Tidak ada pilihan lagi

"Kata bosku, dia setuju jika hutang sebanyak dua puluh juta dikredit namun sebagai gantinya sekarang detik ini harus bayar sekira berapa uang yang ada." Tuan Ru memasukan ponselnya kembali dalam saku dan berdiri di hadapan Ibu Rila.

Ibu Rila tampak bingung, saat ini dia tidak punya uang banyak, sungguh wajahnya tampak cemas dan gelisah harus bagaimana membayar hutang sebanyak itu.

Dari balik pintu yang dimasukin Rila, tampak Rila yang mengintip Ibunya di luar yang terlihat kebingungan. Rila beralih menatap sebuah amplop tebal di tangannya dengan wajah ragu-ragu.

"Apapun yang terjadi, aku tidak ingin Ibu terbebani seperti ini," tegas Rila mengenggam erat amplop di tangannya. Dia pun membuka pintu lebar dan keluad dari kamar menuju Ibunya.

Sesampainya Rila berdiri di samping Ibunya dan di hadapan Tuan Ru dan Pria berjas satunya yang tidak banyak omong.

Rila menjulurkan lurus tangan kanannya mencodongkan amplop tebal itu pada Tuan Ru dengan wajah datar. "Ini sebagai bayarannya, tolong terima," ujar Rila lalu sekilas menatap sang Ibu yang tampak kaget akan dirinya.

"U ... u uang dari mana ini Nak?" tanya Ibu Rila menatap wajah putrinya itu dengan raut wajah menyimpan pertanyaannya.

Tuan Ru mengambil amplop di tangan Rila dan memandangnya dengan senyum merekah. Dia melambaikan tangannya pada rekannya agar mendekat.

Rila sejenak mengalihkan pandangannya Tuan Ru dan Pria di sampingnya. Mereka sedang asiknya melihat sejumlah uang dalam amplop.

"Hmm, lumayan," Tuan Ru memasukan amplop itu dalam saku jaznya setelah melihat lalu menatap Rila dan beralih pada Ibu Rila.

"Jika begitu kami akan pergi, dan memberikan kesempatan pada Ibu Ayu untuk membayarnya dengan perlahan, setiap bulan kami akan menagih pada akhir bulan, sekian terima kasih. Maaf tadi sempat membuat kegaduhan malam-malam seperti ini" lontar Tuan Ru dengan sopan tidak seperti mula tadi.

Sesudah mengatakan itu, dua Pria berbadan besar itu membalikan tubuh dan berjalan menuju luar. Mereka keluar dari pintu masuk lalu menutup pintu itu kembali dengan rapat.

Setelah kepergiaan mereka, Rila dan Ibunya langsung kembali berpelukan saling melepaskan rasa cemas. Sesudah itu, Ibu Rila atau bernama Ibu Ayu menyentuh kedua bahu putrinya.

"Nak, uang dari mana itu?" tanya Ibu Ayu pada Rila yang menundukan kepalanya.

Rila hanya berdiam tak bergeming belum merespon pertanyaan Ibunya. Dia bahkan tidak berani menatap mata sang Ibu.

"Rila, jawab ibu," pinta Ibunya.

Ibu Rila menyentuh kedua pipinya dan menndongakan kepala putrinya agar menatapnya.

"I ... itu itu uang dari tabunganku bu," jawab Rila dnegan terbata-bata.

Ibu Rila tersentak, matanya melebar menandakan keterkejutan akan yang di jawab Rila, di luar tebakannya.

"Mengapa kau menggunakan uang tabunganmu Rila? bagaimana kau akan menyambung sekolah lagi? mengapa tidak memberitahu ibu dulu?" tanya Ibu Rila merasa cemas.

Rila menatap dalam manik mata Ibunya dan tiba-tiba dia berhambur memeluk tubuh sang Ibu dengan tangis pecah.

"Hikss hikss, ibuu aku tidak ada pilihan lagi, aku hanya ingin membantu ibu, meski sekolahku tidak lanjut, tidak masalah hiksss hiksss. Asalkan ibu baik-baik saja akupun baik-baik saja." Rila menangis tersedu-sedu di pelukan ibunya. Dia sungguh sudah merasa pasrah.

