- Rumah Uti -

***

Ini adalah minggu keduaku di rumah nenek dari pihak ayah, atau biasa kami menyebutnya uti.

Kegiatanku di pagi hari setelah bersih-bersih rumah adalah bersantai di sofa, menyalakan televisi, dan bermain dengan Blackberryku.

Membalas BBM atau bermain twitter dan Facebook.

BBM itu singkatan dari blackberry messanger.

Aku melihat foto-foto terbaru teman kuliahku di liburan mereka, termasuk foto dita yang sedang menjemput adiknya sekolah.

Umumnya foto-foto tersebut mereka bagikan di facebook.

Tentu saja aku langsung meminta maaf pada dita, ayu dan bowo karena harus membatalkan janji dengan mereka.

Meski aku langsung meminta maaf, setelah percakapanku dengan kak alan dan ibu, tapi dita masih sedih karena aku tidak ikut pergi bersama ayu dan bowo ke rumah dia di semarang.

Aku deskripsikan sekilas mengenai suasana rumah liburanku, atau rumah uti yang merupakan ibu dari ayah.

Rumah uti itu hampir seluruh bangunan konstruksinya terbuat dari kayu.

Meski rumah uti sudah berusia sangat tua, tapi penghuninya merawat rumah ini dengan baik.

Halaman depan rumah uti sangat luas, begitupun dengan halaman belakangnya.

Halaman belakang atau kebun belakang, penuh dengan pepohonan, dan tidak ketinggalan kandang kambing dan sapi yang berjejer di samping halaman belakang.

Aku tidak sendiri pergi ke rumah uti, kak alan yang merupakan mahasiswa tingkat tiga ikut menemaniku.

Pergi ke rumah uti saat libur kuliah, atau libur sekolah dulu, sudah menjadi rutinitas wajib yang kujalani bersama kak alan.

Rumah uti ada di kulonprogo, atau biasa kita sebut westprog.

Meski rumah uti sangat jauh dari rumah kami, ayah dan ibu selalu menjenguk uti hampir setiap akhir pekan.

Sementara aku dan kak alan, seringnya berkunjung hanya saat libura panjang.

Hal seru lainnya dari rumah uti ialah, jarak pantai dari rumah uti hanya sekitar sepuluh menit berkendara dengan motor, dan hal itu membuat aku sangat betah di rumah uti.

Pantainya pun masih alami, dan masih sepi, jadi aku yang anak senja, tentu sangat menikmati merenung dipinggir pantai, sambil melihat matahari terbenam.

Saat kami kecil, orang tua kami masih tinggal dengan uti dan akung, biasanya sore-sore ayah selalu mengajak aku dan kak alan ke pantai.

Kak alan bermain layangan dengan teman sebayanya, aku dan ayah memilih untuk mencari kerang.

Aku dibesarkan dilingkungan keluarga yang sangat harmonis dan sederhana. Ayahku merupakan pegawai negeri sipil, sementara ibu dulunya adalah penulis surat kabar, tapi sekarang ibu lebih memilih untuk menjadi full time ibu rumah tangga.

Ayahku cukup tegas padaku dan kak alan, terutama soal moral dan etika.

Meski ayah tegas dengan kami, tapi ayah selalu mendukung apapun keputusan positif yang kami buat.

Ayah sering menceritakan pertemuan dia dengan ibu saat mereka masih mahasiswa.

Aku dan kak alan sampai hafal cerita tersebut, karena selalu diulang setiap ada kesempatan.

Ayah merupakan anak dari seorang nelayan, dan ibu adalah putri tunggal dari dekan di salah satu kampus favorit di jogja.

Mereka mulai menjalin kasih, saat Ibu sudah menjadi mahasiswa tingkat tiga, sementara ayah, ayah merupakan mahasiswa baru.

Menurut ayah, dia sendiri kurang percaya diri untuk mendekati ibu saat itu.

Ayah kemudian menawarkan diri untuk menjadi teman ibu terlebih dahulu, dan secara perlahan, ayah mencuri hati ibu tanpa ibu sadari.

Mereka langsung menikah begitu ayah menyelesaikan kuliahnya dan wisuda.

Menurut ayah, mereka menikah secara nekat, karena saat itu ayah belum punya pekerjaan, dan hal itu yang ayah garis bawahi untuk tidak diikuti oleh aku dan juga kak alan.

