Keesokan harinya di sebuah gedung perkantoran yang megah.
"Ka Irina!" panggil Sevin berlari menyusul Irina memasuki gedung. Memakai kemeja biru tosca, celana panjang hitam, sepatu pantopel hitam mengkilap dan menyelempangkan tas kerjanya di bahu.
"Pagi Sevin!" sapa Irina sambil terus berjalan. Sevin menyamai langkahnya.
Irina pun tampak cantik mengenakan pakaian kerja berwarna hitamnya. Rambut indah panjangnya yang tergerai menampakan kesan femininnya yang lembut.
"Pagi juga Ka Irina." Sevin membalas sapaan Irina sambil tersenyum hangat.
Sevin Selim Rivaldi, anak kedua Bardi Selim dan juga adik tiri dari Seinzi. Usianya baru 20 tahun. Memiliki tinggi badan 183 cm dan berat 66 cm. Dia masih duduk di bangku kuliah namun di sela kuliahnya dia bekerja di perusahaan keluarganya ini. Alasannya bukan karena ingin bekerja atau menambah pengalaman hanya saja dia ingin selalu bisa melihat wanita yang dia cintai.
"Ka aku sebenarnya sedikit terkejut ketika papa ternyata menyetujui permintaanku." kata Sevin terlihat sangat antusias.
"Permintaan apa itu Sevin?" tanya Irina memasuki lift bersama Sevin. "Kalau aku sih tidak terkejut. Aku baru terkejut kalau permintaanmu di tolak. Karena kamu kan anak kesayangan, apapun yang kamu minta pasti dikabulkan." jawab Irina.
Mengatakan hal itu membuat Irina mengingat akan Seinzi. "Terlalu banyak luka inner child yang kamu tanggung, dan perasaan tanpa kasih dan cinta dari keluargamu membuatmu menjadi keras seperti ini Seinzi," Pikirnya.
"Karena itu aku ingin selalu ada disisimu, aku ingin menunjukkan kamu tidak sendiri kamu masih memiliki aku," tambahnya.
"Ka!" Panggilan Sevin membuat Irina tersadar dari lamunannya. "Kaka mendengarkan aku, kan ka?" tanyanya memastikan sambil memandang wajah Irina.
Lift berhenti di lantai tujuan Sevin dan Irina. Pintu terbuka dan mereka pun keluar dari lift.
"I-iya sevin. Tentu," jawab Irina terbata. "Lalu apa yang kamu minta kepada papamu sevin?" tanya Irina sambil berjalan menuju meja kerjanya.
"Rahasia. Nanti juga kakak akan tahu. Aku keruanganku dulu ya ka," pamit Sevin. Berjalan dengan riang seolah melayang di lantai.
"Sevin itu selalu terlihat seperti anak-anak." Dalam hati Irina memandangi kepergian Sevin. "Tetapi dia pria yang baik dan selalu bisa diandalkan. Tidak aku pungkiri dia juga pria yang manis," pikir Irina tanpa sadar menyunggingkan senyumnya.
"Cinta kepadaku dia bilang." Dari kejauhan Seinzi memperhatikan Irina. "Lihat saja bagaimana cara dia menatap Sevin. Tatapan yang juga penuh cinta. Wanita munafik," katanya lagi di dalam hati.
"Penuh kepura-puraan. Mana ada orang yang bisa mencintaiku dengan tulus selain ibuku. Semua orang disekitarku sama saja," sambungannya sambil berjalan melewati meja kerja Irina menuju ke ruang kerjanya.
Irina memandang Seinzi dan memberikan senyum simpulnya yang malu. Namun Seinzi sama sekali tidak meresponnya. Dia berjalan dengan angkuh menuju ruangannya. Namun Irina tidak pernah sakit hati, dia selalu bisa memahami dan memaklumi Seinzi. Dan sikap dingin dan acuhnya malah membuat Irina semakin tertarik kepadanya.
Irina bekerja sebagai sekretaris pribadi Seinzi di perusahaan. Setelah lulus kuliah, Tuan Bardy menunjuknya secara pribadi Irina untuk bekerja di sana sebagai sekretaris Seinzi. Dan karena hal itu juga, Seinzi tidak bisa menolaknya. Mau tidak mau dia bekerja bersama Irina.
Jam makan siang saat teman yang lain berhamburan keluar kantor untuk mencari makan Irina tetap di mejanya. Saat di kantor hanya tinggal beberapa orang, Irina membawa kotak makan ke ruangan Seinzi.
