Bab 4. Mengakrabi.

Ini nomerku. Shaka.

Gendhis mengulas senyum tipisnya saat mendapati notifikasi pesan masuk ke layar ponselnya. Ia tidak membalas pesan itu, namun jemarinya mengetik nama pemuda itu untuk menyimpan nomernya. Setelah itu ia menyambar handuk yang masih terlipat rapi di lemari pakaiannya dan keluar dari kamar menuju kamar mandi.

"Dek, bapak belum pulang?" tanya Gendhis saat melewati ruang tengah dan mendapati adik lelakinya, Lingga Nareswara, sedang berbaring di atas kursi rotan sambil memainkan ponsel.

"Belum." Sang adik menjawab singkat. Pasalnya pemuda berambut cepak itu sedang sibuk bermain game. Gendhis melihat ke arah jam dinding. Pukul lima lewat tiga puluh menit. Mungkin bapaknya masih ada urusan di Ndalem Keraton. Sementara sang ibu sepertinya sedang sibuk di dapur mempersiapkan makan malam.

Gadis itu menghabiskan waktu lima belas menit membersihkan dirinya di kamar mandi. Segar. Begitu yang Gendhis rasakan setelah badannya yang tadinya gerah tersentuh air yang sejuk.

Ia menyisir rambut panjangnya sembari mematut wajah di depan cermin yang ada di meja riasnya. Tubuh rampingnya kini sudah terbalut daster rumahan tanpa lengan yang membuatnya merasa nyaman.

"Nduk, ada tamu!" Suara Bu Ningsih, sang ibu, terdengar dari balik pintu kamarnya.

"Sinten (Siapa), Bu?" tanya Gendhis masih sambil menyisir rambutnya.

"Nak Bisma, Nduk."

Gendhis menghela napas berat. "Njih, Bu." Ia meletakkan sisir di atas meja. Lalu mengambil sweater di gantungan baju dan mengenakannya. Keluar dari kamar, ia melewati sang adik yang masih sibuk dengan game-nya di ruang tengah.

Bisma Wicaksana, pemuda anak rekan kerja bapak di Ndalem Keraton yang sudah dikenalnya sejak SMA. Si pemilik rambut rapi dan wajah teduh itu duduk di kursi yang ada di teras rumah. Bisma mengulas senyum melihat kehadiran dirinya.

"Aku bawain lumpia kesukaan kamu. Tadi pas mau pulang ngelewatin, jadi sekalian aja beli terus mampir ke sini." Bisma menyodorkan satu kotak makanan yang dibungkus plastik putih.

"Makasih, Mas." Gendhis mengambil bungkusan itu lalu membawanya masuk. Tidak lama kemudian gadis itu keluar dan duduk kembali di samping Bisma, yang hanya terpisah oleh meja dengan pemuda itu.

"Ibu nawarin Mas Bisma mau sekalian ikut makan di sini apa enggak."

"Ya, boleh, boleh. Bapak belum pulang?" tanya Bisma.

"Belum. Sebentar lagi paling," jawab Gendhis. "Itu bapak." Ia menunjuk ke arah halaman di mana ada seorang lelaki paruh baya sedang menuntun sepeda ontelnya dan menyandarkannya di samping teras.

"Eh, ada Nak Bisma." Lelaki itu, Pak Sasongko, menyapa ramah saat memasuki teras. Gendhis menyambut sang ayah dengan mencium tangan lelaki itu. Sedangkan Bisma, menjabat tangan ayah Gendhis.

"Bapak ke dalem dulu, Nak Bisma," pamit Pak Sasongko masih dengan senyum ramahnya.

"Njih, Pak." Bisma mengangguk. Ia lalu kembali duduk di kursinya. "Kerjaan lancar, Dhis?" tanyanya pada gadis manis di sampingnya.

"Ya, biasa aja, Mas."

Dingin. Sikap Gendhis tidak pernah berubah dari dulu. Padahal, ia begitu berharap bisa mendapatkan hati gadis itu. Ia sudah mapan, seorang pegawai negeri, kedua orang tua mereka juga sudah lama saling kenal dan sepertinya setuju jika ia dan Gendhis menjalin hubungan khusus. Namun sayangnya, gadis itu tidak kunjung membuka hati untuknya.

Bisma merasa apakah dirinya sangat membosankan di mata Gendhis? Ia memang pendiam dan tidak pandai meramaikan suasana. Namun perasaannya tulus untuk gadis pujaannya itu.