Ayah selalu berharap bahwa anak-anaknya tetap mandiri secara finansial, meski suatu saat nanti kami sudah memilih untuk berkeluarga.

Terutama kak alan, ayah selalu menasehati kak alan, bahwa kelak nanti dia akan memiliki tanggung jawab yang cukup berat sebagai kepala keluarga, jadi memiliki penghasilan adalah hal yang wajib.

Ayah juga selalu bilang padaku, menjadi independent itu adalah anugerah yang tidak boleh kita lewatkan.

Setelah menikah, ayah memutuskan untuk membawa ibu tinggal bersama akung dan uti di kulonprogo.

Ayah menghidupi ibu dengan membantu akung melaut, sambil menunggu panggilan kerja, sementara ibu bekerja di surat kabar lokal.

Ibu sendiri tidak masalah kalau keuangan mereka dulu tidak stabil.

Ayah dan ibu juga baru memutuskan untuk menambah anggota keluarga, setelah ayah diterima sebagai pegawai negeri sipil, dan kak alan lahir tepat satu tahun, setelah ayah berhasil menjadi pegawai negeri.

Ayah dan ibu tinggal di kulonprogo selama lima tahun.

Ayah kemudian di pindah tugaskan di kodya, dan menetaplah ayah di jalan kaliurang sampai sekarang.

Akung meninggal tiga tahun lalu, jadi uti tinggal sendiri, tapi ayah tidak terlalu khawatir, karena tante wulan dan keluarganya tinggal disebelah rumah uti.

Tante wulan adalah adik bungsu ayah.

Ayah merupakan anak kedua dari lima bersaudara, ayah memiliki kakak yang bernama tante hesti, tapi tante hesti memilih untuk mengikuti suaminya yang bekerja di batam.

Sementara om raka, tante ninik, dan tante wulan masih tinggal di satu desa yang sama dengan uti sampai sekarang.

Kegiatanku di rumah uti tidak banyak, seringnya hanya bersantai, atau memetik buah yang sudah matang di kebun belakang, kemudian pergi ke pantai sorenya.

Perempuan sebayaku di desa ini, pada umumnya merantau, atau menikah dini, jadi aku tidak memiliki teman sebaya sama sekali di desa ini untuk berbagi cerita.

Satu-satunya teman yang biasa ku ajak curhat disini, hanya wina, sepupuku yang masih SMP.

"Ra bantuin tante masak yuk", ajak tante wulan padaku, yang membuat lamunanku jadi buyar.

"Mau masak apa tante", tanyaku, sambil melihat pesan yang masuk di Blackberryku.

"Alan minta di masakin ikan balado", jawab tante wulan.

Akupun meletakan Blackberryku di meja, lalu mengikuti tante wulan ke dapur.

"Kak alan kemana ya tante", tanyaku ke tante wulan, sambil mengupas bawang.

"Lagi kerumah dek bintang", jawab tante wulan.

Dek bintang itu anak om raka yang baru berusia satu tahun.

"Kalau wina pulang sekolah jam berapa biasanya", tanyaku lagi pada tante wulan.

"Wina jam lima nanti baru pulang", jawab tante wulan.

"Sore amat tante", tanyaku.

"Iya mau main dulu katanya ke rumah indah", jawab tante wulan.

Aku kemudian mulai mendengar keluh kesah tante wulan soal wina anak semata wayangnya.

Menurut tante wulan, wina mulai meminta barang-barang yang mahal, terus cepat emosi, serta kerjanya hanya main terus.

"Maklum tante namanya remaja", jawabku pada tante wulan.

Tante wulan pun hanya menghelai nafas, kemudian memberiku instruksi untuk mulai membereskan cabe.

Kak alan pulang tepat waktu makan siang, dan persis saat kami baru selesai masak.

Kak alan masuk ke dapur dengan muka cengegesan, melihat semuanya siap santap.

Tante wulan kemudian menyuruh kak alan untuk menata meja, dan memanggil uti untuk makan bersama.

"Makan yang banyak le", ujar uti, sambil mengambilkan nasi untuk kak alan.

'Le' adalah sebutan untuk anak lanang, atau anak laki dalam bahasa jawa.

"Nggeh uti", jawab kak alan sopan.

'Nggeh' adalah iya dalam bahasa jawa.

kami pun mulai melahap satu persatu lauk yang ada di depan kami.

