Jodohku, Asisten Papa Ku
''ngapain kesini?!'' tanya Sari ketus, sambil berkacak pinggang. Saat aku baru selangkah melangkahkan kaki memasuki rumahnya nan megah.
Deg!
Seketika jantungku bertalu, aku menunduk malu sambil memilin ujung gamis kumuhku saat mendapati pertanyaan menyakitkan dari adik iparku.
''sari, m-bak ...'' ucapku terbata dan terputus.
Sedangkan suamiku hanya diam menyaksikan, tanpa membelaku, anak laki-laki semata wayang kami yang baru berusia empat tahun tujuh bulan memeluk kaki ku erat, sikap cerianya seketika lenyap saat suara bentakan dari sang Tante memenuhi ruangan.
''apa mbak? Kita tidak pernah mengundang mbak untuk datang kesini ya. Kita cuma mengundang mas Ibnu. Mbak itu cuma malu-maluin. Lihat penampilan mbak, dari atas hingga kebawah, sangat norak, kampungan sekali, memalukan!'' cemooh nya.
Perkataan telak dari adik iparku, Sari, begitu menyakiti hatiku. Tubuhku gemetar mendapatkan penghinaan terang-terangan dari nya di depan keluarga besar nya sekaligus keluarga suamiku. Ada ibu mertua ku, kakak Ipar dan saudara lainnya. Termasuk dari keluarga suami Sari. Tidak ada seorang pun yang berniat membela ku, bermanis mulut terhadapku. Mereka hanya menjadikan aku sebagai tontonan.
Aku menggendong anakku cepat, setelah itu aku berlari menuju pintu. Aku pergi meninggalkan rumah mewah itu dengan air mata berlinang. Suamiku hanya diam di tempat, dia tidak melakukan apapun untuk membela istrinya yang jelek lagi kampungan ini.
Malam ini adalah acara akikah anak Sari, yang baru berusia sekitar tiga minggu.
Sebenarnya tadi aku malas sekali untuk ikut, tapi, karena mas Ibnu sedikit memaksa, katanya aku bisa ikut bantu-bantu di rumah Sari, membersihkan piring kotor atau menyapu.
''ayolah Fitri, kamu ikut mas kerumah Sari. Apa kamu nggak malu? Kamu itu menantu dikeluargaku. Mana kita cuma menyumbang sedikit, dan ini kamu nya juga nggak mau bantu-bantu disana'' ketus Suamiku. Berbicara tidak jauh dariku.
''tapi, mas? mereka tidak ada berbasa-basi sama sekali dengan ku, mas. Nanti aku bikin kesalahan lagi di sana'' jawabku yang lagi menyetrika baju mas Ibnu.
''alahh, mereka itu memang sengaja bersikap seperti itu. Mereka ingin melihat kesadaran mu sebagai menantu Fitri.'' ujar Suamiku remeh.
''mas ada benarnya juga ya. Ya sudah, kalau begitu mas tunggu aku ya. Aku mau siap-siap sebentar, sekalian aku juga ingin mengganti pakaian, Raihan'' ucapku, kemudian aku berlalu menghampiri anak laki-laki ku yang sedang bermain mobil-mobilan yang hanya tinggal badan. Aku mengajaknya ikut mengganti pakaian sama yang lebih layak. Anakku begitu bahagia saat aku mengatakan akan pergi kerumah tantenya yang megah itu.
Tapi, apa yang aku dapat sekarang? Aku begitu menyesal karena sudah mau melangkahkan kaki ku ke rumah Sari. Ternyata mereka semua masih sama, mereka masih bersikap acuh terhadap aku dan anakku. Mereka tidak pernah menganggap aku ada.
Mas Ibnu merupakan karyawan di perusahaan ternama, gajinya lumayan besar. Tapi uang gajinya itu tidak dia berikan kepadaku sepenuhnya.
Gajinya harus dibagi dua, untuk ibunya separo setelah itu mas Ibnu akan mengambil untuk dia, untuk modalnya sebulan, uang rokok dan uang bensinnya. Sisa nya yang hanya 1 juta dia kasih ke aku, untuk pegangan aku selama sebulan, semuanya harus cukup dengan uang itu, termasuk untuk bayar listrik.
Aku yang tahu uang itu tidak akan cukup, berusaha keras ikut membantunya memenuhi kubutuhan kami sehari-hari dengan berjualan kue.
Terkadang aku merasa sangat capek. Capek hati dan pikiranku. Hingga tubuhku kurus kering belum lagi pakaianku yang hanya itu-itu saja dengan tempelan di mana-mana karena tidak mempunyai uang lebih hanya untuk mengganti pakaian yang hanya seharga daster paling murah pun. Aku terlihat sangat menyedihkan.
Padahal aku dilahirkan bukan dari keluarga yang kurang mampu, mungkin aku akan menyerah dan kembali kerumah orang tuaku, kembali menjadi wanita yang manja yang di segani orang-orang.
*****
Aku masuk ke rumah ku dengan langkah gontai, rumah yang tidak terlalu besar tapi cukup rapi dan bersih.
Wajah putraku sedikit bingung melihat air mata ku yang dari tadi terus mengalir membasahi pipi.
