"Apa kamu mau menikah dengan tuan muda Sevin?" sambung Ibu Irina menyela Irina.
"Sevin?" Irina sangat terkejut.
"Iya. Dia memintaku melamarkan dirimu untuknya. Kamu tahu kan Sevin itu seperti apa. Kalau dia menginginkan sesuatu dia akan bersikeras untuk itu," timpal Tuan Bardy.
Irina mematung, Bagai mendengar petir di malam hari, dia terkejut dan tak percaya dengan apa yang dia dengar ini.
"Jadi lamaran ini untuk Sevin?" tanya Irina memastikan.
"Bukan Seinzi yang melamarku? Mengapa ini jadi seperti ini? Sevin sangat tahu aku hanya mencintai Seinzi, tetapi dia...," Batin Irina terasa sesak. Harapannya berakhir dengan kekecewaan, tidak ada Seinzi seperti yang dia inginkan.
"Iya ka. Aku meminta papa untuk melamar kaka." ungkap Sevin seraya berdiri menghadap Irina. Senyum cerah terlukis di wajah tampannya.
"Bagaimana apa kamu bersedia Irina." tanya Bardy lagi. Bagaikan sebuah slow motion di film, Irina menoleh perlahan ke arah Bardy dengan tatapan hampa.
"Eu, mohon maaf tapi saya rasa saya masih perlu waktu." jawab Irina gemetar sambil berlari keluar.
"Irina!" panggil ibu Irina dan Sevin berbarengan.
"Apa-apaan anak itu? Kenapa dia bersikap tidak sopan begitu?" keluh Tuan Bardy emosi.
"Maafkan putri saya tuan!" ucap Ibu Irina sambil membungkuk tanda menyesal.
"Apa dia menolak menikah dengan Sevin?" hardik Tuan Bardy.
"Iya, dia sepertinya tidak mau menikah dengan anak kita, Pa?" ujar Dania, menyetujui.
"Eu, Bukan gitu maksud Irina Mi, Pa. Kita datang mendadak, mungkin Irina hanya terkejut." jelas Sevin mencoba menenangkan kedua orangtuanya.
"Aku akan bicara dengan Irina ya Mi, Pa? Mami, Papa pulang dulu saja." Sevin bergegas mengejar Irina.
"Tetapi aku belum menjamu makan kalian." Ibu tampak begitu bersalah dalam wajahnya yang tertunduk.
"Kami sudah tidak berselera." jawab Tuan Bardy ketus. "Tolong buat Irina mengerti posisi kalian. Kalian banyak berhutang budi pada kami. Jangan mengecewakan kami."
"Baik Tuan. Sekali lagi saya minta maaf yang sebesar-besarnya."
"Kami permisi!"
"Tahu diri sedikit!" ketus Dania mendorong pelan bahu ibu Irina.
"Maaf nyonya." jawab ibu lagi sambil menunduk menyesal.
"Irina kenapa kamu seperti itu nak?" tanya ibu di dalam hatinya. "Padahal tuan muda Sevin anak yang baik dan ibu lihat dari kedekatan kalian, kalian begitu cocok. Apa kamu masih mengharapkan tuan muda Seinzi yang tidak pernah menganggapmu?"
Di taman lingkungan perumahan Irina, Irina menangis sambil duduk di tepi danau buatan. Susana taman yang hanya diterangi beberapa lampu taman begitu sepi hingga Irina tidak malu untuk menangis sendiri.
"Ka," Sevin memanggil dari belakang Irina.
Irina berdiri sambil mengusap air mata yang membasahi pipinya. Dia membalikkan badannya menghadap ke arah Sevin.
"Kenapa kamu melakukan itu?" tukas Irina, terlihat marah kepada Sevin.
"Kamu selalu tahu bahwa aku hanya mencintai Seinzi dan selamanya hanya mencintai dirinya. Tetapi kenapa tiba-tiba kamu mengambil keputusan seperti itu?" Nada suaranya meninggi diakhir dan diiringi air mata yang ikut mengalir.
"Maafkan aku ka, aku hanya tidak ingin melihat kakak terluka lagi karena ka Seinzi. Aku ingin kakak bisa bahagia."
"Bahagia? Bahagiaku hanya saat aku bisa bersama Seinzi." pekik Irina memukul-mukul kecil lengan Sevin.
Sevin merengkuh tangan Irina dan membawanya ke dalam pelukannya.
"Ka, aku mohon," pintanya sangat. "Bila kakak melakukan ini hanya karena rasa bersalah kakak, aku mohon hentikan ka. Mungkin benar karena kakak ka Seinzi celaka waktu itu tetapi itu bukan alasan untuk kakak menghukum diri kakak sendiri, seumur hidup kakak."
Irina melepas pelukan Sevin lalu berteriak, "Kalian berdua sama saja!
