''assalamualaikum'' ujarku tenang, sambil membuka pintu.
Begitu pintu terbuka anakku Raihan berlari memeluk kaki ku, aku mengangkat tubuh mungilnya. Membawa nya kedalam gendonganku, rupanya dia sudah bangun dari tidurnya.
Tidak ada yang menjawab salam dari ku. Aku melihat Mama dan Mas Ibnu, Mama berdiri sambil berkacak pinggang, sementar Mas Ibnu duduk di sofa dengan mata yang terlihat masih sayu.
Aku mencoba bersikap tenang, tetap menegakkan kepalaku menatap tajam ke arah mereka.
Mama memandangku dengan mata melotot, aku balas memelototi matanya yang terdapat kerutan di sekelilingnya.
Aku berjalan, menghampiri Mama, aku hendak mengambil tangannya, menyalaminya, meskipun aku tahu dia sedang marah, tapi aku tidak boleh lupa akan kewajibanku sebagai seorang menantu.
''ma, sudah lama ...'' sapa ku, belum sempat aku melanjutkan kataku dan menyentuh tangannya, Mama menepis kasar tanganku. Aku tahu ini akan terjadi.
''nggak usah banyak berbasa-basi kamu menantu kurang ajar. Berani-beraninya kamu membalas pesan Mama dengan tidak sopannya! Apa begitu cara orang tua kamu mendidik mu hah?!'' bentak mama dengan wajah memerah. Dia menunjuk wajahku dengan jarinya.
''Dan juga, suami pagi-pagi itu dibangun kan, di bikin sarapan! Ini malah kelayapan, tudung saji masih kosong melompong. Sudah merasa hebat kamu, Fitri?!'' sambung mama dengan suara keras, sambil melihat ke arah ku. Sedangkan mas Ibnu aku lihat dia hanya diam memperhatikan, lama-lama aku muak melihat sikap lembeknya. Di mana perannya sebagai seorang suami.
Raihan memelukku tubuhku erat, aku merasa berdosa. Seharusnya anak sekecil Raihan tidak boleh melihat keributan yang terjadi.
Sebelum membalas perkataan Mama Mertua ku, aku menarik nafas dalam, mengatur emosiku terlebih dahulu agar tidak meledak.
''mama, apa Mama tidak bisa menjaga omongan Mama barang sekejap saja? Apa Mama tidak melihat Raihan cucu Mama ada digendonganku. Dia ketakutan, Ma!'' sahutku pelan.
Mama tidak menjawab, aku melihat dada nya turun naik dengan nafas sedikit terdengar ngos-ngosan.
''aku ke kamar sebentar ya, Ma. Aku mau meletakkan Raihan sebentar. Setelah ini, mari kita bicara dengan kepala dingin, aku permisi ke kamar dulu, Ma'' kataku sopan, kemudian aku berlalu, membawa Raihan dengan pelukannya yang begitu erat, dia memeluk leherku lagi sehingga membuatku sedikit sesak.
''makanya, jadi orang tua itu yang becus. Dasar wanita bodoh!'' kata Mama, dengan umpatannya. Saat aku masuk ke kamar. Air mata hendak menetes, aku mencoba menahannya. Aku sudah berjanji sama diriku sendiri, aku tidak boleh lemah, aku tidak boleh menangis lagi.
******
''Raihan tunggu di kamar sebentar ya, Mama mau menemui Nini sebentar'' bujukku. Meletakan jagoan kecilku di atas sofa tempat tidurnya.
''iya ma, tapi mama hati-hati. Nini galak'' katanya polos.
''iya sayang'' balasku, mengusap kepalanya. Kemudian berlalu keluar.
Hari ini aku akan berbicara apa adanya, tentang semua yang ingin aku katakan.
*****
''sana, cepatan kamu kerumah Sari, cucikan semua pakaian kotor yang ada di rumahnya!'' perintah Mama saat aku sudah berada di ruang tamu bergabung bersama mereka.
Mama sudah duduk di sofa bersama mas Ibnu, dan aku berdiri di hadapan mereka.
''benar Fit, sana kamu bawa Raihan sekalian. Mas bisa makan di Kantor saja. Kamu kenapa bisa lalai hari ini? Tidak ada sarapan dan kenapa kamu tidak membangunkan mas pagi ini?!'' ucap mas Ibnu santai, dia menatap ku tajam, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Mama Mertua ku mengangguk, tersenyum sinis kearahku, aku yang masih berdiri Seperti tersangka menunggu putusan sidang.
''aku tidak mau!'' katusku tegas. Dengan kedua tangan aku lipatkan di dada.
Aku melihat ekspresi Mama dan Suamiku berubah geram, muka keduanya sedikit memerah. Kening mas Ibnu berkerut, aku tahu dia pasti kaget dengan jawabku. Biasanya aku selalu manut, menuruti semua ucapannya.
''Fitri, kamu ...!'' teriak mas Ibnu.
''apa, Mas? Aku capek. Aku mau istirahat. Sari kan punya suami yang kaya, dia banyak duitnya, aku rasa dia tidak akan kehabisan duitnya yang berlimpah itu untuk membayar laundry. Lagian Sari kan juga punya pembantu di rumah nya, kanapa mesti aku?
Setelah tadi malam dia hina aku, dia usir aku! Apa dia tidak malu, mau meminta bantuanku? Tidak sudi aku mas, aku ini istrimu bukan babu mu. Cam kan itu!'' balasku tegas, dengan suara sedikit keras dari biasanya.
Aku kemudian membalikkan tubuhku bersiap hendak masuk ke kamar putra ku Raihan meninggalkan dua manusia yang tak punya nurani dengan parasaan hancur. Aku benar-benar tak pernah di hargai. Suamiku tak mencintaiku.
Aku mendengar suara langkah kaki cepat menuju ke arah ku.
''dasar menantu durhaka. Kurang ajar kamu. Inikan yang kamu inginkan'' kata Mama, mama menarik ujung jilbabku. Membuatku kaget karena mendapatkan serangan mendadak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Siti Julaeha Julai
itumah keluarga kamprettt,, semua
2023-06-14
0
Rice Btamban
sebnr mertua tdk bisa gitu wajar Fitri tdk mau hbs dihina oleh adik ipar nya
2022-06-15
1