Mia, seorang gadis biasa yang bekerja sebagai announcer stasiun kereta listrik. Terlihat biasa, karena memang tidak terlihat sesuatu yang menonjol dalam penampilannya. Wajahnya biasa saja, bukan tergolong cantik, apalagi dia tidak berhias. Selalu mengikat rambutnya tinggi ala ekor kuda.
Setiap berangkat atau pulang kerja menggunakan kereta listrik kurang lebih 40 menit. Dengan jadwal kerja shift membuatnya terkadang berada di jam sibuk saat berkendara. Saat ini ia masuk shift pagi atau shift satu yang mengharuskan jam enam pagi sudah standby. Ia akan berangkat dari rumah setengah lima pagi.
Sampai di stasiun tempatnya bekerja, Mia mengantri bubur ayam untuk sarapan. Setelah melakukan absen ia pun bergegas masuk ke ruangan tempatnya kerja. “Mia,” panggil seseorang, Mia pun menoleh. Ternyata Bira, detak jantung Mia serasa berdetak lebih cepat saat ia melihat Bira menghampirinya masih lengkap dengan jaket dan menenteng Helm. Mungkin jika digambarkan dengan animasi, kedua mata Mia berubah menjadi gambar hati yang ukuran bertransformasi dari kecil menjadi besar saat melihat Bira.
“Titip,” ujar Bira menyerahkan helmnya. “Aku mau beli sarapan, lumayan masih ada waktu sepuluh menit lagi.” Lalu Bira kembali meninggalkan Mia. “Jangankan Cuma nitip helm, nitip hati juga aku terima,” batinnya.
Mia memang memiliki perasaan khusus pada Bira, karena hanya perempuan tidak normal yang tidak tertarik dengan Bira. Selain memiliki tubuh yang tinggi, wajahnya termasuk enak dilihat berlama-lama, tidak membosankan.
“Tau gitu tadi aku beliin sekalian sarapannya,” gumam Mia.
Sama-sama bekerja di stasiun dan jadwal shift yang sama membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja. Karena ada tujuan lain setiap ia berangkat kerja, yaitu bertemu Bira. Bahkan saat jam istirahat pun kadang Bira dan Mia selalu bersama.
“Akan segera masuk di jalur dua, commuter line jurusan Manggarai, Tebet, Cawang Pasar Minggu, yang mengakhiri perjalanannya di stasiun Bogor, penumpang agar berhati-hati dan menunggu dibelakang garis kuning. Serta perhatikan selalu barang bawaan Anda.” Suara khas dan lembut Mia membuatnya cocok dengan pekerjaannya saat ini.
Mia menenggak habis air minumnya, ia menoleh pada jam dinding. Tidak lama lagi jam kerjanya usai, ia berencana ke toko buku untuk kembali membeli novel. Mia memiliki kegemaran membaca novel fisik bukan novel online seperti yang saat ini sedang hits.
Memakai jaketnya, menutupi pakaian seragam yang ia kenakan. Mia berjalan ke peron untuk menunggu kereta listrik tujuan tempat tinggalnya. “Mia, mau bareng enggak?” tanya Bira. “Mau kemana?” tanya Mia. “Mau pulang lah, kita kan searah. Gue enggak ada belok ke mana-mana makanya ngajak loe bareng.”
Mia mengangguk, dalam hatinya bahkan ia bersorak ingin melompat karena gembira luar biasa. Sepanjang perjalannya Mia tersenyum di balik maskernya, memandang punggung tegap Bira. Rasanya ingin menyandarkan wajahnya di sana, pasti sangat nyaman. Bahkan ia ingin sekali mengalungkan tangannya di pinggang Bira.
“Oh, Tuhan, kuatkan jantungku. Enggak sanggup berlama-lama di bonceng Bira, yang ada semaput deh,” gumam Mia. Bukan kali pertama Bira mengajak Mia pulang bareng, namun semenjak Mia menyadari memiliki perasaan berbeda pada Bira, ia akan canggung dan berangan-angan seperti tadi.
Bira menghentikan motornya di halaman rumah Mia, “Makasih ya,” ucap Mia saat turun dari motor. Alea adik dari Mia yang mendengar deru motor Bira memasuki halaman rumahnya bergegas keluar. “Eh Kak Mia udah pulang? Apa kabar Kak Bira?” tanya Alea.
Bira tersenyum pada Alea, “Baik,” ucapnya. “Kak Mia dipanggil Ibu,” ujar Alea. Mia pun bergegas masuk meninggalkan Alea dan Bira.
Tidak menemukan Ibunya diruang tamu, ruang makan termasuk juga di depan TV. “Bu,” panggil Mia. Mengetuk pintu kamar Ibunya juga tidak ada sahutan. Mia menuju dapur, lokasi terakhir yang belum ia kunjungi. “Ibu panggil aku?’ tanya Mia saat melihat Ela ibunya. Lebih tepatnya Ibu tiri, karena Ayah Mia menikah dengan Ela saat Mia berumur satu tahun yang sudah ditinggal ibu kandung sejak lahir.
Ela heran dengan pertanyaan Mia, karena ia tidak memanggil Mia apalagi baru tau kalau Mia sudah pulang. “Kamu pulang diantar” tanya Ela. “Iya, bareng Bira,” jawab Mia.
“Ya udah mandi dulu, nanti aja setelah kamu istirahat,” ujar Ela yang meninggalkan Mia. Saat di ruang tamu, Ela melihat melalui kaca jendela Alea yang sedang berbicara dengan Bira sambil sesekali mereka tertawa. “Oh, jadi maksudnya ini.” Alea mengatakan Ibunya mencari Mia agak ada kesempatan ia dan Bira ngobrol.
“Kak Bira enggak mau duduk dulu, aku buatkan minum.”
“Hmm, lain kali aja deh. Udah sore juga,” jawab Bira. “Bener ya, lain kali enggak boleh nolak,” ujar Alea. Bira mengangguk sambil tersenyum, kemudian memakai kembali helmnya. “Aku pulang ya,” pamit Bira yang dijawab dengan anggukan oleh Alea sambil tersenyum. Ela membaca bahwa Alea menyukai Bira.
“Mia,” panggil Ela saat memasuki kamar Mia. “Iya Bu.” Mia yang sudah membersihkan dirinya, kembali pada hobinya membaca novel. Dengan posisi telungkup di ranjang, saat Ela masuk. “Kamu kan sering diantar Bira, besok ajak dia makan malam. Yah, hitung-hitung berterima kasih,” ujar Ela.
“Besok?” tanya Mia. Ela mengangguk. “Oke, besok aku sampaikan ke Bira.” Mia tidak mengetahui jika Ela berniat membuat Alea dan Bira lebih dekat, salah satunya dengan mengundangnya makan malam. Alea yang mengetahui bahwa Ibunya mengundang Bira sangat senang, “Ibu idaman banget sih, tau aja keinginan anaknya,” puji Alea pada Ela.
Esoknya, disela jam istirahat. Mia menghampiri Bira, “Bira, Ibu aku undang kamu makan malam di rumah, bisa?” tanya Mia. “Bisa aja sih, tapi kapan?” tanya Bira. “Nanti malam.”
________
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komen, vote dan favorite 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Angspoer
jadi nostalgia pas kerja, aku jurusan bekasi-jakarta kota, turun di juanda hahahaha
2022-05-24
0
khalisa
aku suka cerita fantasi 🤩
2022-04-29
1
Reyhan Dwi
lanjut thor
2022-04-29
1