Chapter 4

Theo sedang mengecek berkas-berkas yang menumpuk dimejanya. Empat hari kemarin, ia tidak datang ke kantor untuk beristirahat di rumah. Bukan karena sakit, tetapi sejak percakapannya dengan Tania malam itu, Theo memutuskan untuk kembali menomer satukan keluarganya.

Dua hari kemarin ia pergunakan untuk mengantar papanya check up ke rumah sakit, dan dihari berikutnya Theo mengajak keluarganya beserta keluarga Tito untuk liburan bersama.

Memang sudah lama sekali Theo tidak melakukan hal ini. Bahkan dirasanya kemarin adalah kali pertama ia dapat tertawa lepas, setelah hubungannya dan Mellisa berakhir.

Theo menautkan kedua alisnya, saat mengecek salah satu berkas. Ia merasa ada yang tidak beres dengan berkas itu, dan saat akan menelpon Benny untuk menuju ke ruangannya, Benny malah telah muncul dihadapan Theo lebih dulu.

"Bos, gue mau survei tempat dulu ya. Tapi ntar enggak balik lagi ke kantor, mau sekalian ada meeting sama klien di luar." Ucap Benny yang hanya menyembulkan kepalanya di pintu ruangan Theo.

Theo menganggukkan kepalanya, lalu kemudian teringat dengan berkas yang sedang dipegangnya.

"Oh iya, Ben, Alita Maheswari itu siapa? Kayaknya karyawann kita enggak ada yang namanya itu deh."

"Ah, iya. Gue lupa ngasih tau ke elo." Kini Benny masuk ke ruangan Theo untuk memberikan penjelasan. "Dia anak magang baru, kerja part time disini. Dan dia-"

"Anak magang?" Theo menyela perkataan Benny. "Elo percayain acara nikahan dengan budget gede begini ke anak magang tanpa ada pengawasan dari karyawan kita? Elo udah gila ya, Ben?"

"Eiittss... sabar dulu dong, Bos! Jadi ceritanya tuh kemarin gue yang ngajakin dia ketemuan sama klien-nya, karena gue juga harus ngajarin dia kan gimana cara kerjanya. Nah, ternyata ini bocah ngerti banget sama maunya si mempelai wanitanya ini. Ngobrolin dari soal konsep, decor sampai acara pun si Alita anak magang ini paham. Jadi karena gue dan anak-anak lain banyak kerjaan juga, ya gue serahin itu ke Alita."

"Tapi dia masih magang, Ben. Sengerti-ngertinya dia, tapi ntar pelaksanaannya gimana?! Ngaco lo!"

"Ya bukan ngaco, gue cuma percaya aja sama Alita. Karena jarang banget ada anak baru yang langsung paham kayak dia. Kalo enggak gini aja deh, elo aja yang ngawasin dia. Kan elo lagi enggak bertanggung jawab sama event apapun kan? Udah itu yang paling bener."

Theo hanya bisa menghela nafasnya, mau tidak mau menyetujui apa yang diusulkan oleh Benny barusan.

"Ntar gue kasih tau ke Alita, kalo jam tigaan nanti liat venue-nya sama elo."

Theo masih terdiam dan hanya memberikan tatapan tajam ke arah Benny.

"Udah, enggak usah marah gitu. Elo liat dulu ntar dia kerjanya gimana, baru lo kasih penilaian. Ah, dan yang jelas anaknya begini, Bos." Benny mengacungkan kedua jempolnya ke arah Theo.

"Apaan?"

"Gini nih kalo laki udah lama enggak kesentuh cewek." Benny menggerutu. "Gini tuh ya artinya dia tuh cakep. Oh, seksi jugalah dia. Manteplah pokoknya, paket komplit! Hahahaha.... Udah ya, gue cabut dulu."

Benny meninggalkan ruangan Theo begitu saja, meninggalkan Theo yang masih terdiam seribu bahasa disana.

...****************...

Suara ketukan dipintu membuat Theo mengalihkan pandangannya dari ponselnya.

"Masuk." Ucapnya sembari mematikan dan meletakkan ponselnya dimeja.

Sesosok gadis muda muncul diambang pintu dan membuatnya menautkan kedua alisnya. Karena pasalnya, ia belum pernah bertemu dan mengenalnya.

