"Olin, katanya kamu jadi saksi penculikan kemarin. Gimana ceritanya?" tanya seorang sahabat, ketika tengah makan siang bersama.
"Ya, kebetulan lagi dapet tugas di ruang Pak Bagas. Aku, disuruh bersihkan kamar mandinya. Dan, ketika itu Pak Bagas meminta saya diam ditempat. Yasudah, Aku diam." ucap Olin.
"Kenapa kamu hubungin Pak Reza? Kenapa ngga hubungin Ali, atau satpam? Mau cari perhatian?" tanya Bu Rena.
"Sumpah, saya ngga pernah cari perhatian dengan siapapun. Tapi, karena mepet, dan melihat daftar panggilan terakhir. Maka, Pak Reza yang langsung saya hubungi, Bu." terang Olin, yang mulai tampak gugup.
"Nah, itu. Nyatanya kamu sempet teleponan. Kamu duluan pasti? Udah deh, Olin. Sadar diri aja, jika kalian itu bagaikna Bumi dan langit." tukas Bu Rena.
Olin pun seketika diam. Apapun penjelasan yang Ia berikan, mereka akan menganggapnya lain. Begitu tinggi, kesenjangan yang ada dalam fikiran mereka saat ini.
Olin pun semakin sadar diri. Dan memilih menjaga hati agar tak semakin sakit di kemudian hari.
Sore ini, Olin kembali membersihkan ruangan Bagas. Ia masuk, dan mengerjakan pekerjaan seperti biasa. Tapi, sebuah memo Ia temukan di meja.
"Datanglah kerumah. Ada yang menantimu disana. Syifa." tulisnya dengan jelas.
"Kenapa, aku harus kesana? Pantaskah? Apa alasan yang harus ku buat nantinya? Karena jika hanya ingi menjenguk, sepertinya aneh ketika wanita menghampiri pria di rumahnya." ucap Olin.
Ia pun kembali bekerja sembari terus berfikir keras. Untung saja, Ia begitu profesional dengan apa yang Ia lakukan. Nyatanya, Ia bisa menahan perasaan hingga saat ini.
"Lin, pulang." ajak seorang sahabat.
"Ya, sebentar." ucap Olin yang tengah membereskan tasnya.
Olin berjalan santai keluar, Ia masih bingung untuk memberi sebuah keputusan. Hingga di jalan, Ia bertemu dengan Ali. Asisten Bagas dan Reza.
"Kamu kenapa?" tanya Ali padanya.
"Pak Ali? Saya tadi dapat Memo dari Ibu. Ini." ucap Olin, memberikan secarik kertas padanya.
"Kamu penasaran ngga, bagaimana dengan keadaannya?"
Olin pun mengangguk, Ia memang penasaran. Apalagi, katanya Reza sudah membaik dan pulang dari Rumah Sakit.
"Kau sudah dapat undangan. Itu sesuatu yang langka, maka datanglah. Mereka itu orang, yang tak pernah melihat orang lain dari status sosialnya. Ibu Syifa pun, dulunya perawat yang merawat Bapak. Tapi, karena semua ketulusannya, Bapak pun begitu mencintai dia."
"Ya, saya tahu, Pak. Hanya sedikit kaget dan sungkan.".jawab Olin.
"Kalau saran saya, ya pergi saja. Apa masalahnya. Kamu kan saksi, jadi wajar kalau kamu datang menjenguk." ucap Ali.
Ia pun bergegas pergi, karena banyak tugas harus Ia kerjakan secepatnya.
"Dateng engga? Dateng, engga? Fikiran Olin yang masih dalam kebingungannya.
Dan setelah memantapkan hati, Ia segera mandi dan berdandan rapi. Olin naik ojek, agar segera sampai kesana.
"Assalamualaikum..." ucap Olin, yang datang ketika mereka tengah santai makan malam.
Wajah Reza langsung tampak sumringah. Yang awalnya pucat, menjadi merona dan berseri bagai anak kecil yang baru saja menadapat hadiah mainan baru dari kedua orang tuanya.
"Olin?" tatapnya takjub.
"Eh, Olin? Masuk sini, kita udah nunggu daritadi." ajak Syifa, menghampirinya dengan ramah.
Olin perlahan masuk meski malu-malu. Ia ikut bergabung bersama yang lain di meja makan. Tak lupa menyapa Reza, yang mengembangkan senyum seluas samudera untuknya.
"Pak Reza, apa kabar?" tanya Olin.
"B-baik, Olin. makasih, udah datang kemari untuk jenguk saya." jawab Reza.
"Iya, Ibu yang undang tadi sore. Katanya, suruh kesini."jawab Olin, dengan jujur.
Reza menunduk, rupanya Olin datang bukan karena dirinya melainkan undangan. Seketika, semangatnya memudar. Ia pun memajukan bibir, dan kembali memainkan makanannya.
" Maaf, terlalu sungkan untuk jujur." batin Olin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Dedeh Dian
padahal babang Eza waktu itu dah seneng banget ada ayang mau nengok...
2022-12-28
0
Dia Jeng
bibir reza lgsg monyong 1 cm 😂😂😂
2022-09-21
0
💖syakilah💖
lanjut thor.
2022-05-20
0