Selain ikan balado, ada juga menu wajib di meja makan, seperti tahu goreng dan tempe goreng, serta sayur kangkung yang tidak pernah ketinggalan.

Masakan tante wulan masih jadi favoritku dan kak alan sejauh ini.

Klaim tersebut tentu saja tanpa mendeskritkan kelihaian ibu memasak, tapi lidah tidak bisa bohong, apapun yang tante wulan masak pasti ludes.

Hal itu yang membuat tante wulan selalu menjadi bagian konsumsi, di setiap acara keluarga yang di selenggarakan.

"Uti, alan sama rara minggu depan pulang ya", ujar kak alan pada uti disela-sela makan.

"Kok cepat, baru juga kemaren dateng", ujar uti.

"Udah dua minggu uti, itu bukan kemaren", ujarku.

"Itulah uti kalau dijenguk cucunya, waktu jadi cepat berlalu ya uti", ujar tante wulan ke uti.

"Kalau kerumah uti itu dua bulan, atau tiga bulan, masa cuma sebentar aja", ujar uti sambil menggerutu.

"Liburan semester berapa lama kalian", tanya tante wulan ke kami.

"Sebulan tante tapi tugas belum ada yang di kerjakan", jawabku.

"kalau dua bulan disini ya nanti anak-anak nggak lulus uti", ujar tante wulan ke uti.

"Iya, nanti jadi mahasiswa abadi kalau libur terus", sautku, kemudian disambut oleh tawa tante wulan.

"Kamu nggak nemuin pacarmu lan", tanya tante wulan ke kak alan.

"Minggu depan tante", jawab kak alan.

Kami kemudian melanjutkan makan sambil mendengar tante wulan bergurau, dan menggoda kak alan, soal uti yang menanyakan kapan kak alan akan menikahi pacarnya.

Percakapan kami saat di rumah uti, sepenuhnya selalu menggunakan bahasa jawa.

Selesai makan, aku memilih untuk duduk di ayunan yang terbuat dari jala, yang terpasang dilangit-langit teras rumah.

Biasanya ayunan ini di gunakan oleh bintang saat main ke rumah uti, tapi semoga saja kuat dan tidak jebol saat aku duduk disini.

Rumah uti itu selalu nyaman dan sunyi, seperti tempat yang tepat untuk refleksi diri.

*

Tiga minggu berlalu tanpa jeda, aku dan kak alan akhirnya pamit untuk pulang ke rumah.

Begitu sampai rumah, aku dengan sigap, langsung menyelesaikan tugasku selama lima hari.

Sisa liburan semester yang tersisa dua hari, aku memilih untuk menghabiskan waktu berkumpul dengan sahabat-sahabatku.

Mia, kiki, nia, dan rani, mereka satu sekolah denganku di SMA.

Aku langsung dekat dengan mereka begitu kami mulai orientasi di hari ketiga.

Aku mengenal mereka semua dari SMA, kecuali kiki.

Kiki merupakan sahabatku dari sekolah dasar, dan kita juga tinggal di satu lingkungan.

Rumah kiki lokasinya di depan rumah nenek dan kakekku.

Kiki hanya tinggal dengan kakeknya, sementara orang tua kiki tinggal di kalimantan.

Rumah kiki merupakan basecamp kami, kami selalu kumpul di rumah kiki sepulang sekolah dulu.

Bahkan sampai sekarang, kami juga masih kumpul di rumah kiki, meski kita semua sudah kuliah di universitas yang berbeda.

Kakek kiki hampir setiap hari di rumah, kami memang terbiasa keluar masuk rumahnya, seolah-olah seperti rumah kami sendiri.

Kakek memaklumi hal tersebut, dan tidak keberatan, asal kami menjaga sopan santun kami.

Kakek juga sering mengutarakan, kalau dia senang saat kami berkumpul, karena rumah jadi ramai oleh tawa kami.

