Dua minggu kemudian, aktivitas Anita sebagai mahasiswa jurusan Matematika benar-benar dimulai. Setalah mendapatkan jadwal mata kuliah sekaligus ruang kelasnnya, Anita berkeliling sebentar mencari Zahra. Selama ospek, hanya Zahra dari sekian orang yang dikenalnya saat itu yang satu jurusan dengan Anita. Dan saat ospek Anita lupa tidak menanyakan nomor handphone Zahra.
Lelah berkeliling Anita memutuskan menuju kantin Fakultas, tenggorokannya sangat kering. Ia memesan es teh manis dan mengambil sepotong roti sandwich kemasan untuk mengganjal perutnya lalu mengedarkan pandangannya mencari tempat duduk kosong. Dan tepat saat itu, Anita melihat seseorang yang sangat dia kenal.
“sepertinya itu Zahra..” Anita mencoba menelisik. “Ah benar itu Zahra”. Anita bergumam sendiri.
“Zahra…” panggil Anita sedikit berteriak sehingga membuat beberapa orang menoleh ke arahnya. Anita dengan cepat membekap mulutnya sendiri dengan satu tangan dan menunduk malu.
“Anita.. sini..” Zahra memanggil Anita sambil menepuk kursi di sebelahnya sebagai tanda agar Anita ikut bergabung dengannya. Anita kemudian mendekati Zahra dan duduk di sebelahnya.
“Zahra, kamu udah ambil jadwal? Kamu dapet kelas apa?” Anita kini memulai pembicaraan terlebih dulu.
“sudah, aku kelas C Nit. Aku hari ini nggak ada jadwal, mata kuliahku dimulai besok. Kamu?” jawab Zahra yang kini menyeruput es kopi nya.
“yah.. kita nggak sekelas. Aku kelas A, dan hari ini mata kuliah pertama ku ba’da dzuhur.” Anita tampak lesu tiba-tiba. Tentu saja, karena Zahra satu-satunya yang saat ini dia kenal ternyata tidak sekelas. Itu artinya Anita harus memulai percekapan baru dengan orang asing. Dia hanya berharap mendapat teman sekelas yang baik dan ceria seperti Zahra.
“kamu kelas A? Ah, dia juga kelas A lho..” Zahra kemudian menunjuk dua teman di depannya.
“benarkah? Kenalkan aku Anita..” kali ini Anita memulai terlebih dahulu. Ah, ternyata tidak sesulit itu, pikirnya. Atau karena ada Zahra disampingnya sehingga Anita merasa percaya diri.
“aku Dian..” dian mengulurkan tangannya dan disambut Anita begitu juga teman satunya.
“aku Ari..”
Mereka melanjutkan obrolan dan sesekali diselingi canda tawa. Hingga tak terasa adzan Dzuhur berkumandang, mereka berempat bergegas ke mushola fakultas untuk menunaikan ibadah sholat. Setelah cukup lama mengantri giliran sholat dikarenakan shaf penuh kini Anita, Dian dan Zahra bisa menunaikan sholat. Selesai sholat Dian, Anita dan Zahra saling bertukar nomor handphone.
“Ra.. simpan nomormu disini..”Anita memberikan handphonenya pada Zahra.
Tut.tut.tut.tut.tut..beberapa kali.
“ok,sudah.” Mengembalikan handphonenya pada Anita, lalu Anita menelfon Zahra.
“itu nomorku. Simpan ya.. walaupun kita nggak sekelas tapi kita harus tetep berteman dan nongkrong bareng-bareng sesekali.” Anita tampak antusias.
“siap..hubungi aku kapan aja. Aku pergi dulu ya, oh ya kabari aku nanti gimana dosen kita nanti..hehe” Zahra berbisik agar orang lain tidak mendengar.
Anita dan Dian hanya bisa tertawa kemudian mengacungkan jempol. Lalu berjalan bersama menuju ruang kuliah yang berada di lantai 4.
“kamu gimana bisa kenal Zahra, yan?” tanya Anita kepada Dian
“mm..waktu ospek dia duluan yang deketin aku..” jawab dian singkat.
“oh ya.. sama, dia begitu juga ke aku. Kayaknya dia berkeliling mengajak satu per satu orang buat kenalan. Haha..”
“Zahra dan aku kebetulan juga satu provinsi dan mungkin karena itu kami jadi dekat. Karena biasanya kalau berada di tempat baru terus ketemu orang yang tinggal satu daerah tiba-tiba berasa jadi akrab seperti ketemu saudara jauh. Kata ibu ku sih gitu.” ujar Dian.
Anita cuma manggut-manggut mendengarkan penjelasan Dian. Selama ini Anita tidakcpernah merasa begitu, karena dia tidak pernah tinggal sendirian di luar kota.
Mereka hampir sampai di lantai 4 tinggal beberapa anak tangga lagi, Anita terkejut melihat seseorang berlari ke arahanya dan tiba-tiba berhenti di depannya, sepertinya mengerem langkahnya dengan sigap agar tak bertabrakan dengan Anita.
“aarrgghh...” Anita berteriak terkejut dan tangannya reflek mencari pegangan di lengan dian, kakinya menuruni satu anak tangga untuk menjaga keseimbangan, Anita Benar-benar menahan diri agar tidak jatuh kebelakang.
“maaf..maaf.. saya terburu-buru. Kamu tidak apa-apa kan?” orang tersebut juga reflek menyodorkan kedua tangannya untuk Anita, tetapi tangan itu hanya mematung di udara.
Anita hanya menggeleng tidak bersuara dan menatapnya sekilas, lalu beberapa Langkah memiringkan badannya untuk memberi jalan untuk orang tersebut.
“terima kasih dan maaf sekali lagi..” berlalu pergi meninggalkan Anita dan Dian dengan berlari menuruni anak tangga.
Anita terus memperhatikan sampai sosoknya benar-benar tidak terlihat oleh mata lentiknya. Dia merasakan jantungnya berdetak tak beraturan seperti mau lepas.
Apa ini? Ah, mungkin karena kaget tadi. Pikirnya sambil terus memegangi dada agar tidak ketahuan oleh Dian.
“Ayo Anita..” ajak Dian, lalu mereka melanjutkan langkahnya menuju ruang kuliah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Olan
izin promos "LOVE ME" jangan lupa mampir teman2😊😊
2022-06-07
0