"Eee... permisi, Pak. Saya Alita, Pak Benny bilang saya akan survei venue sama Bapak."

"Oh, sekarang ya?" Theo langsung melihat ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul tiga. "Oke, tunggu bentar. Aku beberes dulu."

"Baik, Pak." Jawab Alita yang kemudian meninggalkan ruangan Theo.

Saat sedang membereskan barang-barangnya, barulah Theo tersadar. Ia hanya memiliki sepeda motor, dan hanya ada satu helm. Lalu bagaimana ia akan pergi survei dengan Alita sekarang?

Theo berdecak, merasa kesal juga kenapa tadi ia tidak menolak tawaran Benny. Jika harus menerima pun, seharusnya ia akan mengajak Benny bertukar kendaraan, karena Benny pasti akan survei sendiri. Jadi tidak masalah jika mengendarai sepeda motor.

Theo buru-buru keluar ruangannya, lalu menoleh ke sekitar untuk mencari tahu keberadaan Alita. Dan ternyata gadis itu menunggunya di luar.

"Kita kesana naik taksi, soalnya tadi aku ke kantor naik motor."

"Saya bawa mobil kok, Pak." Ujar Alita yang kemudian menghentikan langkah Theo yang hendak menyetop taksi. "Kesananya pakai mobil saya aja, Pak. Saya bawa mobil hari ini karena memang mau survei."

"O-oh, oke."

Theo kemudian mengikuti langkah kaki Alita yang membimbingnya ke tempat dimana Alita memarkir mobilnya. Dirinya terkejut begitu menyadari jika mobil yang dibawa Alita adalah mobil dengan harga yang cukup mahal.

"B-biar aku yang bawa mobil." Theo mencekal lengan Alita saat akan membuka pintu mobil.

"Biar saya aja, Pak. Bapak duduk aja, karena ada berkas yang harus bapak cek terkait dengan acara ini. Berkasnya ada di dashboard mobil, Pak."

Theo kemudian menarik tangannya, dan menuruti perkataan Alita. Sesaat setelah keduanya masuk ke dalam mobil, Alita membuka dashboard dan menyerahkan berkasnya kepada Theo.

Sambil mengecek berkas yang diserahkan oleh Alita, sesekali ia melirik ke arah Alita yang tengah fokus menyetir. Alita mungkin memang anak orang kaya, dan entah alasan apa yang membuat Alita memutuskan untuk bekerja paruh waktu. Apakah alasannya sama seperti adiknya yang bosan di rumah? Atau memang ada alasan lain?

"Aku udah cek semuanya, kamu yang buat sendiri?"

"I-iya, Pak."

"Kerja bagus, mungkin aku bisa mempertimbangkanmu sebagai karyawan tetap nanti."

"Terima kasih, Pak."

"Boleh aku tanya, apa alasan kamu kerja part time?"

Alita menoleh ke arah Theo dan sempat kebingungan untuk menjawabnya.

"Maksudku, kayaknya kamu bukan dari keluarga sembarangan. Jadi, untuk apa kamu capek-capek kerja?"

"Oh, itu karena... sebelumnya saya sempet bantuin kenalan saya yang kerja sama bapak."

"Oiya? Siapa?"

"Kayla, Pak."

"Oh, si Kay. Kamu bantuin dia?"

"I-iya, hanya bantuan kecil sih, pak. Tapi, saya malah jadi tertarik untuk kerja di event organizer begini."

"Kamu seumuran sama Kay?"

Alita menggelengkan kepalanya. "Saya dibawahnya Kay tiga tahun, Pak."

"Masih kuliah dong berarti? Semester akhir ya?"

"Betul, Pak."

"Kalo gitu jangan panggil aku 'Pak' lagi, aku jadi keliatan tua banget. Aku seumuran sama Kay, kamu panggil Kay kan cuma nama, jadi kamu boleh panggil aku cuma nama saja. Theo, kamu boleh panggil aku Theo."

Terpopuler

Comments

Hemi Imut

Hemi Imut

Awal cerita bermula, eng ing eng

2022-06-14

1

Ummi Fatihah

Ummi Fatihah

Theo....pesonamu gak kalah ma Rafa...😀😀

2022-06-02

1

summer

summer

elu kenapa naksir anak orang kaya melulu sih, Theo 😔

2022-06-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!