Tok...tokkk....tokkkk
Irina mengetuk pintunya. Hingga sahutan suara Seinzi dari dalam mempersilakan untuk masuk.
"Permisi, Direktur! Sudah waktunya makan siang," kata Irina memasuki ruangan kerja Seinzi.
Seinzi masih sibuk dengan pekerjaan di mejanya.
"Kamu nggak lihat aku lagi ngapain?" ketus Seinzi.
"Iya Direktur saya lihat kok. Karena itu saya ke sini. Makan dulu ya, aku membawakan makanan kesukaanmu," kata Irina Tersenyum manis menaruh kotak makannya di atas meja.
Seinzi hanya melirik sedikit dan kembali sibuk.
"Mau aku suapin aja?" tanya Irina membuka kotak-kotak berisi makanan yang telah dia siapkan dari rumah.
Pria paling jaim itu pun menaruh perhatiannya kepada makanan yang Irina bawa daripada harus disuapin layaknya anak kecil.
"Bisa nggak sih kamu itu jangan terlalu perhatian sama aku?" pintanya menerima kotak berisi nasi.
"Nggak bisa. Aku udah begini dari dulu." jawab Irina.
"Aku jadi seperti nggak punya ruang harus dibuntuti kamu terus," ketusnya mengambil lauk di kotak lain.
"Gitu ya. Tapi biarin, asal keperluaan kamu terpenuhi dan kamu nggak gampang sakit," jawab Irina bertopang dagu memandang kagum kearah Seinzi yang sedang makan.
"Kenapa kamu nggak makan?" tanya Seinzi.
"Nggak, nanti aja,"
Seinzi berhenti makan sejenak seolah berpikir. Irina menatapnya bingung.
"Apa kamu memberikan makanan ini juga kepada Sevin?" tanyanya.
"Nggak. Apa aku perlu memberinya?" tanya Irina berdiri dari duduknya dan mengambil satu kotak makan.
"Eh...jangan. Aku lagi makan!" tegurnya menarik kotak yang akan Irina bawa. Irina menahan tawa melihat Seinzi yang seperti itu.
Hari semakin sore ketika Irina selesai dengan pekerjaannya. Kantor sudah sepi karena hampir semua karyawan sudah pulang. Beberapa kali dia melihat ke arah ruangan kerja Seinzi. Betapa penasarannya ia karena Seinzi belum juga keluar dari ruangannya. Ia berdiri hendak pergi ke ruangan Seinzi.
"Ka Irina!" Namun terhenti oleh kedatangan Sevin. "Belum pulang? Ayo kita pulang bersama!" ajak Sevin dengan senyuman sehangat matahari pagi meski ini sudah sore hari.
"Eum, aku menunggu ka seinzi."
"Pulanglah bersamanya, kenapa harus menunggu ku?" sahut Seinzi tiba-tiba keluar dari ruangannya.
"Tidak!" sergah Irina cepat. "Biasanya aku juga pulang sama kamu kan?"
"Maaf Sevin, aku akan pulang bersama ka seinzi. Tidak apa-apakan? Kamu tidak akan marah kan?"
"Nggak kok ka, tenang saja," jawab Sevin tersenyum dipaksakan.
Irina berjalan cepat mengekor dibelakang Seinzi. Mereka memasuki lift.
"Sevin, cepat naik! Kita turun sama-sama," ajak Irina melambai riang ke arah Sevin.
"Oh iya ka!" Sevin setengah berlari, bergegas masuk ke dalam lift.
"Semua ini akan segera berakhir. Ka Irina tidak perlu terluka lagi dengan sikap kasar ka Seinzi," pikir Sevin yang berdiri di belakang Seinzi sambil memandang Irina penuh senyum.
"Ada apa dengan anak itu? Kenapa dia tersenyum penuh makna begitu?" tanya Seinzi di dalam hatinya menatap sinis ke arah Sevin dari pantulan di pintu lift.
...****************...
Apakah yang sedang direncanakan Sevin sebenarnya? Bisakah dia berhasil membuat Irina tidak terluka lagi karena Seinzi?
Tunggu di chapter selanjutnya ^_^
Tinggalin jejak kalau udah mampir ya kawan. Like n komen jangan lupa ^_^
Terimakasih
Follow aku dan ig aku @areunanuera
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
EYN
Bagus, Kak...
Semangat 👍👍👍
2023-08-23
2
naina
baru mulai baca, udh seru.
semangat thoorr 💪💪💪
2023-07-29
1
PORREN46R
semangat terus ya author. ceritanya bagus kali.
2023-06-30
1