"Menganggap cintaku ini karena aku merasa bersalah. Cinta dan keinginan bersama Seinzi bukan karena aku merasa bersalah tetapi aku benar-benar mencintai Ka Seinzi. Dia adalah hidupku. Walau bagaimanapun cara dia memperlakukan aku, cintaku masih lebih besar dari rasa sakitku. "
Irina menyatukan kedua telapak tangannya di hadapan wajahnya, "Sevin, aku mohon. Tolong hentikan lamaran ini tanpa perlu aku menolakmu di depan orangtuamu!" Mata Irina kembali mengeluarkan air mata. "Jangan buat posisiku sulit."
"Tidak ka, aku akan tetap dengan rencanaku. Aku akan menunggu jawaban setuju dari kakak." Sevin bersikukuh. Dia berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Irina.
"Sevin jangan keras kepala!" Teriak Irina.
"Apa bedanya aku dengan kakak yang keras kepala mencintai Ka Seinzi. Aku tidak akan gentar, tekadku sudah bulat dan aku akan menikahi kakak," tekad Sevin di hatinya.
...****************...
Irina kembali ke rumah dan hanya berdiam diri di dalam kamar. Kamar Irina hanya ruangan kecil berukuran 2x3 meter. Di sana hanya terdapat sebuah dipan kayu berwarna coklat tua. Dan dekat pintu bersebrangan dengan tempat tidur terdapat lemari bajunya.
Ibu mengetuk dan masuk meski belum mendapat jawaban dari Irina.
"Kenapa kamu tadi bersikap seperti itu di depan tuan Bardy?" Dengan marah ibu mempertanyakan. "Membuat ibu merasa tidak enak hati saja."
"Maafkan aku bu. Aku hanya terkejut jadi aku bingung harus menjawab apa." dalih Irina memelas.
Ibu mendekatinya.
"Kamu bingung karena ternyata tuan muda Sevin yang melamar bukan tuan muda Seinzi. Begitu kan?" tebak ibu dengan jitu.
Irina menatap terkejut kepada ibunya yang tampak menahan emosinya.
Irina merasa bersalah lalu menunduk sedih. "Iya." gumamnya dengan berat.
Ibu duduk di sisi Irina diatas tempat tidur. Ibu menggenggam tangan irina dan matanya mulai berkaca-kaca.
"Irina dengarkan ibu nak. Kita ini hanya bawahan mereka, nasib baik salah satu dari mereka ingin menikah denganmu. Kita tidak bisa memilih dengan seenaknya. Kita banyak berhutang budi kepada tuan Bardy jangan membuatnya kecewa dengan menolak lamaran anak kesayangan mereka. "
"Kenapa begitu ibu?" tanya Irina memandang nanar. "Ini tentang pilihan sekali untuk seumur hidup. Yang aku cintai hanya Seinzi."
"Apa yang kamu harapkan dari Tuan Seinzi? Sampai kapan kamu mau menunggu dirinya menikahimu? Bahkan hingga saat ini hubungan kalian tidak memiliki status. Lupakan Tuan Seinzi dan terima takdir baikmu menikah dengan tuan Sevin yang baik hati. Jangan membuat ibu malu didepan tuan Bardy." tegas ibu memperingatkan lalu Ibu pergi dari kamar Irina.
Irina mulai menitikan air matanya lagi. Hatinya bimbang untuk memutuskan pilihan yang dihadapkan kepadanya. Hatinya sangat ingin bisa menikah dengan Seinzi namun yang ibu katakan pun benar tentang Seinzi. Irina bahkan tidak tahu bagaimana perasaan Seinzi untuknya.
Bila menerima lamaran Sevin dia bisa mendapatkan suami baik yang bisa menyayangi dirinya dengan tulus dan apa adanya, dia pun tidak akan mengecewakan siapapun kecuali hatinya sendiri.
...****************...
**Apakah irina akan menerima lamaran Sevin? Dan bagaimana tanggapan Seinzi tentang pernikahan ini?
Buka chapter selanjutnya yuk.
Jangan lupa untuk like, komen dan vote jg ya teman.
Follow ig aku @areunanuera
Terimakasih**.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
ᴏᴋᴋʏʀᴀ ᴅʜɪᴛᴏᴍᴀ
aku tahu maksud dari Sevin ini baik, krna yg terlihat adalah si Irina ini seperti cinta sepihak saja dengan Seinzi, tapi mungkin cara dia terlalu gegabah krn langsung melamar, sedangkan orang yg sudah hatinya terisi oleh cinta tak akan semudah itu bisa tergoyahkan~~
2023-06-30
1
ᴏᴋᴋʏʀᴀ ᴅʜɪᴛᴏᴍᴀ
budiii ohhh budiiii ~~
2023-06-30
1
Fatisya
ibunya jg bikin emosi...
punya anak kok ga di hargai sama skli...
emngnya kbhgiaan tuannya lbh pntng dri kbhgiaan anak sndri?
knp baca ini lama lama emosi sih..
2023-06-30
1