🥰🥰Happy Reading🥰🥰
...Di sarankan untuk membaca cerita sebelumnya, punya otor yang satunya lagi. Judulnya Teman Atau Suami karena ada hubungannya dengan tokoh utama Prianya di cerita ini! Terima kasih para pembaca budiman....
Seusai Mutiara membersihkan tubuhnya yang begitu lelah seharian, karena pernikahan dadakannya dan perjalanan dari Yogyakarta ke Jakarta. Tubuhnya sedikit lebih fresh, dan rileks.
"Kruuuukk.." Bunyi perut Mutiara terdengar.
"Astagfirulloh, seharian ini aku belum makan. Saking sedihnya tadi pagi, hingga detik ini, aku tidak menyadari kalau perut ini belum terisi makanan sama sekalih." Mutia bergumam pelan, saat cacing diperutnya mulai protes, hingga mengeluarkan suaranya.
Diliriknya jam didepan matanya yang begitu besar, menempel di dinding kamar suami dadakannya.
"Haah? Sudah jam 7 malam? Aku harus bagaimana ini? Mau keluar kamar, aku takut tidak mengenal siapapun? Kalau terus di dalam kamar, cacing-cacing diperutku terus berdemo?"
Mutiara galau sendiri, sedang diantara dua pilihan.
"Aku lebih baik tidur saja, nantipun akan hilang rasa laparnya. Sudah Mutia kamu harus kuat, bukankah Ayah selalu bilang, kalau jadi anak gadis jangan lemah, harus kuat." Mutia menyemangati dirinya dengan teringat kata-kata Ayahnya ketika masih hidup. Buliran bening, meluncur bebas dipipi mulusnya.
"Hikkzz.. hikkzz... hikkzz... " Isak tangis Mutiara terdengar begitu pilu.
Akhirnya Mutiarapun terpejam matanya dalam tangisannya, di sofa panjang yang dia pilih untuk tempat tidurnya tadi.
*******
Di Rumah Sakit.
"Mami, bagaimana tadi pernikahan anak kita? Ternyata mudah sekalih membohongi anak kita Andi, ya Mih?"
"Semua berjalan lancar Pih, hanya saja sikap dinginnya itu, benar-benar bikin Mami kepingin masukin kedalam panci air panas, Pih."
"Ha.. ha.. ha.. masa kamu setega itu, Mih?"
"He.. he.. he.. becanda dong, Pih."
"Papi kapan boleh pulang, Mih?"
"Terserah Papi, cuma kalau sekarang sepertinya kurang pas Pih. Soalnya baru semalam Papi masuk Rumah Sakit dan dinyatakan kritis, masa sekarang Papi sudah terlihat segar bugar? Bagaimana jadinya kalau sampai Andi dan Mutia tahu nanti? Bisa ketahuan rencana kita, Pih." Ujar Mami Safira dengan gamblang.
"Baiklah, berarti Papi istirahat sampai 3 hari saja disini, ya Mih?"
"Iya, Pih."
"Tapi nanti siapa yang handel kerjaan Papi di kantor, Mih? Hari senin, ada klien besar dari Singapore mau bertemu di Hotel XX."
"Tenang, 'kan ada Mami dan Andi nanti yang akan menggantikan Papi sementara. Mami kepingin lihat, selain menjadi Dosen, Andi bisa memegang Perusahaan Papi, engga? Kalau bisa, nanti Mami minta dia menjadi wakil Direktur yah Pih."
"Sip lah Mie, boleh peluk tidak?"
"Boleh dong Pih, orang kita hanya berdua, bukan?" Mami Safirapun langsung merentangkan tangannya, untuk memeluk suaminya.
"Mih, kangen iih. Boleh engga?" Dahlan memeluk istrinya dengan erat, lalu menciumi seluruh wajah istrinya gemas.
"Pih... ini di Rumah Sakit, masa kayak engga ada tempat lagi?"
"Iya Mih, kalau begitu kita sewa hotel saja yah?"
"Pih, yang Pengantin baru itu anak kita, tapi kenapa Papi yang pingin ke hotel?" Safira heran dengan suaminya, yang tidak tahan jika belum mendapat suntikan Vitamin cinta.
"Biarin saja Mih, 'kan mereka dirumah berdua, bukan? Angga sedang ada KKN di Bandung, selama satu minggu lagi."
"Oh iya, Mami lupa kabarin Angga loh Pih, kalau Kakaknya Andi sudah menikah."
"Biarkan saja Mih, nanti juga Angga lihat sendiri, dan tahu kalau Kakaknya sudah menikah."
"Okay lah." Mami Safira mengangguk pelan.
"Sekarang, kita chekin ke Hotel, untuk satu malam saja. besok pagi, kita balik kesini lagi." Papi Dahlan langsung mengurai pelukkannya, dan bersiap-siap untuk pergi ke Hotel malam ini juga.
"Aiish.. Papi kalau ada maunya, paling gercep deh." Mami Safira menggelengkan kepalanya heran. Padahal usianya sudah menginjak 50 tahun, tapi kelakuan kayak anak muda usia 25 tahunan.
"Iya dong Mih, wajib itu sih pake banget." Papi Dahlan mengerling nakal.
