Di meja kerjanya , Herjuno termenung. Pikirannya memutar kembali pertemuan dengan istrinya tadi. Dia terlalu terkejut , sehingga banyak sekali perkataan Megumi yang hanya masuk dalam telinganya.
“Aurorae memberitahu Megumi segalanya?”
“Kapan?”
“Dimana mereka bertemu?”
Pertanyaan-pertanyaan itu lalu lalang di kepalanya. Hari ini, Aurorae memang tidak masuk kerja. Dia mengambil libur karena kepentingan keluarga. Kemarin, Herjuno sempat bertanya ada kepentingan apa tapi Aurorae tidak memberitahu detailnya.
“Hanya acara kecil.” Jawabnya kemarin. Sehingga Herjuno tidak bertanya lagi.
Suara dering telepon di mejanya, membuyarkan lamunan Herjuno . Ia mendesah , mengatur nafas sebelum menjawab panggilannya.
“ Pak Herjuno.. bisakah Anda datang ke ruangan saya sebentar?” suara Pak Hega , Kepala HRD di seberang sana.
“Ah... ya. Saya kesana sekarang.” Jawabnya sebelum meletakkan gagang telepon di tempat semula.
Herjuno bergegas keluar dari ruangannya menuju lantai delapan , tempat ruangan HRD berada.
“ Kenapa HRD tiba-tiba memanggilku..” Hal itu mengusik pikirannya. Hatinya tiba-tiba berdebar kencang mengingat pertengkarannya dengan Megumi beberapa saat lalu. Dia mulai menerka-nerka apa Megumi mengadukan dirinya dan Aurorae ke perusahaan? Hidupnya akan berantakan kalau sampai masalah ini melibatkan perusahaan tempatnya bekerja.
“Masuklah.” Sahutan Pak Hega dari dalam ruangannya terdengar setelah Herjuno mengetuk pintu.
“Ada apa Bapak memanggil saya? “ tanya Herjuno setelah sampai di hadapan kepala HRD nya.
“ Ah , ya Pak Juno.. Jadwal Rakernas tahun ini sudah ditentukan. Tanggal enam belas. Hari senin pekan depan. “ Pak Hega menyampaikan maksudnya memanggil Herjuno siang ini.
“ Ah iya , kalau begitu akan saya siapkan Pak. “ Herjuno menarik nafas lega. Ternyata Megumi masih berbaik hati tidak melaporkannya ke perusahaan tempat ia dan Aurorae bekerja.
Pak Hega mengangguk.
“ Berangkatlah hari Sabtu Pak Juno, mengingat perjalanan darat ke cabang sebelas memakan waktu hampir dua belas jam , agar Bapak bisa istirahat di hari Minggu sebelum rapat keesokan harinya. “ terang Pak Hega lagi.
“ Cabang sebelas? Apa Rakernas tahun ini diadakan disana Pak? Bukan di kantor pusat?”. Tanya Herjuno penasaran. Sudah setahun ia tidak ke ibukota , tempat kantor pusatnya berada.
“ Ya , mulai tahun ini Rakernas akan diadakan bergilir di semua kantor cabang.”
“Baik Pak, saya akan bersiap.” Herjuno menundukkan kepalanya pelan sebagai tanda undur diri, dan membalikkan tubuhnya menuju pintu keluar.
“Ohya untuk biaya , bicarakan dengan Bu Wulan bagian keuangan. Dan bawa Aurorae bersama Anda. Hari ini dia tidak datang ke kantor karena kepentingan keluarga, jadi sampaikan secara pribadi padanya sebelum besok saya sampaikan kembali. “
Deg.
Herjuno mematung sebentar. Lalu berbalik lagi menghadap Pak Hega.
“ Baik Pak..” jawabnya sebelum benar-benar keluar dari ruangan itu.
**
Aurorae masih berdiam diri di dalam kamarnya. Isaknya masih tersisa , walau pelan. Hatinya masih sangat sakit. Bagaimana tidak , lelaki yang dicintainya , yang selama ini dia percaya ternyata menipunya.
Aurorae menyadari sejak lama jika Herjuno menaruh hati padanya. Tapi dia tidak sekalipun menanggapi nya. Apa lagi kalau bukan karena manager nya itu sudah memiliki istri dan seorang anak.
Tapi beberapa bulan yang lalu, Herjuno semakin terang-terangan mendekatinya. Tidak segan memberikan perhatian lebih, menanyakan apa dia sudah makan, menawarkan diri untuk mengantarnya pulang , bahkan menemaninya saat bekerja lembur sendirian.
Aurorae mengingat lagi hari dimana Herjuno menyatakan perasaannya.
*Flashback on*
“ Pak Juno, maaf apa tidak sebaiknya Bapak menjaga jarak dengan saya? Sudah banyak rumor yang beredar bahwa saya menjalin hubungan dengan Bapak. Maafkan saya , bukan saya lancang, tapi sebaiknya kita tidak terlalu sering makan siang bersama seperti ini. “ Aurorae membuka pembicaraan siang itu, di kantin kantornya dengan banyak mata yang memperhatikan pergerakan nya. Membuatnya risih.
Herjuno memang hampir setiap hari mengajak Aurorae makan siang bersama , memaksa lebih tepatnya. Dengan berbagai macam alasan , seperti membahas pekerjaan dan lain-lain. Alasan yang selalu terdengar masuk akal sehingga Aurorae tidak bisa menolaknya. Lagipula siapa dia , hanya seorang staff. Dia takut dianggap terlalu percaya diri jika menolak, walau dia sendiri menyadari ada sikap tak biasa dari atasannya ini.
