alta duduk dengan tenang di jok belakang setelah Kafka kembali menggas motor. Alta yang merasa kelelahan setelah berlari dengan napas tersengal di atas motor yang membawanya ke Lentera Bangsa. Ia sedikit meruntuk dengan sedikit kegilaan yang menghadang motor di depannya itu. Beruntung pemuda tampan yang ia temui itu cukup cekatan mengerem laju kendaraan bermotornya, kalau tidak? Em, bisa-bisa ia hanya tinggal nama atau berakhir terbaring di rumah sakit. Bahkan gadis itu seperti tidak memperdulikan nyawanya sendiri demi hadir tidak terlambat di sekolah barunya.
"Lo kelas berapa?" tanya Alta mencoba membelah kecanggungan di antara mereka karena hampir setengah perjalanan mereka hanya terdiam tanpa ada yang mau berbicara.
"Dua belas." sahut cowok itu singkat.
Mata Alta berbinar. "Wah, ternyata kita seangkatan. Gue juga kelas dua belas." katanya semangat.
"Oh," pemuda itu mengangguk mengiyakan tanpa sedikit pun lepas dari pandangan di depannya.
Jujur, Alta menjadi gondok sendiri sebenarnya dengan pemuda di depannya itu. Irit bicara atau sariawan sebenarnya, entah lah. Tapi wajar sih mereka kan baru saja bertemu bahkan belum berkenalan.
Sekarang, disini lah Alta berada. Di sebuah lapangan parkiran khusus Lentera Bangsa. Ia baru saja turun dari motor sport milik Kafka setelah beberapa menit berkutat membelah jalan Jakarta yang terbilang selalu macet.
"Mm, makasih atas tumpangannya." kata Alta pelan pada pemuda di sebelahnya.
Cowok itu hanya melirik sambil merapikan rambutnya. Membuat Alta menjadi kikuk sendiri. "Sekali lagi makasih ya, gue duluan masuk kedalam."
Cowok itu menengok sebentar sampai kemudian mengangguk. "Iya"
Tepat di waktu yang bersamaan, manik mata mereka bertemu. Gadis itu masih mempertahankan senyumnya yang membuat garis wajah Kafka berubah. Entah apa namanya, pemuda itu merasa ada yang tercekat pada dadanya bukan rasa sakit maupun sesak tapi ada euphoria aneh yang meletup-letup.
Kafka menoleh cepat, ia buru-buru mengalihkan pandangannya serta mencoba menguasai kembali ekspresinya.
"Gue duluan." kata gadis itu masih dengan senyum cantik lalu pergi meninggalkan kafka.
Pemuda itu diam masih dengan ekspresi yang tenang walau hatinya sudah gugup tak karuan sambil terus menatap punggung gadis itu yang sudah berlari masuk. Kemudian sebuah senyum tipis terbit di wajahnya bertepatan dengan bel masuk sekolah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
abdan syakura
Hmmmm
Awal yg indah...
eaaaaaaaa
Semangat,Thor....
2023-03-28
0
Dewi Payang
Yang akur ya Kafka dan Alta😁
Udah di ❤ utk karyanya ya kak😊
2022-09-14
2