Cara melarikan diri yang terbaik adalah pamit ke kamar mandi. Mereka tidak mungkin melarang aku meskipun mereka terlihat ingin menginterogasi aku setelah Colin pergi begitu saja. Belum satu jam beraksi, rencana pemuda itu sudah berantakan. Semoga saja dia tahu harus melakukan apa untuk memperbaiki drama kami.
Ketika aku keluar dari toilet wanita, aku melihat dia menunggu tidak jauh dari pintu masuk. Dia segera memasang wajah meminta maaf. Ini bukanlah apa yang kami bicarakan di dalam mobil. Aku sudah jelas mengatakan kepadanya bahwa dia sama sekali tidak boleh meninggalkan aku sendiri.
“Maafkan aku,” ucapnya memelas.
“Jaga bicaramu atau mereka akan tahu bahwa aku tidak benar-benar berasal dari Amerika.” Aku segera menegurnya karena dia bicara menggunakan bahasa Indonesia. “Dan tidak. Aku tidak akan memaafkan kamu. Ini pekerjaan terburuk yang pernah aku lakukan.”
“Maafkan aku. Tetapi aku tidak bisa jauh dari ponselku. Ibuku sering menelepon untuk memastikan bahwa aku menjaga adikku dengan baik,” katanya memohon.
“Ibu? Kamu meninggalkan aku sendiri bersama mereka karena takut pada ibumu?” tanyaku tidak percaya. Itu alasan terbaik yang bisa dia katakan?
“Kamu akan mengerti begitu kamu bertemu dengan ibuku. Jangan salah paham. Dia ibu yang baik dan aku sangat sayang padanya, hanya saja, dia terlalu over protektif.”
“Apa itu artinya adikmu juga ada di ruangan tadi?” Aku menyilangkan kedua tanganku di depan dadaku. Dia meringis menunjukkan barisan gigi rapinya.
“Iya. Gadis yang duduk di samping Hadi.”
“Hadi? Siapa Hadi?”
“Pemuda yang memanggil aku Cole. Hanya dia satu-satunya yang menggunakan panggilan itu.”
Tanpa membuang waktu lagi, kami kembali ke ruangan tadi. Semakin cepat kami kembali, semakin cepat pekerjaan ini aku selesaikan. Dia meminta maaf kepada semua orang yang duduk satu meja bersama kami. Lalu dia memperkenalkan aku dengan nama Mila Mitchell. Nama keluarga yang terdengar bagus.
Dia tidak memberi tahu aku masalah besar apa yang sedang aku hadapi sampai aku menyadarinya sendiri. Ternyata temannya yang bernama Hadi itu adalah kakak kandung Dira, gadis yang mereka sebut sebagai tunangan Colin. Lalu adik kandung Colin bernama Azalea yang mereka panggil Lily itu sangat menyayangi Dira hingga dia tidak berhenti menatapku dengan tajam. Aku sampai khawatir matanya akan juling bila dia terus melakukan itu.
Semuanya berjalan dengan lancar seperti yang dia rencanakan. Mereka mengetahui bahwa kami pertama kali bertemu pada liburan musim panas tahun lalu. Lily menatap kakaknya dan aku dengan curiga karena selama berlibur dia tidak melihat aku sama sekali. Lalu Colin dengan mulus menjawab kapan saja tepatnya kami janji bertemu sehingga Lily tidak sempat bertemu denganku. Ajaibnya, gadis itu percaya pada omongan kakaknya.
Acara ulang tahun itu sudah berakhir saat kami selesai makan. Colin tidak menunggu sampai acara hiburan selesai karena adiknya sudah mengeluh ingin pulang. Aku tidak mau ada yang tahu di mana aku menginap, maka Colin membujuk adiknya untuk mau diantar oleh Hadi. Dan rasa benci gadis itu kepadaku semakin menjadi-jadi.
“Tunangan? Seharusnya kamu memberi tahu aku mengenai itu. Kamu memberi indikasi bahwa gadis yang ingin kamu hindari ini adalah gadis manja menjengkelkan yang tidak bisa menerima penolakan,” protesku saat kami sudah berdua saja di dalam mobilnya.
“Aku minta maaf, oke? Aku tidak sempat memberi tahu semua detailnya kepadamu karena aku juga ragu dengan semua ini.” Dia menoleh ke arahku sesaat, lalu kembali melihat jalan di hadapannya.
“Apa maksud kamu dengan ragu? Kita bisa hentikan ini sekarang dan kamu cukup membayar aku untuk satu pertemuan saja,” ujarku memberi solusi.
“Tidak. Bukan itu maksudku.”
“Kamu ragu karena kamu tidak ingin menyakiti dia,” tebakku yang dijawabnya dengan anggukan. “Aku tidak tahu bahwa masih ada laki-laki yang naif.”
“Aku janji, pada kesempatan berikutnya, aku akan berperan lebih baik. Kita bertemu lagi pada Hari Valentine. Pastikan kamu mengenakan baju berwarna hitam, karena itu warna kesukaanku. Untuk berikutnya, apa aku harus bicara lewat Sigit atau bisa langsung menghubungi kamu?”
“Hubungi aku. Sigit hanya mengurus pesanan.”
