Bram terdiam, matanya terpekur menatap pada lelaki yang beru di kenalnya beberapa jam yang lalu itu. Betapa tenagnya saat dia mendengar kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut lelaki tua yang ramah dan baik hati ini.
“Aku merasa diriku sangat tak pantas berada di dalam rumah Allah, hidupku ini penuh dengan kejahatan. Dosaku ini, bahkan bapak tak akan pernah menyangka, begitu besar dan nistanya. Jika aku menulisnya dalam sebuah buku, mungkin bapak tak cukup sehari dua untuk membacanya. Sebagai seorang laki-laki, aku sangat tak punya perasaan, sebagai seorang suami aku benar-benar telah gagal, sebagai ayah aku sungguh tak layak untuk di panggil ayah.” Bram menundukkan wajahnya lebih dalam.
Mata pak Syarif tertuju pada Bram. Lurus dan dalam. Dia tampak mendengarkan tanpa bermaksud menyela kalimat yang keluar dari mulut Bram.
“Malam ini, saya baru menyadari, karma atas perbuatan kita itu ada, dan Tuhan telah menunjukkannya padaku.” Bram merasakan wajahnya panas. Ingatannya kembali pada apa yang dilihatnya beberapa jam yang lalu, lewat dari tengah malam (Ikhwal cerita kehancuran Bram ini bisa di baca dalam episode 225 di novel Menikahi Tunangan Adikku)
Pemandangan terkutuk itu terasa membuat pandangannya kabur, dadanya bergemuruh hebat. Pengkhianatan di bayar tunai dalam pengkhianatan pula. Seperti bagaimana dia menyelingkuhi istrinya Diah, begitu pula Sally telah menyelingkuhinya dengan terang-terangan. Dan bahkan yang lebih menyakitkan, dia melihat sendiri pemandangan yang luar biasa itu.
Sebagai laki-laki, dia merasa harga dirinya telah di hempaskan sampai ke dasar bumi, dirinya seketika merasa jijik dengan semua yang telah di lakukannya.
“Jika ada orang yang Dzalim pada sesamanya, berbuat dosa di hadapan Tuhan, maka Tuhan akan menurunkan hukumannya. Kita harus mempertanggungjawabkan itu di dunia dan di akhirat. Jika kamu bertemu balasan di dunia, maka itu berarti Tuhan menyayangimu, nak. Tuhan sedang memberikanmu teguran,untuk mengembalikanmu pada jalan yang seharusnya. Tidak apa-apa jika itu terasa sakit, karena semakin sakit maka semakin baiklah dirimu dalam perjalanan kembalimu ke jalanNya.” Pak Syarif sekali lagi melemparkan senyumnya pada Bram, suaranya tenang sekali.
“Tapi…”
Suara Bram terputus saat seorang perempuan dengan hijab sederhana berdiri di depan pintu. Di tangannya ada sebuah baki yang berisi dua gelas cangkir dari seng dan sepeiring penuh singkong rebus yang asapnya masih mengepul, pertanda baru saja di keluarkan dari panci panas.
Bibirnya mengucapkan salam dalam suara yang sangat lembut dan bening, mulut Bram terbuka, dia terpana. Hampir dari dia mengenal perempuan dalam berbagai rupa, tak pernah dia melihat wajah polos yang tanpa polesan sama sekali tetapi terlihat begitu cantik dalam kealamiannya.
Alisnya yang tak becukur cukup lebat, hitam dan berbaris rapi, bibirnya yang tanpa lipstik merona segar di payungi hidung bangir yang manis. Dan saat dia berbicara, matanya seolah sedang berbicara juga, berbinar-binar.
Gadis ini begitu muda, bahkan jika Bram menebaknya mungkin masih berusia belasan tahun atau baru saja tamat sekolah menengah atas paling tidak.
“Isah, bawa kemari kopinya.” Panggil Pak Syarif, membuyarkan kerpanaan Bram pada perempuan muda yang mengenakan baju gamis sederhana itu.
“Permisi…”Gadis yang di panggil Isah oleh pak Syarif, menurunkan tubuhnya dengan sopan sehingga lututnya sekarang berada di lantai teras, dengan wajah yang setengah menunduk dia meletakkan baki di lantai, tepat di depan pak Syarif dan Bram.
Jemarinya halus, mengansurkan cangkir seng berisi kopi ke depan Pak syarif kemudian meletakkan gelas lainnya di depan Bram. Sepiring singkong rebus yang masih mengepul diletakkan di antara dua laki-laki itu.
“Silahkan diminum selagi panas…”Tawarnya sambil memundurkan tubuhnya. Dia tak menunjukkan rasa ingin tahu atas kehadiran Bram, sepertinya dia terbiasa dengan kehadiran orang asing sebagai tamu di rumah mereka. Tapi sikapnya yang santun benar-benar membuat Bram terpesona, Tak pernah Bram melihat perempuan yang sesopan ini bersikap di depan orang. Dia begitu anggun dan sederhana. Jika orang mengatakan bahwa gadis ini adalah bidadari maka Bram akan mempercayainya.
