"Euhh.." Suara lenguhan terdengar dari seorang wanita yang baru saja siuman dari pingsannya. Ia membuka mata perlahan menyesuaikan sinaran cahaya yang masuk ke kornea matanya.
"Dimana aku?" Tasya bertanya-tanya dalam hatinya, ruangan yang didominasi oleh warna putih dan bau obat-obatan yang sedikit menyengat membuat Tasya mendengus kurang nyaman.
Ceklek.
Pintu kamar mandi terbuka, seorang pria tampan nampak masih mengenakan baju koko keluar dari dalam kamar mandi. Pria itu rupanya tidak menyadari kalau Tasya telah siuman, ia menggelar sajadah kemudian memakai kopyah-nya.
"Pak Bintang? Apa benar ini nyata?" Tasya menepuk berulangkali pipinya untuk meyakinkan diri bahwa yang tengah ia lihat ini nyata bukan hayalan semata. Bintang Hadijaya, pria yang beberapa kali telah ia maki dalam hati. Pria itu kini tengah bersujud dengan damainya di atas selembar sajadah.
Kok gue jadi insecure, bahkan gue nggak ingat kapan terakhir gue menghadap yang kuasa.
"Assalamualaikum warahmatullaah... Assalamualaikum warahmatullaah..." Bintang menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri selepas melaksanan rakaat terakhirnya.
Tasya masih memfokuskan titik pandangan pada sang target cinta. Ia masih tertegun melihat Bintang, pria yang dikiranya tidak jauh berbeda dengan pria-pria nakal di luar sana ternyata dugaannya salah.
"Subhanallahu wabihamdihi... Subhanallahil adzim.." Lagi dan lagi kalimat indah itu terucap sempurna dari dengan untaian tasbih yang ia pegang di genggaman tangan kanannya.
Apa? Kalimat apa itu? Batin Tasya bertanya-tanya, kalimat apa yang tengah disebut berulang-ulang oleh Bintang?
Tasya masih setia memandangi pemandangan sejuk baginya, Bintang yang tengah menghadap kiblat membelakangi dirinya sama sekali tidak menyadari jika wanita itu tengah memerhatikan dirinya.
"Tasya?"
"Tasya?"
"Eh, i..iya Pak."
"Kamu sudah sadar? Sebentar saya panggil dokter." Bintang sudah hendak memencet sebuah tombol di dekat ranjang pasien tetapi Tasya mengentikan gerakan pria itu dengan menggeleng kepala.
"Saya baik-baik saja, Pak." Sahutnya.
"Kalau begitu istirahatlah ini masih tengah malam."
Tasya terlonjak ternyata jam di dinding masih menunjukkan pukul 2 malam, tetapi ibadah apa yang baru saja pria itu lakukan di tengah malam? Itulah pertanyaan yang memenuhi kepala Tasya.
"Siapa yang membawa saya kemari, Pak?"
"Saya, dokter bilang penyakit asma kamu kambuh dan asam lambung kamu juga naik."
Tasya mengangguk paham. Tidak heran lagi, ia memang memiliki riwayat penyakit asma dan lambung, asma dari faktor genetik diturunkan dari sang ibu. Sedangkan penyakit lambung, karena kebiasaan buruknya dahulu yang sangat suka minum kopi dan makan terlambat.
"Terimakasih Pak. Tapi, kenapa Bapak tidak membawa saya pulang saja?"
"Karena saya tidak tahu rumah kamu dimana. Terlebih lagi, di rumah kamu tidak ada dokter bukan?"
"Iya Pak."
Bintang duduk di kursi dekat pembaringan Tasya, Bintang masih memejam mata seraya mengucapkan untaian doa dengan tasbih yang terus bergerak di tangannya. Tasya tentu tertarik untuk bertanya, apa yang sebenarnya tengah dibaca oleh pria itu. Tetapi ia mengurungkan karena tidak ingin mengganggu.
"Pa..pak Bintang?"
"Iya?"
"Kalau boleh tau, tadi Bapak sholat apa?"
Bintang tersenyum lembut, ia tidak pernah sungkan menjelaskan kepada siapapun mengenai hal ini.
"Sholat tahajud. Kamu juga mau?"
"Sa..saya tidak tau caranya, Pak."
Duar!
Bintang geleng-geleng kepala tak percaya. Ia menarik nafas halus hendak menjelaskan kepada Tasya.
"Kamu Islam kan?"
"I..iya Pak."
"Muhammadiyah? NU atau KTP?" Tanya Bintang diselingi tertawa renyah dan membuat Tasya semakin malu dibuatnya. Ia bahkan tidak tahu apa itu yang baru saja Bintang sebutkan.
"Islam KTP itu seperti apa, Pak?"
"Saya hanya bercanda. Kapan terakhir kamu melakukan sholat."
