Melanie

Menelpon Edelweis semenjak bekerja bukan hal yang mudah untuk Aksa. Apalagi di saat jam kerja.

Mereka juga sudah tidak bisa menghabiskan waktu bersama lagi.

Edelweis yang kelelahan sampai rumah kerap meninggalkannya dalam keadaan mendengkur halus ketika mereka sedang menelpon.

"Kau tahu, Sinta menanyakan kepastian hubungan kami. Menurutmu apakah sebaiknya kami bertunangan dulu. Aku belum siap. Pekerjaanku sekarang ini tidak cukup menopang dua orang bagaimana kalau Sinta hamil dan melahirkan? Tempatmu bekerja memberikan asuransi kesehatan. Apakah aku ikut BPJS saja ya? Mampukah aku menafkahinya kalau kami menikah sekarang?"

Suara tiba-tiba hening. Tidak ada jawaban hanya suara dengkur halus terdengar dari seberang sana.

"Ah, kau sudah tertidur. Kau pasti sangat lelah seharian bekerja."

Weekend, Edelweis sering diminta menemani bosnya secara bergantian.

Apakah untuk kepentingan event perusahaan atau membantu mereka mengatasi masalah pribadi mereka apalagi kalau keduanya mengadakan kencan dengan dua wanita sekaligus dan keduanya berkeras tidak mau ditukar waktunya maka Edelweis akan menemani salah satunya menghabiskan waktu.

"Kok lama sekali, Rajasa muncul?"

"Maaf, tadi pak Rajasa bilang masih banyak urusan. Saya diminta menemani ibu berbelanja atau makan atau ke salon atau kemanapun yang ibu inginkan."

"Gak usah panggil saya,ibu, saya kan masih muda. Panggil aja Melanie."

"Baik, miss Melanie."

"Temani saya belanja baju ya? Kamu bisa gak pilihkan untuk saya?"

"Baik, miss...."

"Gaun berwarna hitam panjang yang mengikuti lekuk tubuh Melanie yang sangat indah dan semampai. Belahan dadanya tidak terlalu rendah. Menutup dadanya dengan rapi tetapi tetap memperlihatkan keindahan *********** yang terlihat kencang dan indah.

"Hmm, pilihanmu sangat bagus. Mengapa hitam?"

"Pak Rajasa sangat menyukai warna hitam."

Melanie mengangguk dengan puas.

"Belahan dadanya apa tidak terlalu tinggi?"

"Kalau terlalu rendah kesannya itu kurang baik tapi kalau tertutup rapi terkesan elegan tetapi tetap menampakkan keindahan bentuk tubuh miss yang memang proposional."

Melanie mematut dirinya di kaca.

"Tapi kudengar, Rajasa sangat menyukai wanita dengan berpakaian seksi."

"Seksi tetapi elegan."

"Begitukah?"

Edelweis menganggukkan kepalanya.

"Apakah, hmm, dia memiliki kekasih lain?"

Edelweis menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Benarkah?"

"Pak Rajasa sangat friendly sehingga banyak yang salah paham kepadanya."

"Ah ya....Kau benar. Kalau dia memiliki kekasih lain, aku pasti mengetahuinya kan?"

"Dimana dia sekarang?"

Edelweis mensent video kepada Melanie.

Dalam video tersebut, Rajasa tampak sibuk bekerja dan mengarahkan para pegawainya. Jam dan hari serta tanggalnya up date waktu sekarang.

Melanie tersenyum dengan puas.

"Aku menyukainya karena dia pekerja keras."

Edelweis mendengarkan dan menyimak perkataan Melanie.

"Juga sangat setia. Tidak mata keranjang seperti Roy. Suka jelalatan."

"Ada lagi miss, yang ingin miss beli?"

"Sepatu mungkin dan asesorisnya."

"Baik miss...."

Edelweis memilih sepatu dengan warna senada dengan hak tinggi. Memilih bahan luar beludru hitam dengan alas kaki yang terbuat dari kulit warna sama kualitas nomor satu.

"Sepatunya sangat indah dan empuk juga enak diinjak."

"Produk lokal, miss kualitas eksport."

"Hmm, ya....Cinta buatan dalam negeri sendiri. Benarkan?" Melanie memamerkan deretan gigi putihnya yang rapi dan indah.

Bibirnya yang tipis tetapi seksi merupakan daya tarik seksualnya.

Wajahnya terlihat semakin cantik jika menerbarkan tawa dan senyumnya.

Kulitnya sangat mulus dan halus juga kenyal.

Rambutnya sebahu, berombak dan tebal. Feminin, halus, mulus, putih dan seksi.

"Kapan aku bisa menemui Rajasa?"

"Tepat pukul tujuh."

"Hmm, baiklah. Apa yang sebaiknya aku lakukan?"

"Ada film romantis bagus. Sekitar dua jaman."

"Kupikir ide yang bagus."

Pukul tujuh kurang lima menit akhirnya Rajasa muncul di tempat yang sudah dipersiapkan dengan sangat teliti oleh Edelweis.

Makanannya, penataan meja, warna taplaknya sampai bunga dan juga pemain biola yang akan memainkan lagu-lagu kesukaan keduanya.

"Edelweis, terima kasih. Kau bisa meninggalkan kami."

"Baik , pak dan miss, aku pamit dulu."

"Terima kasih, Edelweis." Melanie menyodorkan sekotak coklat yang dibelinya khusus untuk Edelweis.

"Tidak usah, miss."

"Ambillah, ini untukmu."

"Baik, miss, terima kasih."

Edelweis segera berlalu dan terburu-buru mengejar keretanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!