“Abah, Isah mau mengantar Tito ke sekolah pagi ini setelah itu mungkin jika abah bolehkan, kami akan mengunjungi ibu sebentar. Kami akan kembali sebelum Zuhur setelah tito pulang sekolah. Isah akan menyiapkan sarapan sekaligus makan siang untuk abah, jaga-jaga kalau kami terlambat dari waktu seharusnya.” Dia menatap pada Pak Syarif seolah meminta persetujuan.
Pak Syarif menatap gadis itu sesaat lalu menganggukkan kepalanya,
“Pergilah, abah bisa mengurus diri abah sendiri, kamu jangan terlalu kuatir.” Ucap pak Syarif, gadis ini mengangguk dan beranjak untuk masuk kembali tetapi Bram melihat dengan ekor matanya, wajah itu tak sedikitpun melihat padanya, dia benar-benar tenang tanpa ekspresi, seolah kehadiran Bram tak sedikitpun menarik perhatiannya.
Suara deham kecil terdengar dari mulut pak Syarif, menyadarkan Bram atas sikapnya yang masih menatap ke arah pintu di mana bsi Isah ini menghilang.
“Mari di minum kopinya nak, ini sangat enak untuk menghangatkan perut di hari sepagi ini.” Kalimat itu membuat Bram segera mengalihkan perhatiannya kembali kepada pak Syarif.
Ketika dia mengarahkan pandangannya pada pak Syarif, lelaki tua ini sudah menaikkan cangkirnya hampir bertemu bibirnya sendiri. Setelah mengucapkan bismillah terdengar suara seruput yang seolah mewakili rasa nikmat tak terkatakan saat kopi itu masuk kemulutnya.
“Kenapa Nak Bram hanya menatapku seperti itu. Sebaiknya nak Bram mencoba kopi ini. Kopi yang di buat anak bapak pasti akan membuatmu merasakan bersemangat kembali untuk memulai hati.”
Bram menganggukkan kepalanya dan mengambil cangkir kopi yang sangat teramat sederhana itu, seumur hidup Bram tak pernah dia minum seduhan kopi pada sebuah cangkir dari bahan seng seperti ini. Dia terbiasa minum kopi di gelas porselen atau keramik yang di suguhkan di café-café, bahkan di rumahnya sendiri biasanya Diah membuatkannya kopi pada gelas keramik.
Ingatan masa lalu itu mendadak muncul, menerbitkan rasa rindu yang aneh. Hanya karena secangkir kopi, wajah Diah tiba-tiba membayang di depan matanya, memaksa memorrynya bekerja untuk membongkar ingatan pada terakhir kali dia menikmati kopi yang di seduh oleh mantan istrinya itu.
Setahun? Dua tahun yang lalu?
“Akh…” Bram menggerang dalam hati. Rasa sakit itu tiba-tiba merasuk, betapa menyakitkan ketika ingatannya seolah tersesat dalam lupa, sementara rindu itu menggelitik tiba-tiba.
Bram tak bisa menyingkirkan rasa perih karena tak ingat kapan terakhir menikmati kopi yang di buatkan oleh istrinya. Dia sibuk dengan dunianya, bahkan dulu saat Diah menyeduh secangkir kopi padanya, dia kadang mengabaikannya. Kopi itu dingin tanpa tersentuh olehnya, sekelebat wajah kecewa Diah mengganggu pandangannya meski mantan istrinya itu tak berbicara apapun soal bagaimana dia tak pernah menghargai apapun yang telah di lakukan sang istri selama mereka masih bersama.
Dengan memejamkan matanya, Bram meletakkan pinggir gelas cangkir di bibirnya, aroma kopi yang khas itu segera merasuk ke dalam rongga hidungnya. Bram menyeruput kopi itu dengan gemetar, dia tak pernah merasa serindu ini pada Diah.
Ternyata, saat sesuatu telah pergi, semuanya terasa begitu berarti. Seharusnya, saat orang yang mencintai kita masih di sisi kita, kita dapat lebih menghargainya. Dengan begitu, jikapun ada perpisahan tak akan sesal menyesakkan sebesar ini.
Terimakasih sudah membaca novel ini dan selalu setia, kalian adalah kesayangan othor🤗 i love you full....
Jangan Lupa VOTEnya yah untuk mendukung novel ini, biar othor tetap semangat menulis😂🙏🙏🙏
...VOTE, LIKE dan KOMEN kalian selalu author nantikan, ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Aisyah Hayati
ka sebentar sebentar ko aku jadi bingung yaa, bukanakah bram sdh deket sama azizah ibunya tito, terus ini ko tetiba ada aisyah?? 🤯🤕
2022-05-30
3
Mak Azio
menyesal di belakang TK da guna,smua tlh terjadi
2022-05-09
3
Bunda'ne Aqila
kalau sudah pergi pasti baru mengerti betapa kehadiran seseorang yang mengasihi kita begitu berarti
2022-04-24
3