***

Episodes
1 - Pesan singkat -
2 - Rumah Uti -
3 - Sahabatku -
4 - Teman Kampus -
5 - Awal Pertemuan -
6 - Masa Pengenalan -
7 - Pacar Baru Kiki -
8 - Akhir semester dua-
9 - Touring 2010 -
10 - Rasa yang merayap -
11 - Date Pertama -
12 - Ungkapan Dimas -
13 - Terlalu Cepat -
14 - Minggu terakhir liburan -
15 - Pertengkaran Pertama -
16 - Cinta yang semakin dalam -
17 - Hari lahir ku -
18 - Ketemu Mami Mita -
19 - Malam Di Bukit -
20 - Keluarga Dimas -
21 - Nia Sahabatku -
22 - Menghibur Nia -
23 - Cerita Nia -
24 - Kak alan putus -
25 - Date night -
26 - Nasehat Ibu -
27 - Toko Mami Mita -
28 - Minggu di solo -
29 - Rahasia Rani -
30 - Vila Dimas -
31 - Sentuhan Dimas -
32 - Undangan Pernikahan -
33 - Permintaan Dimas -
34 - Rasa Cemburu -
35 - Hari Kelulusan Dimas -
36 - Sebelum Badai -
37 - Pagi Waktu Solo -
38 - Zahra -
39 - Hati Dimas -
40 - Badai Pertama -
41 - Sebuah Kesempatan -
42 - Luka yang kuulangi -
43 - Badai yang bertahan -
44 - Berperang dengan rasa -
45 - Waktu yang enggan untuk membeku -
46 - Dari ada ketiada -
47 - Hidup yang harus di jalani -
48 - Hari Tenang -
49 - Harapan -
50 - Manisnya sebuah impian -
51 - Hari untuk kak alan dan rani -
52 - Perpisahan -
53 - Aku Pergi -
54 - Jakarta -
55 - Konsekuensi -
56 - Melepas rasa -
57 - Pulang ke jogja -
58 - Tahun berganti -
59 - Sosok Baru -
60 - Apa kabar -
61 - Dia kembali -
62 - Selalu untuknya -
63 - Namanya Rasya -
64 - Sikap manjanya -
65 - Arman pergi -
66 - Keputusan -
67 - Petaka pagi hari -
68 - Neraka dunia -
69 - Jalan keluar -
70 - Hati mia -
71 - Udara baru -
72 - Akhir dari cerita -
73 - Lembaran baru -
Episodes

Updated 73 Episodes

1
- Pesan singkat -
2
- Rumah Uti -
3
- Sahabatku -
4
- Teman Kampus -
5
- Awal Pertemuan -
6
- Masa Pengenalan -
7
- Pacar Baru Kiki -
8
- Akhir semester dua-
9
- Touring 2010 -
10
- Rasa yang merayap -
11
- Date Pertama -
12
- Ungkapan Dimas -
13
- Terlalu Cepat -
14
- Minggu terakhir liburan -
15
- Pertengkaran Pertama -
16
- Cinta yang semakin dalam -
17
- Hari lahir ku -
18
- Ketemu Mami Mita -
19
- Malam Di Bukit -
20
- Keluarga Dimas -
21
- Nia Sahabatku -
22
- Menghibur Nia -
23
- Cerita Nia -
24
- Kak alan putus -
25
- Date night -
26
- Nasehat Ibu -
27
- Toko Mami Mita -
28
- Minggu di solo -
29
- Rahasia Rani -
30
- Vila Dimas -
31
- Sentuhan Dimas -
32
- Undangan Pernikahan -
33
- Permintaan Dimas -
34
- Rasa Cemburu -
35
- Hari Kelulusan Dimas -
36
- Sebelum Badai -
37
- Pagi Waktu Solo -
38
- Zahra -
39
- Hati Dimas -
40
- Badai Pertama -
41
- Sebuah Kesempatan -
42
- Luka yang kuulangi -
43
- Badai yang bertahan -
44
- Berperang dengan rasa -
45
- Waktu yang enggan untuk membeku -
46
- Dari ada ketiada -
47
- Hidup yang harus di jalani -
48
- Hari Tenang -
49
- Harapan -
50
- Manisnya sebuah impian -
51
- Hari untuk kak alan dan rani -
52
- Perpisahan -
53
- Aku Pergi -
54
- Jakarta -
55
- Konsekuensi -
56
- Melepas rasa -
57
- Pulang ke jogja -
58
- Tahun berganti -
59
- Sosok Baru -
60
- Apa kabar -
61
- Dia kembali -
62
- Selalu untuknya -
63
- Namanya Rasya -
64
- Sikap manjanya -
65
- Arman pergi -
66
- Keputusan -
67
- Petaka pagi hari -
68
- Neraka dunia -
69
- Jalan keluar -
70
- Hati mia -
71
- Udara baru -
72
- Akhir dari cerita -
73
- Lembaran baru -

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!