"Hari minggu ada pentas, ya, di Ndalem Keraton?" tanya Bisma berusaha membuka obrolan.

"Iya, Mas," jawab Gendhis pendek.

Lihatlah! Gendhis bahkan tidak berusaha untuk merangkai obrolan selanjutnya. "Aku nonton, ya?" pancingnya.

"Monggo aja."

Bisma tersenyum. "Siap," sahutnya.

Hingga makan malam bersama dengan Gendhis dan keluarganya, gadis itu pun tidak banyak berbicara. Hanya bapak dan ibunya saja yang intens bertanya tentang pekerjaan dan lain sebagainya. Sesekali saja ia bertemu mata dengan Gendhis, yang langsung mengalihkan pandang ke arah lain.

***

Saat keluar dari sebuah toko kelontong membeli sebungkus rokok, Shaka melihat sosok Gendhis yang baru saja keluar dari sebuah tempat foto kopian. Ia pun tidak berpikir panjang untuk mendekati gadis itu, yang tentu saja terlihat kaget melihat kehadirannya.

"Wah, ketemu lagi, nih," kekeh Shaka. "Paud tempat kamu ngajar di dekat-dekat sini, ya?"

Gendhis tersenyum sembari menganggukkan kepala. "Kan kemarin udah bilang di daerah Gejayan sini."

"Oh ya, sih ...." Shaka menyejajarkan langkahnya di samping gadis itu. Membuat Gendhis heran karena bengkel tempatnya bekerja ada berseberangan arah dengan Paud tempatnya mengajar.

"Nomerku udah kamu simpen?" tanya Shaka.

"Udah, Mas," jawab Gendhis kikuk. "Mas Shaka mau ke mana?"

"Nemenin kamu jalan aja."

"Owh." Gendhis melirik pemuda tampan di sampingnya itu. Keren. Penampilannya yang sedikit selengean membuatnya terlihat keren.

"Ngomong-ngomong, minggu jam berapa pentasnya, Dhis?"

"Jam sepuluh pagi."

Shaka menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Busyet, gasik amat. Udah bangun belum aku, ya." Ia tertawa renyah.

"Nggak nonton juga nggak papa, Mas." Gendhis menimpali.

"Becanda, Dhis. Udah bangun kok aku. Aku sih orangnya rajin bangun pagi."

Gendhis terbahak. Kesannya terhadap Shaka, pembawaannya santai, dan orangnya cukup ramai. Ia yakin, Shaka adalah seseorang yang mudah akrab dengan orang lain. Yang ia heran, tentang pentas hari minggu, Shaka berbicara seakan-akan dirinyalah yang mengundang pemuda itu untuk datang. Padahal, itu adalah ide Shaka sendiri.

"Aku masuk dulu, Mas." Gendhis berpamitan saat tiba di depan gerbang bercat hijau muda.

"Oh, di sini sekolahnya." Shaka mengangguk-angguk sambil melongok ke balik pintu gerbang yang tampak ramai dengan anak-anak balita yang berlarian ke sana kemari.

"Mari, Mas," ucap Gendhis seraya mendorong pintu gerbang.

"Dhis!" panggil Shaka. "Selesai ngajar jam berapa?" tanyanya.

"Jam dua."

"Owh, okay."

Gendhis menganggukkan kepala. "Mari," ucapnya lagi.

"Eh, Dhis!"

"Ya?" Gendhis mengurungkan niatnya untuk menutup pintu gerbang.

"Jangan lupa diganti tuh roda motor kamu. Udah tipis banget. Bahaya. Kalau bocor lagi terus jauh dari tukang tambal ban kan repot."

Gendhis tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian gadis itu memutar badan dan melangkah memasuki halaman sekolah.

Sementara Shaka tidak langsung berlalu. Ia memperhatikan gadis itu dari sela-sela teralis gerbang. Terlihat Gendhis tengah melerai dua anak yang sepertinya sedang bertengkar. Satu menangis, dan gadis itu dengan sabar menenangkannya.

Shaka mengelus tengkuknya. Sambil tersenyum ia melangkah pergi. Menelusuri trotoar di depan pertokoan yang ramai. Cukup jauh jaraknya ke bengkel jika berjalan kaki. Pikirnya, kenapa ia mengikuti Gendhis sampai ke sekolah tempatnya mengajar?

