Yogyakarta, 13 Februari.
Ia mendongak memasang benda setengah pipih berbahan stainless di bagian belakang kuda besi yang berada di atasnya. Lalu tangan kokohnya cekatan memasang baut-baut pada benda itu. Sentuhan terakhir, ia mengambil mesin las dan mulai mengelas sambungan knalpot yang sudah dipasangnya.
Selesai. Si pemilik tubuh atletis dibalut seragam biru tua dengan bagian lengan digulung sebatas siku itu melompat naik dari lubang persegi panjang yang berada di bawah mobil. Ia melangkah menuju mobil bagian depan dan membukanya. Ia duduk di belakang kemudi dengan pintu masih terbuka. Tangannya memutar starter dan kakinya menginjak gas.
"Wih, nyaring, Mas Shaka." Seorang pemuda berkulit sawo matang dengan seragam yang sama dengannya, datang menghampiri.
"Udah bener nih, ya ... bunyinya." Dia, Ryushaka Ardiarta, menyahut.
"Wuapikk, Mas." Pemuda itu mengangguk-angguk. "Ini dirombak total interiornya to, Mas?" Pemuda itu melongok ke dalam mobil melalui jendela belakang yang terbuka.
"Yep. Kece, nggak, Nang?" Shaka meminta pendapat tentang hasil kerjanya memodifikasi honda brio keluaran terbaru itu pada Danang, nama pemuda berkulit sawo matang itu.
"Yo jelas kece to. Kalau Mas Shaka yang ngerjakan sudah pasti oke." Danang mengacungkan jempolnya.
Shaka tertawa renyah. Ia menutup semua kaca jendela mobil, mematikan mesinnya, lalu melangkah keluar. "Mau ngopi, nggak?"
"Traktir yo, Mas." Danang cengengesan.
"Halaah, ngopi di warung depan aja minta traktiran kamu!" Shaka memukul puncak kepala Danang gemas.
"Maklum anak kos to," seloroh Danang sembari mengikuti langkah Shaka keluar bengkel.
"Gue juga anak kontrakan," sahut Shaka asal. "Istirahat dulu! Ngopi, ngopi!" seru pemuda berparas tampan dengan kulit putih itu pada beberapa rekan kerjanya di sudut lain ruangan itu.
"Iya, Mas, nyusul." Salah seorang dari mereka menyahut.
Shaka melempar senyum sekilas pada rekan-rekan kerjanya. Lalu, dengan Danang, ia melanjutkan langkahnya keluar bengkel. Menyeberang jalan menuju warkop langganannya untuk beristirahat siang, tempatnya biasa menghabiskan secangkir kopi dan beberapa batang rokok.
"Mbak Juju, kaya biasanya, ya," ucap Shaka pada pelayan warkop, seorang perempuan berbadan sedikit tambun yang dipanggilnya dengan nama Juju.
"Njih, Mas Shaka," jawab Juju seraya mengulas senyum termanis. Baginya, yang seorang janda kesepian, Shaka tentu saja adalah pemandangan indah setiap harinya saat pemuda itu datang menikmati racikan kopinya.
"Aku iya, Mbak ... kaya biasane." Danang tidak mau kalah memesan pada Juju.
Si janda mencebik. "Melu-melu wae (Ikut-ikutan saja)," sungutnya.
"Aku ditraktir ok." Danang membela diri.
"Senengane loh njaluki traktiran (Sukanya minta traktiran)," omel Juju.
"Hayo ben to (biarin aja)."
Shaka yang sudah mengambil tempat duduk di dekat jendela warkop dengan pemandangan ke arah jalanan, tertawa renyah melihat perdebatan Danang dan Juju yang sudah menjadi kebiasaan mereka setiap kali bertemu.
Ia merapikan anak rambutnya yang jatuh di keningnya. Lalu memandang ke arah jalanan yang padat oleh kendaraan bermotor. Senyumnya masih tersisa di bibir tipisnya.
Lima bulan sudah Shaka tinggal di kota budaya yang eksotis ini, dan ia sudah merasa bahwa kota ini adalah rumahnya. Entah bagaimana ia menjelaskan perasaannya saat ini, yang jelas, ia merasa akan menemui takdir besarnya di sini. Entah apapun wujudnya.