"Saya lupa, Pak."
"Jadi kamu lupa semua tata caranya?"
Dan wanita berpakaian pasien itu mengangguk malu.
"Kalau begitu mari saya bantu dan ajarkan caranya." Bintang menuntun Tasya turun dari pembaringan, dengan sabar dan telaten ia menjelaskan tata cara sholat tahajud hingga wanita itu mengangguk paham dan melakukan sendiri sholat tahajud. Malu sekali dirinya, saat pria yang ia targetkan ternyata begitu dekat dengan sang pencipta, sedangkan dirinya? Bahkan lupa bagaimana cara untuk mendekatkan diri.
"Kamu kenapa menunduk terus?"
"Sa..saya malu, Pak."
"Kenapa harus malu? Jangan sungkan bertanya jika kamu ingin tau, Insyaallah saya akan bantu jika saya mampu. Dalam melakukan hal baik itu tidak perlu malu Tasya, karena sejujurnya sang Ilahi selalu dekat denganmu tetapi kamulah yang menjauh dari-Nya."
Deg!
Lagi dan lagi kalimat itu bagai tamparan untuk Tasya.
"Istirahatlah, besok pagi kamu bisa menelfon kedua orangtuamu agar datang kemari."
"Baik Pak."
Sedari tadi sebenarnya Bintang ingin menelfon kedua orangtua atau sanak saudara Tasya. Tetapi wanita itu rupanya mengunci handphonenya dengan password, dan Bintang akhirnya berinisiatif untuk membawa Tasya ke rumah sakit.
Siapa sebenarnya orang ini? Di luar terlihat misterius tetapi begitu lembut di dalam.
⭐
⭐
Tasya mencoba memejam matanya, sedangkan Bintang sudah tertidur di sofa sejak beberapa menit yang lalu. Ia mengirim pesan pada Mami Lauren agar menjemputnya di rumah sakit besok pagi, tapi tidak akan ada balasan karena ia yakin ibunya itu telah terlelap dalam tidur dan besok pagi wanita paruh baya itu pasti akan memarahinya habis-habisan.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Seorang wanita paruh baya berpakaian gamis lengkap dengan hijab yang membalut kepalanya masuk ke dalam ruang rawat Tasya selepas mengucap salam. Tasya sontak keheranan, siapakah wanita itu?
"Loh, Ibu siapa ya?" Tanya Tasya, wanita itu mendekat tersenyum lembut.
"Saya ibunya Bintang, sebenarnya sudah dari semalam di sini. Barusan habis ke musholla, maaf ya nggak tau kalau kamu sudah siuman." Sahutnya. Tasya mengangguk paham seraya menyalami tangan ibu Farina.
"Saya panggil ibu atau Tante, takutnya kurang nyaman." Ujar Tasya sedikit kikuk. Ternyata ibu Farina seumuran dengan Maminya, wanita paruh baya itu masih tampak cantik walau sudah berumur.
"Panggil ibu juga boleh, siapa tau nanti jadi mantu."
Uhuk!!
"Pelan-pelan Nak."
Tasya tersedak minuman yang baru saja diteguknya, Ibu Bintang pun dengan perlahan mengusap punggung gadis cantik itu.
"Bintang itu jarang sekali membawa seorang perempuan ke rumah. Makanya Ibu tuh seneng banget pas liat kamu di rumah walaupun dalam keadaan pingsan."
Melihat kesempatan emas, tiba-tiba terbersit ide gila di dalam benak Tasya. Mungkin ini adalah salah satu cara untuk menarik perhatian Bintang, dengan mendekati ibunya.
"Maaf Bu, apa sebelumnya Pak Bintang tidak pernah bercerita?"
"Bercerita perihal apa ya?"
"Kalau saya itu adalah pacarnya."
Deg!
Hati Ibu Bintang berdetak kencang, kenapa putranya itu tidak pernah memberitahu dirinya bahwa gadis cantik itu adalah sang kekasih hati.
Mati gue!! Duh, kok bisa sih bilang kaya gitu! Gila Lo Tas, bener-bener gila.
"Kamu nggak bohong kan?"
"Lebih tepatnya saya yang suka sama Pak Bintang, Bu." Tasya tertunduk malu, ia sudah terlanjur menceburkan diri dalam rencana gilanya ini.
Tasya membisikkan sesuatu di telinga Ibu Bintang dan sontak wanita paruh baya itu bersorak kegirangan dan seketika mengangguk mengiyakan permintaan Tasya.
Langkah besar sudah gue ambil! Mau nggak mau gue harus selesaikan ini, lihat aja Mon gue akan buktikan ucapan gue kalau gue pasti akan menaklukkan dia. Tanpa jatuh cinta padanya!
⭐
⭐
Vote like and komennya say...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments