Part 2

#Dibuang_seperti_sampah

#part_2

Kalau saja aku bisa mengikuti saran pembaca KBM di sini, mungkin mas Zaka sudah aku tendang saat itu juga. Hahahaha

***

Sudah jatuh tertimpa tangga pula, mungkin itu peribahasa yang tepat menggambarkan keadaanku sekarang.

Bagaimana bisa, mas Zaka dengan mudahnya mengucapkan kata-kata seperti itu di saat kondisiku masih lemah.

Meskipun mungkin itu kemauan ibunya, tidak bisakah mas Zaka menahan diri untuk tidak mengatakannya kepadaku? Menunggu aku sampai sembuh?

Ataukah mungkin, dia sependapat dengan ibunya, setuju untuk menceraikanku?

Lagi-lagi air mataku tak kuasa kutahan.

"Terus, kalo maunya kamu gimana mas?." Isakku sambil memandang mas Zaka

Mas Zaka mengalihkan pandangannya ke jendela. Dia menghela nafas sebelum akhirnya berkata.

"Aku ikut kata ibu aja Sha, mungkin ini yang terbaik. Aku pernah melawan perintah ibu dengan menikahimu, aku nggak mau lagi salah mengambil keputusan." Mas Zaka bangkit dari duduknya dan berlalu keluar meninggalkanku.

Seketika tangisku pecah, tak ada yang dapat aku lakukan selain menangis. Meluapkan segala sesak di dada, menumpahkan semua rasa kecewaku terhadap ibu mertuaku, terutama terhadap mas Zaka.

Bukannya aku hendak mengungkit apa yang saja yang sudah kulakukan untuk mas Zaka dan keluarganya. Hanya saja, bisakah mereka memikirkan sedikit saja perasaanku, mengingat sedikit saja apa yang sudah aku lakukan di keluarga mereka. Pernahkah aku menentang kemauan mereka?

Masih kuingat jelas, bagaimana baiknya ibu mertuaku menyambutku d rumahnya. Sampai sekarang, aku tidak tahu apa yang mas Zaka katakan kepada ibunya, sehingga beliau menerimaku sebagai menantunya.

Aku tinggal di rumah sederhana, tepat di belakang rumah ibu mertuaku. Ibu mertuaku bilang, rumah itu memang sudah di persiapkan untuk mas Zaka dan istrinya.

Tak lama setelah menikah, aku benar-benar bahagia. Bagaimana tidak, mereka memperlakukanku layaknya anggota keluarga baru. Mas Zakapun tak henti-hentinya memberiku perhatian-perhatian kecil yang mebuatku semakin melambung ke awan.

Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa sudah 3minggu aku menikah dan Mas Zaka. Mungkin karena terlalu bahagia, aku sampai tidak sadar kalau selama itu pula, semua kebutuhan rumah tangga memakai uangku. Akupun tidak pernah mempersalahkannya.

Sampai suatu ketika, setibanya kami di rumah, akupun menanyakan perihal gajinya. Bukannya aku meminta semua gajinya, hanya saja...bukankah sebagai istrinya aku berhak mendapatkan nafkah lahir, meskipun aku mempunyai pendapatan sendiri?

"Mas, kamu sudah gajian ya?." Tanyaku kala itu, saat sedang menonton tayangan di salah satu stasiun televisi.

"Sudah habis Sha." Ucapnya acuh, matanya tetap fokus melihat tayangan di televisi.

"Kok bisa mas? Emang buat apa?."

"Kamu pikir, uang yang kemarin aku kasih ke kamu, mas kawin, beli perabotan rumah tangga, dan ***** bengek lainnya uang darimana?." Ucapnya sedikit emosi sambil menunjuk semua perabotan yang ada di dalam rumah.

"Loh, bukannya pake uang tabungan kamu mas?." Ucapku masih bersabar.

"Mimpi kamu! Gajiku kan cuma 900rb!." Ucap mas Zaka sambil berlalu masuk ke kamar.

Ah, mungkin ini pentingnya pendekatan sebelum menikah. Bodohnya, aku tidak pernah bertanya berapa pendapatan mas Zaka saat itu, yang kutahu, mas Zaka sudah bekerja. Dan itu cukup. Aku berangan-angan ingin mulai dari nol bersama mas Zaka, jadi tidak terlalu kuperdulikan berapa penghasilannya, dan kerja dimana.

Aku menikah dengan mas Zaka yang sudah ku kenal selama kurang lebih 5 tahun. Mas Zaka sendiri teman semasa kuliahku saat itu, kami sama-sama mengambil kelas karyawan saat itu.

Aku dan mas Zaka hanya sebatas teman kuliah saat itu, tidak lebih. Tetapi aku bisa merasakan, kalau mas Zaka mempunyai perasaan lebih terhadapku.

Aku sering mendapatinya menatapku, memberiku perhatian kecil, menawariku tumpangan pulang ke rumah, ketika pulang kuliah yang larut malam. Sampai akhirnya Mas Zaka menyatakan perasaannya.

Saat itu aku masih abai terhadap semua perhatian mas Zaka, tetapi mas Zaka meyakinkanku akan menungguku.

Lambat laun, akupun akhirnya luluh dengan apa yang telah mas Zaka lakukan demi mendapat perhatian dariku.

***

Setelah perihal gaji, akupun melihat perubahan sikap mas Zaka, dia terlihat mudah marah, cuek, dan tidak segan untuk membentakku, meskipun aku hanya melakukan kesalahan kecil.

Saat itu aku mengira, mungkin mas Zaka merasa tersinggung karena aku menanyakan gajinya, padahal bukankah dari semua uang yang dia dapat, ada hak aku juga sebagai istrinya?

Atau mungkin, mas Zaka merasa minder, karena uang gajiku lebih besar dari uang gajinya? Entahlah...

Bahkan mas Zakapun tak segan berbuat kasar dan memaksa saat menggauliku. Sungguh bodoh, meskipun begitu aku tetap saja melayani mas Zaka dengan baik.

Pernah satu waktu aku sedang sakit, mas Zaka meminta haknya sebagai suami kepadaku.

"Maaf mas, aku lagi pusing mas. Besok aja gak apa-apa ya?." Pintaku memelas. Sungguh, saat itu aku merasa badanku agak demam.

"Dosa kamu kalau nolak permintaan suami! Lagipula, kalo kita melakukannya, nanti sakitmu bisa cepet sembuh, karena pindah ke badanku."

Jujur aku jijik mendengar ucapan mas Zaka kala itu, tapi lagi-lagi aku sungguh perempuan bodoh, aku menyanggupi permintaannya. Aku beranggapan, beginikah yang dilakukan istri sholehah? Ataukah, beginikah yang dilakukan istri yang buta akan cinta?

Sejak itu aku tidak pernah berani mengungkit masalah gaji, selama aku mampu, biarlah... Aku saja, ah... sungguh bodoh aku saat itu.

***

"Suamimu kemana dek?." Tanya mas Dika, suami kak Yanti begitu tiba di rumah sakit.

"Mungkin beli makan siang kak" ucapku dengan suara bergetar.

Akupun langsung menyeka air mataku kasar, khawatir kak Dika menanyakan perihal air mataku. Tapi naas, mataku terlihat begitu sembab seperti habis menangis.

"Kamu habis nangis dek? Ada masalah?." Tanyanya lagi sambil memperhatikan raut wajahku.

"Nggak kak, aku cuma lagi berasa sakit bekas operasi tadi." Ucapku berbohong.

"Perlu kakak panggilin dokter?." Tanyanya khawatir.

"Eh..nggak usah kak, nanti habis minum obat pereda nyeri juga hilang."

Seharian itu, mas Dika lah yang menemaniku di rumah sakit. Karena sampai sore, mas Zaka tidak menampakkan batang hidungnya.

"Dek, kamu telepon suamimu deh, ini sudah sore. Biasanya kalo sore bukannya waktunya dia ngelap badan kamu? Lagipula, maaf dek...kalau kamu buang air besar, bukan kakak gak mau membantu, tapi rasanya kamu juga bakal risih."

Kak Dika benar, dia hanya kakak iparku, seharusnya Mas Zaka lah yang menjagaku, merawatku saat aku sakit.

"Kakak pulang aja, sebentar lagi mas Zaka sampe kok." Ucapku berbohong lagi. Entah berapa banyak kebohongan yang sudah ku ucapkan.

"Oh..ya sudah, kakak pulang sekarang ya, anakmu Azka lagi aktif banget."

"Azka rewel gak kak?" Sungguh aku sangat rindu dengan anakku.

"Tenang aja, pokoknya kamu fokus sehat aja ya. Kakak pamit dulu, cepet sembuh ya." Kak Dika berlalu dari ruanganku

Sampai malam, mas Zaka tetap tidak datang, berkali-kali aku telepon dan sms, tapi tetap tidak ada jawaban.

Ya Tuhan, aku harus bagaimana?

Kembali air mataku luruh... Badanku terasa demam, aku baru ingat, semenjak kecelakaan, aku tidak pernah memerah ASIku, mungkin karena aku merasakan sakit di bagian kakiku, jadi aku lupa nyeri di bagian payudaraku.

Aku menahan nyeri, hingga tanpa sadar aku terlelap.

***

"Dok, asiku boleh aku perah gak, untuk anakku di rumah?." Tanyaku kala itu saat dokter mengecek keadaanku.

"Ooh, ibu masih asi ya anaknya? Di perah aja gak apa-apa bu, tapi nanti asinya di buang. Soalnya ibu banyak minum obat dan antibiotik. Kalau gak di perah, nanti ibu nyeri. Kalau tetap di perah, nanti ibu bisa menyusui lagi kalau sudah sembuh." Ucapnya sambil tersenyum.

Aku hanya mengucapkan terima kasih sambil tersenyum getir. Sepihak aku memutuskan untuk menghentikan ASIku, aku hanya mengompres dengan air hangat yang aku minta pada perawat saat memberikan obat untukku. Aku juga meminta bantuan kepada perawat membantuku meminum obat.