Ibu Rila jadi ikut menangis mendengan ucapan anaknya, jauh dari lubuh hati dia merasa bersalah membuat Putrinya merasa terluka dsn terbebani seperti itu di umurnya yang terbilang masih sangat muda.

"Maafkan ibu Nak membuat kau jadi bersedih, dengarkanlah Ibu, ayah dan ibu sudah berpisah sekarang hanya kau yang ibu punya, Ibu minta Rila harus kuat dan jangan selalu bersedih. Kita lupakan apa yang terjadi dan kedepannya Rila jangan memikirkan yang terjadi hari ini." Ibu Rila mengusap punggung Rila sambil mengecup puncak rambut Putrinya itu.

Sepasang Ibu dan anak itu saling berpelukan meluapkan rasa sedih, kecewa dan sesak. Malam indah tak selalunya indah, terkadang ada gelap di balik ribuan cahaya bintang di langit.

*

*

*

Seminggu Kemudian ...

Matahari bersinar menerangi bumi, burung-burung bertebangan menembus awan. Sinar matahari menyoroti kota dan tampak seorang gadis dengan pakaian biasa mendorong pelan sepedanya di pinggir jalan persimpangan.

Hanya biasa gadis cupu itu mengenakan baju kaus biru terang lengan pendek agak kebesaran dengan cap ikan ****** di bagian depan baju. Celana pensil bewarna coklat, sepatu sandal bercorak vanila dan rambut panjang yang di kuncir tinggi. Tidak lupa kacamata tebal minus yang setia ia gunakan.

Langkah demi langkah kakinya berjalan mendorong sepeda dames, di dudukan sepeda belakang terdapat kardus yang di ikat dengan tali pada bagian-bagian besi sepeda agar tidak jatuh.

Gadis yang tiada lain adalah Rila itu terus mendorong sepeda sambil berteriak dan melihat kesekitar.

"Keripik singkong! keripik ... keripik!" teriaknya sambil tersenyum pada orang-orang yang meliriknya.

Ada beberapa kumpulan ibu-ibu dan gadis kecil mendekat pada Rila niat ingin membeli. Rila pun menghentikan langkahnya.

Rila menggerakkan setandar guna menyangga sepedanya agar tetap berdiri. Dia membuka kardus sambil melempar senyum pada pelanggannya yang membeli.

"Anda beli berapa bu? satu bungkus dua ribu rupiah saja" tanya Rila pada Ibu-ibu yang berdiri di di depan kardus yang di bukanya.

"Beli sepuluh bungkus yah,"

"Lima yah Nak,"

"Tiga Nak," lontar Ibu-ibu menjawab.

Dengan senang hati Rila mengambil kantongan lalu memasukan beberapa bungkus keripik yang terbungkus plastik transparan. Kemudian dia mengikat kantong plastik dan menyorongkannya pada wanita paruh baya yang membeli.

"Ini bu." Rila tersenyum lalu membungkus untuk yang lainnya lagi.

Berhenti di situ membuat Rila banyak mendapati bamyak pelanggan karena letaknya yang berada di pinggir jalan. Bahkan ada kendaraan roda dua maupun empat yang sempat berhenti menunggu lampu merah ikut membeli keripik yang dijualkan Rila.

Setelah melayani banyak pelanggan, Rila kembali berjalan, tapi dengan mengayuh sepedanya di jalan raya.

Penuh semangat Rila menikmati setiap ayuhan sepeda dan kendaraan yang dilewatinya. Angin berhembus menerpa rambutnya, bajunya terkibar dan keringat yang berada disekitaran wajah jadi mengering.

Begitulah hari-hari Rila, dia setiap harinya berdagang keripik singkong buatan Ibunya. Mulai dari pagi sampai sore bisa juga sampai malam, sementara Ibu Rila dia beristirahat di rumah. Padahal Ibu Rila ingin sekali berdagang menggantikan anaknya, tapi justru Rila keras kepala dan menolak keinginannya karena tidak ingin ibunya itu kelelahan.

***

Hari mulai sore, Rila sejenak berhenti di sebuah taman tidak jauh dari tempat tinggalnya. Dia memarkirkan sepedanya di samping kursi taman yang berada di pinggir jalan. Kemudian duduk di kursi itu sambil membuka wadah plastik roti bungkus yang sempat dibelinya.