“Baik. Uangnya akan segera aku transfer dan aku sangat berterima kasih atas kerja samamu hari ini.” Dia tersenyum. Aku menatapnya sesaat, tetapi dia tidak lanjut bicara lagi.
“Apa kamu tidak akan bertanya mengapa aku melakukan pekerjaan ini?” tanyaku ingin tahu.
“Untuk duit,” jawabnya dengan cepat.
“Kamu tidak senaif yang aku duga.” Aku tertawa kecil.
“Aku tidak akan bertanya mengenai hal pribadi. Apa yang terjadi mengenai orang tua kamu tadi, itu karena aku terkejut dengan jawabanmu,” katanya menjelaskan. Aku mengangguk mengerti.
Dia menepati janjinya. Saat aku selesai mandi dan mengenakan pakaian tidur, ponselku bergetar pertanda ada pesan baru di kotak masuk. SMS Banking yang menyatakan ada sejumlah besar uang yang masuk ke rekeningku.
Bila aku terus melakukan ini hingga aku wisuda nanti, aku akan punya cukup uang untuk mencari keluargaku. Aku akan membutuhkan paspor, VISA, dan sejumlah uang yang tidak sedikit untuk pergi ke Amerika dan mencari siapa orang tuaku.
Walaupun orang-orang berkata bahwa aku dibuang oleh orang tuaku sendiri, aku ingin berpikir positif. Bisa saja mereka kehilangan aku saat kami sedang berlibur bersama di negeri ini. Apalagi aku berkeliaran di lokasi wisata terkenal di Sumatera Utara saat aku masih kecil.
Ucapan orang tua palsuku agar aku menghindar setiap kali bertemu dengan orang berambut pirang dan bermata biru adalah petunjukku satu-satunya. Mereka memang orang jahat. Itu pasti ciri-ciri fisik orang tuaku. Mereka sengaja mengatakan itu agar aku tidak bisa bertemu dengan orang tuaku yang sebenarnya.
Mengingat bagaimana mereka memperlakukan aku selama mereka masih hidup, aku yakin mereka adalah penculik. Aku tidak boleh bergaul dengan siapa pun, tidak sekolah, hanya diam saja di rumah adalah hal yang tidak normal. Aku terlalu kecil pada saat itu untuk bisa memahami situasiku.
Namun aku sudah dewasa, sudah saatnya untuk mencari keberadaan mereka. Bila mereka orang baik, mereka juga pasti sedang mencari aku pada saat ini. Jika ternyata mereka orang jahat seperti orang tua angkatku, maka aku bisa hidup tenang dan tidak perlu memikirkan mereka lagi.
Memikirkan tentang keluarga mengingatkan aku pada keluarga angkatku. Aku merekam setiap percakapan kami pada hari terakhir kami bertemu. Aku mengembalikan uang yang mereka klaim sebagai total yang mereka keluarkan selama aku tinggal bersama mereka. Jumlahnya tidak main-main dan aku membayar semuanya dengan lunas. Hanya dalam waktu kurang dari dua tahun.
Seandainya saja aku punya kamera tersembunyi, aku ingin sekali merekam ekspresi adik angkatku itu saat beberapa SMS Banking masuk ke ponsel Dad. Jumlah uang yang aku transfer sangat besar, jadi aku tidak bisa menggunakan satu rekening saja. Setiap bank punya batas maksimal transfer harian.
Aku tidak peduli ketika gadis jahat itu menuduh aku menjual diri sehingga mendapat uang begitu banyak dalam waktu singkat. Dia boleh menyebut aku apa saja sesukanya. Hal itu sudah tidak menyakiti aku lagi. Yang paling penting adalah aku bebas dari utang budi kepada mereka.
Bunyi getaran ponselku di atas nakas membuyarkan lamunanku. Aku segera memeriksanya. Pesan dari Sigit. Klien baru. Sanggup memenuhi semua syarat. Terima? Aku menanyakan tanggal dan mengingatkan diri sendiri bahwa Colin tadi menyebut tanggal empat belas.
Balasannya datang dan tanggalnya berbeda, maka aku menyanggupinya. Terima. Aku selangkah semakin dekat bertemu dengan orang tua kandungku. Aku sangat berharap mereka adalah orang baik dan mau menerima aku kembali.
*****
Sementara itu di sebuah mobil~
“Apa Kakak tahu tentang ini?” tanya Dira dengan wajah merah padam.
“Berapa kali aku harus menjawab tidak?” jawab Hadi sambil mendesah napas pelan. Dia melihat ke arah Lily yang duduk di jok belakang. Gadis itu hanya mengangkat kedua bahunya.
“Kalian sahabat baik sejak kecil, aku tidak percaya Kakak tidak tahu-menahu tentang perempuan itu,” semprot Dira yang masih kesal.
“Kamu juga sahabat baik dia sejak kecil dan tidak tahu tentang gadis itu,” balas Hadi. Dira menatap kakaknya dengan mata berkaca-kaca. Hadi terenyuh melihat air mata itu. “Dira ….”
“Aku akan membalas perbuatan si bodoh itu. Dia sudah sangat mempermalukan aku malam ini.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 202 Episodes
Comments
Rohajati Tampubolon
lanjuuut...😊😊😊
2022-04-03
2