Dengan susah payah mengompres payudara kulakukan sendiri, meskipun akhirnya semua badanku basah. Bagaimana mungkin aku bisa dengan baik mengompres payudaraku, untuk miring ke kanan dan ke kiri saja aku sulit.

Sampai siang, mas Zaka tetap tidak menampakkan batang hidungnya. Aku bingung harus berbuat apa, belakang badanku rasanya panas sekali, karena biasanya aku di bantu miring ke kanan atau ke kiri, agar kulit belakangku tidak luka, karena lembab, panas terkena alas kasur rumah sakit.

Beberapa teman kantorku yang menjengukku heran, kenapa tidak ada yang menjagaku di rumah sakit. Ah aku sampai bingung harus memberikan alasan apa lagi. Saat siang, teman kantor yang menjengukku yang membantuku makan siang dan minum obat.

Akhirnya aku memberanikan diri menelpon kakakku, aku beralasan, mas Zaka sudah di terima kerja, jadi tidak ada yang menjagaku di rumah sakit.

Beruntung ada tante Sukma, dia adik ayahku paling bungsu. Kebetulan dia Janda tanpa anak, suaminya meninggal 4 bulan setelah menikah, karena kanker paru-paru. Usianyapun hanya terpaut 3tahun lebih tua dariku.

Ketika kakakku meminta bantuannya, dia dengan senang hati datang untuk menjagaku. Dia juga yang rajin mengelap badanku, membantu badanku miring ke kanan atau ke kiri agar tidak panas, membersihkan kotoranku saat aku buang air besar, bahkan membersihkan darah mesntruasiku.

Semua dia lakukan tanpa risih dan jijik kepadaku. Aku sungguh sangat berterima kasih kepadanya.

Selama hampir 2 minggu, tante Sukma lah yang merawatku sampai aku selesai makan malam dan meminum obat, setelahnya, sesekali Kak Dika yang menjagaku hingga subuh. Karena mas Dika harus pulang ke rumah, dan bersiap-siap untuk kerja. Sedang mas Zaka? Entah kemana dia, aku sudah tak mau ambil pusing.

Sampai suatu siang, ibu mertuaku datang bersama tetangga dekat tampat tinggalku, keluarga besarnya dan mas Zaka. Mereka datang seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

Dapat kulihat, bagaimana ibu mertuaku sangat manis, menceritakan kondisiku kepada tetanggaku. Aah ibu...kalau saja aku lupa cara menghormati orang tua, mungkin saat itu sudah aku ceritakan keadaan yang sebenarnya kepada semua tetangga dan keluarga besarmu.

Tapi semua tidak aku lakukan ibu, masih ada sedikit rasa hormatku kepadamu, ibu dari suamiku, nenek dari anakku.

Tante sukma yang melihatnya, sungguh emosi. Tapi aku berusaha meredam emosinya dengan memegang tangan tante Sukma.

Setelah berbincang-bincang, akhirnya tetangga dan keluarga besar ibu mertuaku pamit pulang, mereka mendoakan aku tetap sabar, dan cepat sembuh. Tak ada yang dapat ku ucapkan selain kata terima kasih, sambil menangis haru, bahwa masih ada yang perduli kepadaku.

Kamarku kembali sunyi, dikamar hanya ada aku, tante Sukma, mas Zaka yang acuh, serta ibu mertuaku. Hening...tak ada sepatah kata yang keluar dari semua yang ada di ruangan ini. Seakan sibuk pada pikiran masing-masing.

"Ya sudah Sha, ibu juga pulang. Sudah sore." Ucapnya sambil menarik lengan mas Zaka yang sedang duduk di pojok kamar.

Tak ada sedikitpun rasa khawatir di raut wajahnya, bahkan tak ada kata-kata bahwa dia rindu Azka cucunya. Dia langsung beranjak pergi meninggalkan ruanganku.

Tetapi, langkah mereka terhenti ketika tante Sukma berkata.

"Bu, maaf. Uang yang tadi di titipkan sama tetangga dan keluarga ibu, bukannya itu hak Aisha? Kenapa ibu bawa? Setidaknya kalau anak ibu tidak bisa memenuhi kebutuhan Aisha, seharusnya jangan merampas apa yang menjadi hak Aisha." Tanteku berkata tegas.

Dapat kulihat raut wajah mertuaku merah menahan emosi.

"Terserah ibu dong, ini kan uang dari tetangga dan keluarga besar ibu, berarti ini juga hak ibu dan Zaka, anak ibu!."

Astaghfirullah bu... Jadi ibu datang menjengukku, bukan karena khawatir dengan keadaanku? Tapi ibu khawatir dengan amplop yang menurutku tidak seberapa, yang di berikan tetangga dan keluarga besar ibu?? Batinku sambil berusaha menahan desakan air mata sialan di pelupuk mata.

💞💞💞

Jangan emosi ya... 😘😘😘

Terpopuler

Comments

mom's ana

mom's ana

suami dan mertua laknat

2021-11-04

0

tika JF

tika JF

itu ibu mertua sama si azka boleh dikubur hidup2 ga thor?

2021-10-01

0

Yeni Kurniati

Yeni Kurniati

kualat entar lo ama mantu sendiri

2021-09-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!