"Ayolah, capcus Pih." Ajak Mami Safira seraya menggandeng lengan suaminya mesra.
Merekapun jalan beriringan, menuju ruang Suster. "Maaf Suster, kami akan chekin ke Hotel malam ini, pastikan tidak ada yang menjenguk kamar kami yah." Ujar Safira dengan gamblang, seraya memberikan nomor telponnya dan uang seratus ribuan 20 lembar.
"Maaf, Tante ini apa yah?" Tanya Suster itu heran, seraya mengembalikan uang ratusan. ribu itu ketangan Safira.
"Ini untuk tips Suster, sudah menjaga ruangan kami. Jangan lupa hubungi saya, tolong disave nomer ponsel saya." Mami Safirapun mengembalikan lagi, uang yang tadi sudah diberikan ketangannya.
"Baik Tante! Ta.. tapi Tante, ini terlalu banyak untuk saya." Suster itu merasa tidak enak untuk menerimanya, pasalnya uang itu separuh dari gajinya satu bulan.
"Jangan sungkan, anggap saja itu rezeki Suster dari Allah, melalui tangan saya." Safira melangkahkan kakinya cepat, agar dirinya terhindar lagi dengan penolakkan Suster itu. "Ayo Pih." Ucapnya cepat.
"Terima kasih, Tante dan Om." Suster itu mengucapkan rasa syukur yang amat sangat, hingga menitikkan air mata bahagianya.
Saat Suster itu mengucapkan kata terima kasih, Safira dan Dahlan sudah menghilang di balik pintu ruangan Suster.
Safira dan Dahlan sudah bukan pasangan muda lagi, namun terlihat mesra, dan bahagia sehingga banyak pasang mata, yang iri kepada mereka.
"Pih, mana Asisten Bara? Kenapa lama sekalih?" Tanya Safira, yang sudah menunggu beberapa menit berlalu.
"Sabar Mih, kenapa jadi Mami yang sudah ngebet pingin cepat-cepat ke Hotel?" Dahlan merasa istrinya makin menggemaskan, jika sedang kesal.
"Mami dingin Pih, kalau diluar udaranya benar-benar menusuk pori-pori kulit Mami."
"Iya sudah, sini dong." Dahlan langsung memeluk istrinya didepan halaman Rumah Sakit, padahal malam ini masih ramai pengunjung, karena malam minggu. Namun Dahlan tidak memusingkan hal itu, hanya istrinya agak sedikit malu, hingga wajahnya bersembunyi diceruk leher suaminya.
"Bagaimana? Apa sudah lebih hangat?"
"Sudah Pih, dari pada tadi dingin, padahal baru beberapa menit saja kita disini."
Asisten Barapun akhirnya datang juga, membawa mobil mewah Tuan Dahlan. Lalu merekapun pergi ke Hotel XX.
*******
Andi kesal sendiri di meja makan saat ini, karena dirinya makan sendiri tanpa kedua orang tuanya, dan Adiknya yang biasa menemaninya makan malam.
"Aiiish... anak itu apa perutnya tidak merasa lapar? Kenapa lama sekalih tidak leluar kamar? Apa jangan-jangan dia pingsan lagi di kamar mandi?" Gumamnya Andi bertanya-tanya.
"Mbo, tolong bawakan makan malam ke kamar istri Andi yah." Andi langsung berjalan menuju kamarnya.
"Baik, Aden." Ucap Mbo Yuyun, seraya berjalan ke dapur.
Saat didepan pintu kamarnya, Andi mengetuk pintu itu dengam pelan, namun setelah dua kali tidak ada jawaban, akhirnya dia membuka handel pintu itu sendiri, dan ternyata tidak di kunci.
"Jeglek" Bunyi pintu kamarnya.
Andi berjalan perlahan masuk, dan mendapati istri terpaksanya, sedang tidur di sofa, dengan terlelap damai.
"Haah..? Ini orang bisa tidur dalam keadaan perut kosong? Kalau nanti sakit bagaimana? Apa aku bangunkan saja?" Gumam Andi pelan.
"Heeii.. bangun..." Panggil Andi pelan dengan mengoyangkan bahunya, namun gadis itu tidak bergerak sedikitpun.
Akhirnya Andi mencoba membangunkan istrinya lebih kencang. "Heeii.. gadis bodoh bangun...." Pekik Andi ditelinga istrinya, sontak saja Mutiara terkejut dan refleks memegang baju kaos suaminya, karena tubuhnya akan terjatuh kelantai, namun tangan Andi langsung menahan tubuh istri terpaksanya itu.
"Eeeh.. m.. maaf Mas." Bibir Mutiara bergetar, saat wajah mereka begitu intens, karena tangan Mutiara mencengkram kuat baju kaos suaminya itu.
--BERSAMBUNG--
...Jangan lupa kasih like, favorite, vote dan tips komentar yah. Terima kasih....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Tutik Julianti
kasian amat nasib mutia...
2022-09-14
1
Setia
masih penasaran sama angga apa angga pacar nya mutia
2022-08-30
1
🐈 Kitty Lover 🐈
kenapa harus bilang gadis bodoh sih mas andi, kan bisa sebutin namanya aja. punya nama dia tuh. pengen colek pake sambel tuh mulut mas andi, gregetan ih 😑
2022-08-29
2