Walaupun aku sudah menghapusnya, tetapi tetap saja, air mataku tidak mau berhenti keluar. Rasa sesak di hina dan di rendahkan di depan orang banyak sungguh telah menjatuhkan harga diriku. Ingin sekali aku membalasnya, membuktikan kalau aku mampu lebih dari nya. Tapi, tunggu saja aku akan buktikan suatu saat nanti.
Mungkin mulai malam ini aku memang harus berubah, menjadi pribadi yang lebih tegar dan tegas.
Aku tidak akan menyerah, aku akan tetap bertahan di rumahku ini. Rumah yang aku dan mas Ibnu bangun selama mas Ibnu menikah dengan ku. Rumah yang berdiri karena hasil berhemat ku selama ini. Aku juga ikut membantu mas Ibnu dalam mencari rupiah dengan berjualan kue.
**************
''sudah sayang, anak ganteng mama tidur dulu ya. Malam sudah semakin larut'' bujukku, saat kami sudah berada di kamar.
''mama, kenapa nangis? mama Jangan nangis lagi!'' kata anakku dengan tatapan tertuju ke wajahku, tangannya berada di pipiku, mengelus-elua kecil pipi ku yang tirus.
''tidak, mama tidak apa-apa. Raihan bobok ya.''
''iya''
Aku membelai punggung anakku, sambil bersholawat Nabi. Memberi ketenangan untuknya dan juga untukku.
***********
Pukul 10 malam lewat. Saat aku sedang di dapur menyiapkan semua bahan-bahan untuk jualan kue ku besok pagi. Aku mendengar suara derit pintu, seseorang seperti nya membuka pintu. Aku sengaja tidak menguncinya. Karena aku sungguh malas berhadapan dengan mas Ibnu, aku akan mendiami mas Ibnu. Biarkan saja hubungan ini terasa hambar, karena memang seperti itulah adanya. Aku bertahan selama ini hanya karena anakku Raihan, dan karena orang tuaku. Aku tidak ingin menjadi beban untuk mereka.
''ini, ada sedikit makanan untuk mu dan Raihan dari mama'' ujar mas Ibnu seraya meletakkan makanan didalam kresek hitam itu di atas meja makan. Dia duduk di situ, memperhatikan aku yang tengah membuat adonan kue.
Aku tidak menjawab, aku terus melakukan pekerjaan ku tanpa memperdulikan nya.
"Kamu marah?'' serunya lagi.
''maaf'' lirihnya. Aku masih diam.
Aku mendengar dia menarik nafas panjang.
air mata sudah mengenangi pelupuk mataku, aku teringat sama perlakuan adik iparku tadi.
''sudah, jangan cengeng. Maafkan sikap Sari tadi. Mungkin moodnya lagi kurang bagus. Namanya juga orang habis melahirkan. Kalau mau marah, marah saja sama mas karena mas yang memaksa mu untuk ikut.'' celetuk mas Ibnu.
Aku tetap tidak menjawab, aku meletakkan adonan donat yang sudah jadi, lalu menutupnya dengan plastik secara asal. Setelah itu aku berlalu ke kemar meninggalkan mas Ibnu yang nampak kesal.
''Fitri!'' teriaknya sedikit keras. Aku tahu dia pasti marah.
Biarlah, biarlah seperti itu. Aku tahu suamiku tidak pernah mencintaiku. Kalau dia mencintaiku, dia tidak akan tega melihat aku di hina dan di rendahkan. Apalagi nafkah lahir yang tidak pernah dia perhatikan untukku dan putra kami. Dia bergaya sesukanya, sedangkan aku? Ah .... Sudahlah.
Aku memang sangat bodoh dahulu, tapi, tidak. Setelah ini aku tidak akan mau lagi di perlakukan semena-mena.
***********
''eh Fitri, nanti jangan lupa ya, kamu jemput semua pakaian kotor di rumah Sari. Kamu cuciin. Sari sudah banyak mengeluarkan uang untuk hajatan tadi malam, dia tidak mungkin membayar orang lagi untuk mencuci semua pakaian kotor dirumahnya. Hitung-hitung sebagai bayaran untuk makanan yang Ibnu bawa tadi malam.''
Aku berulang kali membaca pesan yang di kirim oleh Mama mertuaku. Aku Mengucek mataku, ternyata pesan itu tidak ada yang salah, itu benar adanya.
Subuh ini aku bangun sedikit telat, dan di kagetkan dengan pesan yang masuk kedalam ponsel jadulku, ponsel yang aku punya dari aku masih gadis dulu.
Tidak sudi lagi rasanya aku menjadi babu kalian, terserah aku tidak peduli lagi.
''aku bukan babu kalian, aku tidak menyentuh makanan yang di bawa oleh mas Ibnu. Aku bisa mengembalikannya kembali ke rumah Sari'' balasku, biarlah aku di bilang menantu durhaka. Hanya sekali ini saja aku berani membantah Mama. Kalau di biarkan, bisa-bisa aku mati menahan hati.
Malam ini aku tidur di kamar putraku, dengan menjaga jarak mungkin akan membuat mas Ibnu sedikit sadar akan sikap tidak adilnya dan sikap tidak pedulinya terhadap aku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Lea Azalhea
mampir
2023-05-17
0
Nini Aki
Pagi ka outhor.mulai nyimak
2022-12-02
1
Wiwik Wardoyo
mampir...☝️
2022-12-01
1