Rila sejenak istirahat dengan memakan roti berbentuk lempengan bulat yang isinya coklat. Tampak senyum di bibirnya sambil mengunyah roti itu dan menghirup udara segar sekitar menghadap jalan.

"Hai Rila," sapa seseorang tiba-tiba mendekati Rila. Seorang gadis seperti seumuran dengan Rila, penampilan yang terbilang cantik mengenakan rok biru sekolah selutut dan seragam putih lengan pendek.

"Hai Sifa." Rila tersenyum tipis melirik asal suara. Lalu melanjutkan makannya.

Gadis yang bernama Sifa itu ikut duduk di samping Rila yang kebetulan kosong. Rambutnya yang pendek sebatas leher dan poni depan bergelombang menambah sisi menarik mata melihatnya.

"Kau habis dagang?" tanya Sifa menatap kesamping dengan senyuman.

"Emm, kau dari mana memakai seragam sekolah seperti ini? bukankah sudah lama lulus?" tanya Rila memasang wajah heran. Sifa adalah tetangganya bersebelahan rumah semenjak kecil tentu dia mengenal gadis itu.

Sifa tersenyum memperlihatkan deratan gigi rapinya, dia memandang seragam yang dipakainya.

"Tadi selesai pergi kepemotretan bersama Ibuku, untuk foto mendaftar sekolah di SMA jaya, aku tidak sabar untuk bersekolah di sana," jawab Sifa. Dia tersenyum sambil merogoh sesuatu dalam saku bajunya.

Rila hanya mengangguk sambil melahap rotinya dan berkata dalam hati. Beruntung sekali dia sudah akan mendaftar, sedangkan aku berkeinginan untuk masuk sekolah SMA saja tidak bisa, batinnya.

"Rila, aku beli keripiknya dua." Sifa menarik kembali tangannya dalam saku dan menyodongkan uang kertas seharga lima ribu rupiah pada Rila.

Rila mengangguk dan melahap habis rotinya lalu sebelah tangannya menerima uang itu. Dia berdiri dan berjalan mendekati sepedanya yang terparkir.

Keadaan hening, Rila kembali duduk di kursi dan memberikan dua bungkus keripik pada Sifa.

Sifa menerimanya dengan senyuman, "Rila, kau kapan mendaftar? katanya waktunya sebulan lagi dan sudah akan masuk semester baru," tanyanya.

Rila menggelengkan kepalanya, "aku tidak akan melanjutkan sekolah," jawabnya yang membuat Sifa seketika melebarkan matanya.

"Mengapa?" kaget Sifa langsung berdiri.

"Kau tau kan, ayahku kabur dan Ibuku hari-hari ini tidak sehat, tidak ada waktu aku memikirkan untuk melanjutkan sekolah. Sudahlah aku pergi terlebih dahulu." Rila berdiri kembali dan mendekati sepedanya. Dia naik keatas sepeda lalu menaikan setandar dan mulai mengayuh sepedanya pergi melewati Sifa.

"Hei!" teriak Sifa pada Rila yang berlalu pergi.

Setelah Rila sudah jauh pergi, Sifa memandang dua bungkus keripik di tangannya. Tiba-tiba dia menjatuhkan keripik itu ke tembok jalan.

"Rasakan, sekarang kau menderita, rasanya aku sangat senang. Sebagaimana yang kau lakukan saat kecil padaku dan kau lupakan begitu saja teman," gumam Sifa dengan gemertakan gigi. Dia memandang keripik singkong yang dibuangnya di tembok dengan menyeringai licik.

"Keripik yang tidak enak, menyesal aku membelinya." Sifa melangkahkan kakinya melingkahi keripik itu dan berjalan sambil memperbaiki poni rambutnya.

Bersambung ...

Terpopuler

Comments

Apa liat-liat?!

Apa liat-liat?!

ini kasih tanda petik satu biar tahu kalo itu ucapan dalam hati.

2022-04-23

0

Apa liat-liat?!

Apa liat-liat?!

nyerhain uang ahrus ada tanda serah terimanya dong.

2022-04-23

0

Edelweiss🍀

Edelweiss🍀

Sifa ada dendam kesumat apa sama Rilla, benar2 mnusia bermuka dua🤦🤦🤦

2022-04-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!