***
"Bu Endhis, Arkha nakallll ...."
Gadis kecil dengan paras ayu itu mendekatinya sambil menangis sesenggukan. Gendhis yang sedang membujuk salah seorang anak yang tidak mau membuka kotak makan siangnya mengalihkan perhatian pada gadis kecil itu.
"Loh, Sera kenapa? Kotak makan siangnya di mana?" tanya perempuan cantik berambut panjang dengan kuncir kuda itu sembari meraih lengan si gadis kecil yang dipanggilnya dengan nama Sera, lalu memangkunya.
Tangis Sera pun pecah. "Diambil Arkhaaa ...."
"Waah ... sebentar, ya, Sayang, biar Ibu tegur Arkhanya." Gendhis menggandeng tangan mungil Sera dan melangkah mendekati seorang anak lelaki berpipi chubby yang sedang berusaha membuka kotak makan, namun belum berhasil.
"Arkha, boleh dikembalikan kotak makan siang punya Sera, Sayang?" bujuk Gendhis pada si anak bertubuh gempal itu.
"Nggak mauu!" Arkha berteriak sambil memeluk erat-erat dua kotak berisi makanan dengan kedua lengannya.
"Inget yang Ibu bilang, Arkha? Tidak boleh mengambil barang milik orang lain tanpa ...." Gendhis memberi kesempatan pada Arkha untuk melanjutkan perkataannya. Namun rupanya anak itu tetap ngotot mempertahankan dua kotak makanan yang salah satunya adalah milik anak perempuan yang sedang digandeng oleh Gendhis.
Gendhis menghela napasnya pelan. "Gimana kalau Sera dan Arkha saling bertukar makanan?" bujuknya.
Arkha tetap menggeleng. Sementara Sera mengeraskan tangisannya. Sungguh, suasana di ruangan itu begitu riuh dengan suara jeritan, tangisan, dan beberapa anak yang berlarian ke sana-kemari dengan beberapa guru yang berusaha membuat mereka semua duduk tenang menikmati makan siang bersama.
"Coba sini Ibu bantu Arkha membuka kotak makan siangnya." Gendhis mengulurkan tangannya meminta satu kotak dari tangan anak lelaki itu.
Arkha akhirnya mau menyerahkan kotak milik Sera pada Gendhis. "Mau tukeran!" serunya seraya memandang ke arah Sera dengan wajah cemberut.
"Baik. Arkha di sebelah sini, Sera di sebelah sini, ya ...." Gendhis menarik lengan Arkha untuk duduk di sebelah kirinya, sementara Sera duduk di sebelah kanannya.
"Ini kotak milik Sera, yang ini milik Arkha ...." Gendhis begitu telaten mengurusi dua muridnya itu dengan penuh kesabaran.
Ruangan yang tadinya riuh dengan suara anak-anak yang rewel, kini berganti dengan paduan suara mengumandangkan doa sebelum makan.
Satu tahun mengajar anak-anak balita di sebuah sekolah pendidikan anak usia dini memberikan kebahagiaan tersendiri baginya. Berinteraksi dengan anak-anak, dengan berbagai karakter yang terkadang membutuhkan kesabaran ekstra, membangun sifat keibuannya yang semakin matang. Meskipun ia sendiri, Gendhis Ayuning Ratri, gadis lajang berusia dua puluh lima tahun, sampai saat ini belum menemukan tambatan hati, untuk menjalani kehidupan rumah tangga dan menjadi seorang ibu yang sebenarnya.
Entahlah, lelaki seperti apa yang sedang ia tunggu, dan bagaimana takdir akan membawanya bertemu dengan lelaki itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Emi Wash
setelah namatin dara+nick...lnjut gendhis
2024-01-04
0
Emi Wash
dirumh brio silver....😀😀
2024-01-04
0
Dewa Qin
setelah dibuat kecewa sama si emma dan james,q pindah sini dulu.dr amrik balek ke indo dlu😂
2023-11-14
0