Seorang wanita terlihat menikmati secangkir kopi saat terjadi keributan di salah satu cafe elit Jakarta. Keributan itu terjadi karena ada pelanggan yang tidak membayar pesanannya.
"Makanya, kalau gak bisa bayar gak usah sok makan di cafe." maki salah satu pelayan cafe.
Si wanita menghela nafasnya. Merasa pening mendengar seseorang berbicara sangat keras. Sangat mengganggu telinga, inner wanita itu.
"Biar saya yang bayar." perhatian orang-orang kini tertuju pada wanita itu. Dia beranjak dari kursihnya dan menghampiri sumber keributan.
"Dia kenalan saya." semua karyawan di cafe itu terperanjat karena wanita itu mengaku mengenal pemuda yang telah mereka maki.
"Tolong sekalian total dengan pesanan saya."
"Maaf, saya tidak tahu anak ini kenalan anda."
Tidak ada yang berani menyebut uang yang harus dibayar. Lagipula, siapa yang berani menagih uang pada pemilik cafe?
Pengunjung cafe memperhatikan mereka sambil menikmati pesanan dan ada beberapa pria yang terus menatap si wanita karena merasa kagum.
Semua mengenal wanita itu, sosok yang sangat dikagumi banyak orang. Bukan hanya pria, banyak wanita yang juga mengaguminya.
Cantik, kaya, pekerja keras, memiliki etika yang sangat baik, benar-benar wanita yang nyaris sempurna dimata orang-orang.
Nadira, nama wanita yang menolong pemuda yang baru saja dimaki-maki karena tidak bisa membayar pesanannya.
Nama Nadira pernah tranding sebagai wanita yang berhasil sukses berkat usaha dan kerja kerasnya. Pantas banyak yang mengenalinya.
"Kalian melakukan pekerjaan kalian dengan baik, tidak perlu meminta maaf." wanita itu terlihat tenang saat bicara.
"Tapi-"
"Lain kali, bicara baik-baik. Jangan langsung memaki pelanggan, hanya karena dia lupa membawa uang."
"Saya mengerti, sekali lagi maafkan kami."
"Hm." wanita itu -Nadira bergumam membalas permintaan maaf karyawannya.
"Maaf sudah membuat keributan dan membuat kalian tidak nyaman. Silahkan nikmati kembali hidangan kalian."
Nadira meminta maaf pada pengunjung lain di cafenya. Semua karyawannya ikut meminta maaf dan dibalas senyuman oleh para pelanggan. Ini alasan cafe Nadira ramai pengunjung, karena mereka mengutamakan kenyamanan pelanggan.
Beberapa pria yang daritadi memandangi Nadira semakin kagum. Benar-benar wanita yang sempurna, pikir mereka.
Nadira menatap pemuda yang memandanginya dengan wajah bingung yang kentara. Tentu saja pemuda itu bingung karena sebenarnya mereka tidak saling mengenal.
Nadira hanya asal mengatakan bahwa pemuda ini kenalannya hanya untuk menolongnya. Nadira kasihan melihatnya dimaki-maki di depan banyak orang di cafe.
"Ayo, pergi." Nadira menarik tangan pemuda itu keluar dari cafe miliknya. Nadira tahu pemuda itu masih bingung, tapi tidak ada waktu untuk menjelaskan semuanya.
Suara bisik-bisik terdengar sebelum mereka keluar dari cafe, tapi Nadira tidak memperdulikannya dan terus melangkah keluar dari cafe.
Lagipula, mereka membisikan hal baik untuk Nadira dan membisikan hal yang kurang baik untuk pemuda yang ditolongnya.
"Tunggu!" pemuda yang tidak Nadira kenali itu menahan langkahnya tepat di depan pintu cafe, dan membuat langkah Nadira ikut terhenti.
"Benar kamu mengenalku?" tanyanya bingung. "tapi seingatku, ini pertemuan pertama kita."
Nadira mendengus. Sepertinya pemuda ini tidak mengerti, Nadira hanya menolongnya.
"Kita memang tidak saling mengenal, aku hanya menolongmu yang dimaki-maki oleh mereka. Kamu tidak mengerti situasinya?"
"Oh? begitu ya? aku kira kita benar-benar saling mengenal." reaksi pemuda itu membuat mata Nadira memicing.
"Aku kira kamu juniorku di kampus, hehe."
Junior? Nadira tidak salah dengar?!
"Aku bukan anak kuliah, dan bahkan aku ini lebih tua darimu. Dasar bocah." kesal Nadira.
"Ho?" pemuda yang dipanggil bocah itu melihat Nadira dengan pandangan menyelidik. Seperti tidak percaya Nadira lebih tua darinya.
"Berapa usiamu?"
"Tidak sopan bertanya usia!"
"Kenapa? aku hanya bertanya!"
"Sudahlah, aku harus pergi sekarang. Tidak perlu berterimakasih. Selamat tinggal."
"Hey!" lengan hoodie Nadira ditarik dan membuat langkah wanita itu terhenti.
"Dasar pamrih." cibirnya sambil memasang wajah lucu. "Baiklah, terimakasih."
Nadira terpaku melihat senyuman pemuda di depannya. Tampan dan manis, kata yang mendeskripsikan pemuda ini.
Nadira tidak memiliki ketertarikan terhadap pria, tapi pemuda ini mampu membuatnya terpesona hanya dengan senyumannya.
Hey! Nadira normal, dia bahkan menyukai pria dari negeri ginseng. Hanya saja Nadira merasa pria tidak menarik di hidupnya.
Pria hanya memberi uang pada wanita, tapi meminta wanita memberikan segalanya. Tidak semua pria, tapi kebanyakan pria seperti itu.
"Tapi aku masih belum mengerti kenapa mereka membebaskan kita?"
Nadira menganga mendengarnya. Pesona pemuda ini lenyap begitu saja.
Nadira benar-benar tidak tahu pemuda seperti apa yang dihadapinya sekarang.
"Kita belum bayar, tapi mereka membiarkan kita pergi. Apa mereka membebaskan kita begitu saja karena kamu cantik?"
Hah? Nadira tidak bisa berkata-kata lagi.
"Kalau benar, aku harus makan bersamamu biar bisa makan gratis setiap hari."
Plak!
Nadira memukul lengan pemuda itu, dan membuatnya sedikit menggaduh.
"Cafe itu milikku, bodoh. Mana mungkin ada cafe yang tidak meminta bayaran hanya karena pelanggannya cantik."
"Hoh? jadi kamu pemilik cafenya? keren!"
Nadira menggeleng melihat reaksi pemuda asing yang membuatnya kesal itu.
"Tapi aku serius, kamu memang cantik."
"Ya, terserah! aku harus pergi sekarang. Lain kali jangan lupa bawa dompetmu."
"Tunggu!" Nadira memejamkan mata saat lengan hoodienya kembali ditarik.
"Kenapa lagi? kamu mau apa? kamu tidak dengar kalau aku harus pergi?"
"Aku tidak memiliki tempat tinggal."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Hasna
semangat Thor...
2022-04-20
1