***

Terpopuler

Comments

Emi Wash

Emi Wash

karn ada sesuatu...

2024-01-04

0

Ersa

Ersa

laahh embuh

2023-06-01

0

Ide'R

Ide'R

Shaka..Gaskeunlah..🤭🤭🤭

2022-10-03

0

lihat semua
Episodes
1 Pambuka.
2 Bab 1. Di Sudut Berbeda Yogyakarta.
3 Bab 2. Pertemuan Pertama.
4 Bab 3. Saat Alam Semesta Berkonspirasi.
5 Bab 4. Mengakrabi.
6 Bab 5. Gemulai Gerakanmu.
7 Bab 6. Esem-mu.
8 Bab 7. Nurani.
9 Bab 8. Ketidaksengajaan.
10 Bab 9. Tahap Paling Pertama.
11 Bab 10. Tahap Paling Kedua.
12 Bab 11. Tato-mu, Shaka.
13 Bab 12. Berkuasa Dalam Benakku.
14 Bab 13. Serba Salah.
15 Bab 14. Kriteria.
16 Bab 15. Pasir Putih
17 Bab 16. Para Penanti Cinta.
18 Bab 17. Intimidasi Yang Tersirat.
19 Bab 18. Egois Narsis.
20 Bab 19. Kita Fokus Dengan Kita.
21 Bab 20. Love Is On The Way
22 Bab 21. Proses Awal Tidak Selalu Mudah.
23 Bab 22. Keduanya Menyebalkan.
24 Bab 23. Pangrasa Ning Ati.
25 Bab 24. Ngapunten, Bu.
26 Bab 25. Namanya Mbak Gendhis.
27 Bab 26. Semakin Jatuh.
28 Bab 27. Kambing (Guling) Hitam.
29 Bab 28. Hari-Hari Indah Namun Penuh Perjuangan.
30 Bab 29. Ketakutan Akan Benteng Runtuh.
31 Bab 30. Ucapan Adalah Do'a.
32 Bab 31. Bersedia Babak Belur Untuk Kamu.
33 Bab 32. Kesialan Awal.
34 Bab 33. A Shoulder To Cry On.
35 Bab 34. Cara Menutupi Kesalahan Adalah Dengan Menyalahkan Orang Lain.
36 Bab 35. Runyam.
37 Bab 36. Such A Gloomy Day.
38 Bab 37. Tidak Baik-Baik Saja.
39 Bab 38. In Case This Is The Last Time.
40 Bab 39. Pangrasa Ingkang Ajur Lulur.
41 Bab 40. How Do I Live Without You.
42 Bab 41. Tidak Mampu.
43 Bab 42. Jejakmu.
44 Bab 43. Emptiness.
45 Bab 44. Sesal?
46 Bab 45. Sorot Mata Penuh Duka.
47 Bab 46. Jakarta, 12 Februari.
48 Bab 47. Daydreaming.
49 Bab 48. Jogjakarta
50 Bab 49. Pulang Ke Kotamu.
51 Bab 50. Saling Membayangkan.
52 Bab 51. Berharap Kembali Berkonspirasi.
53 Bab 52. Bayangan Nyata.
54 Bab 53. Makhluk Berbalut Dress Bunga-Bunga.
55 Bab 54. First New Chapter For Gendhis And Shaka.
56 Bab 55. Ide-nya Itu Modus.
57 Bab 56. Proses Awal (Lagi).
58 Bab 57. Restui Aku, Ibu.
59 Bab 58. Terulang.
60 Bab 59. Faith.
61 Bab 60. Kamu Bukan Malaikat.
62 Bab 61. Pamit.
63 Bab 62. Benarkah?
64 Bab 63. Be Rational, Dhis!
65 Bab 64. Menjadi Korban Yang Jahat.
66 Bab 65. Entahlah.
67 Bab 67. Yang Maha Membolak-balik Hati.
68 Bab 68. Kerikil Kecil Terakhir.
69 Bab 69. Kerikil Kecil Terakhir (2).
70 Bab 70. Perasaan Yang sudah Lama Terpupuk.
71 Bab 71. Chaos.
72 Bab 72. Ich Liebe Dich, Gendhis.
73 Bab 73. Menuju Bahagia.
74 Bab 74. Menuju Bahagia (2).
75 Bab 75. Menuju Bahagia (3).
76 Bab Tetangga Usil.
77 Bab 77. Keceplosan.
78 Bab 78. Menghadapi Perempuan Cemburu Itu Tidak Mudah. (THE END).
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Pambuka.
2
Bab 1. Di Sudut Berbeda Yogyakarta.
3
Bab 2. Pertemuan Pertama.
4
Bab 3. Saat Alam Semesta Berkonspirasi.
5
Bab 4. Mengakrabi.
6
Bab 5. Gemulai Gerakanmu.
7
Bab 6. Esem-mu.
8
Bab 7. Nurani.
9
Bab 8. Ketidaksengajaan.
10
Bab 9. Tahap Paling Pertama.
11
Bab 10. Tahap Paling Kedua.
12
Bab 11. Tato-mu, Shaka.
13
Bab 12. Berkuasa Dalam Benakku.
14
Bab 13. Serba Salah.
15
Bab 14. Kriteria.
16
Bab 15. Pasir Putih
17
Bab 16. Para Penanti Cinta.
18
Bab 17. Intimidasi Yang Tersirat.
19
Bab 18. Egois Narsis.
20
Bab 19. Kita Fokus Dengan Kita.
21
Bab 20. Love Is On The Way
22
Bab 21. Proses Awal Tidak Selalu Mudah.
23
Bab 22. Keduanya Menyebalkan.
24
Bab 23. Pangrasa Ning Ati.
25
Bab 24. Ngapunten, Bu.
26
Bab 25. Namanya Mbak Gendhis.
27
Bab 26. Semakin Jatuh.
28
Bab 27. Kambing (Guling) Hitam.
29
Bab 28. Hari-Hari Indah Namun Penuh Perjuangan.
30
Bab 29. Ketakutan Akan Benteng Runtuh.
31
Bab 30. Ucapan Adalah Do'a.
32
Bab 31. Bersedia Babak Belur Untuk Kamu.
33
Bab 32. Kesialan Awal.
34
Bab 33. A Shoulder To Cry On.
35
Bab 34. Cara Menutupi Kesalahan Adalah Dengan Menyalahkan Orang Lain.
36
Bab 35. Runyam.
37
Bab 36. Such A Gloomy Day.
38
Bab 37. Tidak Baik-Baik Saja.
39
Bab 38. In Case This Is The Last Time.
40
Bab 39. Pangrasa Ingkang Ajur Lulur.
41
Bab 40. How Do I Live Without You.
42
Bab 41. Tidak Mampu.
43
Bab 42. Jejakmu.
44
Bab 43. Emptiness.
45
Bab 44. Sesal?
46
Bab 45. Sorot Mata Penuh Duka.
47
Bab 46. Jakarta, 12 Februari.
48
Bab 47. Daydreaming.
49
Bab 48. Jogjakarta
50
Bab 49. Pulang Ke Kotamu.
51
Bab 50. Saling Membayangkan.
52
Bab 51. Berharap Kembali Berkonspirasi.
53
Bab 52. Bayangan Nyata.
54
Bab 53. Makhluk Berbalut Dress Bunga-Bunga.
55
Bab 54. First New Chapter For Gendhis And Shaka.
56
Bab 55. Ide-nya Itu Modus.
57
Bab 56. Proses Awal (Lagi).
58
Bab 57. Restui Aku, Ibu.
59
Bab 58. Terulang.
60
Bab 59. Faith.
61
Bab 60. Kamu Bukan Malaikat.
62
Bab 61. Pamit.
63
Bab 62. Benarkah?
64
Bab 63. Be Rational, Dhis!
65
Bab 64. Menjadi Korban Yang Jahat.
66
Bab 65. Entahlah.
67
Bab 67. Yang Maha Membolak-balik Hati.
68
Bab 68. Kerikil Kecil Terakhir.
69
Bab 69. Kerikil Kecil Terakhir (2).
70
Bab 70. Perasaan Yang sudah Lama Terpupuk.
71
Bab 71. Chaos.
72
Bab 72. Ich Liebe Dich, Gendhis.
73
Bab 73. Menuju Bahagia.
74
Bab 74. Menuju Bahagia (2).
75
Bab 75. Menuju Bahagia (3).
76
Bab Tetangga Usil.
77
Bab 77. Keceplosan.
78
Bab 78. Menghadapi Perempuan Cemburu Itu Tidak Mudah. (THE END).

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!