Edwin yang masih terasa gondok dan sangat geram, napasnya langsung berubah serasa panas dengan otaknya yang seakan mendidih.
"Tetap saja, aku tidak akan pernah mau, sekalipun itu anaknya Erwan." Kata Edwin yang tetap menolak atas perintah dari ayahnya.
Bagaimana mau menerima permintaan dari sang ayah, sedangkan dirinya hanya dijadikan penutup noda semata.
Edwin sendiri merasa harga dirinya begitu rendahnya jika sampai menikahi perempuan yang sedang hamil, bukan anaknya sendiri. Melainkan anak dari mendiang adik kandungnya sendiri.
"Edwin, Tuan Gentaram sudah mengancam Papa. Jadi, terimalah permintaan Papa ini." Jawab Tuan Topan berusaha untuk membujuk putranya agar menerima permintaan darinya.
Dengan napasnya yang terasa panas, Edwin mengepal kedua tangannya dengan emosinya yang siap meledak bak bom atom.
Tanpa menjawab permintaan dari sang ayah, Edwin langsung bergegas pergi dari hadapan ayahnya menuju kamar dan memilih untuk menenangkan dirinya agar tidak terpancing dengan emosinya sendiri.
Kini, Tuan Topan merasa ketakutan jika putranya tetap menolak permintaannya itu. Tentunya, nama baik keluarga akan menjadi buruk, karir putranya juga akan hancur ketika reputasi nya mendapatkan ancaman dari Tuan Gentaram.
Berulang kali, Tuan Topan memijat pelipisnya. Beliau sama sekali tidak mempunyai cara lain selain memaksa putranya untuk menerima permintaannya.
"Sudahlah Pa, kita tidak bisa memaksanya."
Ucap sang istri yang hanya bisa pasrah, dan tentunya tidak ingin jika anak dan orang tua berubah menjadi tidak saling mengenal karena sebuah keegoisan.
"Tidak bisa menyerah begitu saja, aku akan tetap membujuk Edwin untuk menikahkannya. Apapun caranya, aku akan melakukannya." Kata Tuan Topan tetap bersikukuh pada pendiriannya.
"Edwin sangat keras kepala, mana bisa kita membujuknya." Ucap sang istri yang tahu sifat dari putranya ketika memberi sebuah jawaban maupun pilihan.
"Aku akan mencari ide untuk membujuk Edwin, kamu tenang saja." Jawab Tuan Topan mencoba untuk meyakinkan sang istri.
"Ide apa lagi yang akan kamu lakukan pada putramu, Pa? sudah cukup melakukan pemaksaan pada Edwin. Cukup sekali putramu gagal dalam berumah tangga, dan jangan sampai terjadi yang kedua kalinya hanya karena menutup aib keluarga kita." Ucap Bunda Holena yang tak ingin putranya gagal dalam berumah tangga yang kedua kalinya.
"Aku akan terus mencari idenya, lebih baik sekarang kita bersiap-siap. Aku akan mengajakmu makan diluar bersama putri kita. Bukankah sore ini Kenaya pulang? kita akan makan di luar bersama Edwin dan juga Kenaya putri kita."
Saat itu juga, terdengar suara hentakan kaki yang cukup berisik di telinga Tuan Topan maupun Bunda Holena.
"Daddy, Mommy ... Kenaya sudah pulang."
"Tidak usah lebay gitu kenapa, anak perempuan itu harusnya bersikap lembut. Tidak teriak-teriak seperti ini, ngerti." Ucap sang ayah saat memeluk putrinya.
"Ya ya, Daddy."
"Jangan panggil Daddy, panggil saja Papa." Kata sang ayah, Kenaya mengangguk manja.
Setelah itu, Kenaya beralih memeluk ibunya dengan erat.
"Mom, Kenaya kangen banget sama Mommy."
Bunda Holena segera melepas pelukan dari putrinya dan menatap wajah ayunya.
"Jangan panggil Mommy, panggil saja Mama." Kata Bunda Holena yang juga ikutan menolak ketika dipanggil Mommy.
"Ya ya, Ma. Kalian berdua kenapa sih, tidak mau dipanggil Daddy dan Mommy. Padahal sangat bagus loh, Pa, Ma." Jawab Kenaya dibuat cemberut.
Bunda Holena tersenyum, Kenaya hanya menarik napasnya panjang dan membuangnya ke sembarangan arah dengan kasar.
"Kak Edwin mana?" tanya Kenaya saat tidak mendapati kakak laki-lakinya.
"Di kamar, ada apa?" jawab sang ibu dan bertanya.
"Kangen lah, Kenaya mau menagih janji. Soalnya kemarin hari itu, Kak Edwin mau mengajak Kenaya jalan-jalan."
"Baru juga pulang, sudah cepat ganti pakaian mu. Mama dan Papa mau mengajak kamu dan Kakak kamu untuk makan malam di luar. Sekalian, panggilkan Kakak kamu."
"Serius nih, wah ... ok deh kalau begitu. Kenaya mau ganti baju dulu, habis itu menemui Kak Edwin." Kata Kenaya bersemangat dan langsung menuju kamarnya.
Sedangkan Tuan Topan dan istrinya segera bersiap-siap.
Edwin yang masih merasa kesal dengan permintaan dari sang ayah, akhirnya memilih untuk menutup telinganya dengan cara mendengarkan musik yang sangat kencang.
Berharap, apa yang sudah didengarkan nya pun, akan pergi dalam ingatannya dan juga dalam pikirannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sabar
2023-06-20
0
Anonymous
Lanjuut thoor
2023-02-01
0
Anonymous
Mantap
2023-02-01
0