“ Apa kau merasa tidak nyaman?” selidik Herjuno.
“ Ah tidak , bukan seperti itu Pak. Hanya saja , jika kita tidak menjaga jarak , orang akan berfikir Bapak sedang mendekati saya , atau lebih parah lagi mereka berfikir kita sedang menjalin hubungan di belakang istri Bapak.“ Jelas Aurorae dengan menundukkan kepalanya. Hatinya berdebar kencang , sudah siap menerima jika nanti Herjuno tersinggung atas ucapannya.
“Aku memang sedang mendekatimu.” Herjuno tidak sedetikpun memutuskan tatapannya dari wajah gadis didepannya ini.
Aurorae mendongak cepat. Matanya berkedip beberapa kali. Raut wajahnya menunjukkan dengan jelas bahwa ia tidak mengerti maksud dari ucapan atasannya.
Herjuno tersenyum gemas.
“Rae... “ panggilnya lembut.
“Wah apa ini? Rae? Apa Pak Juno baru saja memanggilku Rae? Kenapa jantungku berdebar tidak terkendali. Sadarlah Rae , dia ini atasanmu. Sudah beristri pula.” Aurorae sibuk dengan hati dan pikirannya sendiri.
Hingga Herjuno memanggilnya sekali lagi.
“Rae.. maafkan aku. Aku mungkin membuatmu dalam kesulitan. Tapi jujur saja , aku memang sedang mendekatimu belakangan ini. Aku tidak ingin berbohong lagi, dan aku juga lelah harus mencari-cari alasan hanya agar bisa menghabiskan waktu bersamamu. Apa kau mau membuka sedikit hatimu untuk lebih mengenalku?” ucap Herjuno akhirnya. Mengungkapkan isi hati dan pikirannya.
*Flashback off*
“ Cih. Tidak ingin berbohong katamu? Kau tidak Cuma berbohong, tapi kau menipuku.” Gumam Aurorae pelan saat ingatan hari itu berputar lagi di kepalanya.
Dengan isak tangis yang semakin kencang, Aurorae kembali membenamkan wajahnya ke dalam bantal. Kembali mengingat hari itu , hari dimana lukanya berawal.
*Flashback on*
“ Pak Juno maafkan saya ,saya tidak akan memulai hubungan dengan suami orang lain. Tidak untuk pendekatan , apalagi berpacaran.” Tegas Aurorae meski tidak dipungkiri , hatinya sudah jatuh dalam pesona Herjuno Ardhi. Siapa yang bisa menolak pesonanya. Wajah tampan , bentuk tubuh proporsional, dan menduduki jabatan yang cukup tinggi di usia yang masih muda. Dua puluh tujuh tahun.
“ Ah.. aku sudah dalam proses perceraian dengan istriku. Kami sudah lama berpisah , dan setelah sekian lama akhirnya kami sepakat untuk sekarang prosesnya masuk di pengadilan.” Kilah Herjuno saat itu.
“ Bercerai?”
“ Hem... tidak banyak yang tahu, tapi hubunganku dengan istriku sudah lama memburuk.” Tambahnya.
Aurorae gelisah , sejujurnya akal sehatnya memintanya untuk menolak, bagaimanapun perceraiannya baru proses , Aurorae tidak ingin terlibat dengan laki-laki yang masih terikat pernikahan meski hanya secara hukum. Dia ingin sekali meminta Herjuno menjauhinya sebelum perceraian nya benar-benar diputuskan, tapi bibirnya bingung bagaimana mengatakannya.
Melihat kebingungan di wajah Aurorae , Herjuno memberanikan diri berbicara lagi.
“ Rae.. aku tidak menyuruh mu menjadi kekasihku saat ini, hanya saja.. maukah kau membuka hatimu untuk sedikit lebih mengenalku? Jangan menghindariku kumohon. Tentang bagaimana selanjutnya , biarkan itu waktu yang menentukan. Hem? “. Lagi, Herjuno memperjelas keinginannya.
Aurorae hanya mengangguk mengiyakan. Begitulah awal dari lukanya , awal yang tidak dia sadari akan menjerumuskan luka nya semakin dalam.
*Flashback off*
Semakin dia mengingat tentang Herjuno, semakin isaknya tidak bisa berhenti. Awalnya hanya isakan pelan , sampai lalu menangis tersedu-sedu.
Hingga ketukan pintu kamarnya terdengar.
“Rae.. apa kau menangis? Buka pintunya.” Mendengar suara Ayahnya di luar sana semakin membuat Aurorae menangis.
“ Ada apa hem? Kenapa menangis kencang sekali seperti anak kecil begitu?” Tanya Ayahnya lembut setelah tadi Aurorae membuka pintu dan Ayahnya sudah duduk disampingnya.
Diusapnya lembut rambut anak gadis kesayangannya.
“Apa yang membuatmu bersedih , Rae?” tanya Ayahnya lagi.
Aurorae hanya menggeleng pelan sambil terus menangis.
“Rae ingin dipeluk Ayah..” bukan jawaban yang Ayahnya inginkan , tapi tetap saja ia meraih tubuh putrinya ke dalam pelukannya.
“ Menangislah sepuasnya. Tapi setelah itu , lupakan semua , hem?”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments