NovelToon NovelToon

Takdir Cinta Kita

Part 1 : Perjodohan

Pagi ini langit terlihat sangat cerah, secerah senyuman seorang gadis yang sedang bersantai di bawah pohon rindang di samping kantin kampus bersama kedua temannya. Sesekali mereka mengobrol ringan tentang tugas kuliah mereka dan sesekali membahas rencana setelah lulus nanti.

"Aku tebak, nanti setelah lulus yang nikah dulu itu Jihan. Soalnya Jihan kan udah ngebet, iya kan Syifa?" seru salah satu temannya, yang bernama Adiba.

"Enak aja, Syifa tuh yang udah punya incaran. Mas Hasbi kan Syif?" timpal teman satunya lagi, Jihan.

"Hii sok tahu..." jawab gadis yang memiliki lesung pipi itu.

Namanya Asyifa Humaira, orang terdekatnya sering memanggilnya Syifa. Usianya sekarang genap 21 tahun, dia mahasiswi semester 5 salah satu kampus swasta berbasis agama di kota T.

Karakternya yang ceria, ramah dan mudah akrab dengan siapa saja menjadikan dia mempunyai banyak teman, walau demikian, dia lebih dekat dengan kedua teman dekatnya dibanding dengan teman-temannya yang lain.

Syifa tinggal bersama keluarganya di salah satu perkampungan yang lumayan jauh dari kampusnya. Latar belakang keluarganya bukan lah dari orang berada, Syifa berasal dari keluarga yang sederhana. Ayahnya bekerja sebagai wiraswasta, kalau sang ibunda selain menjadi ibu rumah tangga beliau sering mengajari anak-anak tetangga belajar mengaji.

Syifa mempunyai dua adik, yang pertama masih menuntut ilmu di MA (Madrasah Aliyah), sedangkan yang kedua masih duduk di bangku MTs (Madrasah Tsanawiyah).

Syifa juga masih mempunyai kakek, dulu kakeknya Syifa seorang petani. Meski hanya seorang petani kakeknya mempunyai banyak teman dan relasi orang-orang sukses. Salah satunya kakek Nizar, sahabat terbaik dari sekolah dasar hingga Sekolah Menengah Atas.

...----------------...

Sembari menikmati angin yang sepoi-sepoi di bawah pohon rindang itu, Syifa memejamkan matanya sejenak. Dia teringat dengan pembicaraan kakek dan kedua orang tuanya beberapa hari yang lalu...

"Cucuku, Asyifa Humaira. Ada yang ingin kakek bicarakan denganmu, duduklah di samping orang tuamu"

"Syifa, kek? Hm..baik kek"

Mereka sedang duduk di ruang keluarga yang biasa dipakai untuk bersantai dan menonton TV.

"Tahun ini kamu genap berusia 21 tahun, yang artinya sudah cukup umur untuk mengetahui maksud keinginan kakek. Kamu masih ingat kakek Nizar?" tanya sang kakek dengan tatapan serius.

"Masih kek, beliau sahabat baiknya kakek, kan?"

"Alhamdulillah kalau kamu masih ingat. Sebelum beliau meninggal dunia, dia menitipkan satu wasiat pada kakekmu ini. Yaitu ingin menjodohkan cucunya, umurnya berbeda delapan tahun dari kamu"

Syifa menyimak dengan seksama kata demi kata yang diucapkan oleh kakeknya, begitu juga dengan kedua orang tuanya.

"Maksud kakek ingin meminta bantuan Syifa untuk mencarikan jodoh cucunya kakek Nizar?" tanya Syifa lugu.

Sontak kakek dan kedua orang tuanya pun terkekeh karena kepolosan dari Syifa.

"Haha.. bukan itu maksud kakek, ndo. Hm, kakek Nizar ingin menjodohkan cucunya dengan kamu"

'Astaghfirullah, ngga salah denger ini? Menjodohkan aku dan cucunya kakek Nizar?'

Syifa terperangah mendengarnya, lewat isyarat mata Syifa meminta bantuan penjelasan dari abah dan umminya.

"Maaf sebelumnya abi, mungkin ini terlalu mendadak bagi Syifa. Kalau boleh Salwa tahu, apa perjodohan ini harus dilaksanakan secepatnya?" tutur ummi Salwa yang merupakan ibu kandung dari Syifa mencoba meminta penjelasan dari ayah mertuanya.

"Bisa dibilang bukan mendadak. Hanya saja, aku dan Musthofa baru mengatakan hal ini pada kalian. Kakek dan abahmu sudah lebih dulu bertemu dengan cucunya Nizar" menjeda sejenak perkataanya.

"Dia seorang pria yang mapan, berkharisma, bertanggung jawab dan memiliki kepribadian yang baik. Jadi kemungkinan dia tidak akan menunda perjodohan ini" lanjut sang kakek sembari menyeruput teh hangat buatan sang cucu.

"Ngapunten, abi. Bagaimana dengan Syifa yang masih kuliah?" tanya ummi Salwa lagi, beliau paham betul kalau putrinya syok dengan pembicaraan kakeknya.

"Apa yang harus dipermasalahkan, Salwa? Syifa masih bisa melanjutkan kuliahnya. Pria itu juga tidak akan melarangnya, karena dia seorang dosen juga business man"

"Tapi Syifa tidak mengenalnya" lirihnya yang khawatir akan menyinggung perasaan sang kakek kalau langsung menolaknya.

"Dalam agama Islam jodoh merupakan rahasia, takdir Allah yang tidak diketahui manusia sama sekali. Manusia tidak akan pernah tahu siapa jodoh yang akan mendampingi selama hidup hingga kehidupan akhirat kelak. Tetapi setiap umat muslim perlu meyakini bahwa Allah adalah penentu takdir terbaik untuk setiap hamba-Nya" kini abah Musthofa mulai membuka suara.

"Islam melarang menikahkan dengan paksa, baik gadis atau janda dengan pria yang tidak disenanginya. Akad nikah tanpa kerelaan wanita tidaklah sah. Ia berhak menuntut dibatalkannya perkawinan yang dilakukan oleh walinya dengan paksa tersebut" jelas beliau pada putrinya juga ayahnya.

"Ta'aruf sangat dianjurkan dalam Islam, ketimbang seorang laki-laki dan perempuan menjalin pacaran sebelum ke pelaminan. Jika berpacaran dikhawatirkan mereka yang bukan mahrom melakukan zina. Pada prinsipnya, tujuan ta'aruf yaitu mencari jodoh yang sesuai, sekufu, dan diridai Allah Swt. Tidak boleh ada niatan mencoba-coba dalam hal perjodohan" abah Musthofa mengakhiri pernyataan darinya.

"Menyambung dari penjelasan abah, di sini ummi mau bertanya pada Syifa. Apakah kamu sudah mempunyai pria pilihan sendiri atau sedang menyukai seseorang?"

Syifa menggeleng dengan tatapan sedih.

"Tidak ada ummi"

Kedua orang tua dan kakeknya bernafas lega mendengar jawaban dari Syifa. Lalu sang kakek memberikan foto seseorang pada cucunya itu. Dengan ragu-ragu Syifa menerimanya.

Untuk sekilas, Syifa tertegun ketika mengamati foto tersebut.

'Subhanallah..ini kah orangnya? Apa kakek tidak salah memberikan foto?' dia bertanya pada diri sendiri.

"Namanya Muhammad Fadlan Ganendra, dia lulusan universitas luar negeri. Dia bekerja sebagai dosen dan akan mewarisi rumah sakit Ganendra milik kakek Nizar" terang kakek Ali saat Syifa masih memegang foto itu.

"Bagaimana ndo?" tanya abahnya.

"Hmm.. itu, kalau boleh Syifa mau istikharah dulu abah, kakek"

"Tentu, tentu saja boleh" jawab kakek bahagia.

"Insyaa Allah minggu depan dia mau silaturrahmi ke sini bersama keluarganya" tutur kakeknya lagi.

......................

"Syif, Syifa. Tidur ya ini bocah?"

Suara Jihan menyadarkan Syifa yang dari tadi memejamkan matanya.

"Eh, ya kenapa?" tanya Syifa kaget.

"Kamu lagi ngga enak badan ya?" tanya Adiba yang melihat sahabatnya lebih banyak diam hari ini.

"Engga ko, Diba. Hm..Kalian masih mau disini? Aku ke ruangan dulu ya..” ujar Syifa melihat kedua temannya yang masih memakan cemilan.

"Aku juga mau udahan nih, ngga tahu tuh kalau Jihan"

"Hihh Adiba selalu saja aku yang kena batunya.."

"Kalian belum bayar ke ibu kantin kan? Sana bayar dulu gihh.."

"Diba..aku nebeng dulu ya hihi besok aku yang traktir" Jihan meringis menunjukkan gigi kelincinya.

"Kebiasaan kamu dehh...tungguin ya jangan ditinggal!" berjalan memasuki kantin yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat mereka duduk.

Sembari menunggu Adiba membayar ke ibu kantin, Syifa melihat layar handphonenya yang berdering.

Dari : Ummi

"Ndo, ingat pulangnya jangan terlalu sore. Keluarganya kakek Nizar mau silaturrahim nanti malam"

......................

Syifa menghela nafas panjang setelah menerima pesan dari uminya. Ketika hendak membalas, Jihan mengejutkan Syifa dengan kehadiran seseorang.

"Syif! Mas Hasbi tuhh..cowo idaman kamu. Eh..eh dia kesini" menepuk pundak Syifa kegirangan.

"Duhh, jangan heboh gitu dong...sakit nih" mengusap pundaknya.

"Hehe maaf Syif, habis excited banget.."

Hasbi, mahasiswa yang banyak menarik perhatian mahasiswi-mahasiswi di kampus. Selain berprestasi, dia juga sosok yang agamis, akhlaqnya baik, aktif dalam ekstrakurikuler keagamaan dan suara merdunya ketika melantunkan qosidah juga ayat-ayat suci Al Qur'an di acara-acara kampus membuat para mahasiswi terpesona dan mengaguminya.

"Assalamu'alaikum" tegur Yusuf, temannya Hasbi.

"Wa'alaikumussalam" jawab Syifa dan Jihan bersamaan.

"Han, dicariin nih sama ketua " sahut Yusuf.

"Eh iya kenapa Mas Hasbi?"

"Tentang persiapan acara minggu depan sudah sampai mana? Sudah disiapkan semuanya?" tanya Hasbi pada Jihan, namun mencuri pandang ke arah Syifa.

"Oh itu, udah beres mas. Paling dua kali latihan lagi juga temen-temen dari ekskul rebana udah siap"

"Ya sudah kalau begitu tolong di koordinasikan dengan baik ya Han, saya pamit dulu"

"Mas, ini kenalin Syifa, dia satu prodi sama aku" ujar Jihan cekikikan menggoda temannya.

"Jihan!" pekik Syifa mencubit pelan lengan Jihan, kemudian tersenyum kaku tanpa melihat wajah Hasbi.

Hasbi membalas senyuman Syifa, suasana canggung menyelimuti keduanya.

"Yuk gais, kita balik ke ruangan" ujar Adiba yang sudah berdiri di samping Syifa.

"Emm yuk Diba, Jihan..." ajak Syifa kembali menunduk ketika mengetahui Hasbi melihat ke arahnya, lalu langsung menarik lengan Adiba dan Jihan bersamaan.

"Ehh..ehh Syif bentaran, Mas Hasbi duluan ya, Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam" jawab Hasbi dan Yusuf.

"Dihh kenapa itu bocah?" kata Yusuf merasa aneh dengan tingkah Syifa.

"Sudah, kita harus ke aula" ajak Hasbi berjalan meninggalkan Yusuf.

...~Skip Mengikuti Perkuliahan~...

...----------------...

Sebelum pulang ke rumah, Syifa mengecek handphone yang sedari perkuliahan di mode senyap. Dan benar saja, banyak panggilan tidak terjawab dari abah dan umminya, dia melupakan pesan yang dikirimkan padanya.

Syifa pun bergegas pulang ke rumah, di tengah jalan dia mampir ke mini market untuk membelikan adik-adiknya es krim dan snack sesuai janjinya pada mereka kemarin.

* Mini Market

"Tasya sama Zaki emang bener-bener deh, kesini sendiri aja ngga mau" gumamnya.

Ketika Syifa hendak mengambil yogurt kesukaanya yang hanya tinggal satu, tidak sengaja tangannya bersentuhan dengan tangan seseorang.

"Astaghfirullah" spontan langsung menarik tangannya.

Dia merasa tidak enak hati kalau barusan bersentuhan dengan tangan seorang pria. Syifa diam terpaku.

Perlahan dia menoleh ke samping dan terkejut dibuatnya. Seorang pria yang cukup tinggi, mungkin tinggi badannya sekitar 183 cm, memakai setelan kemeja dengan bagian lengan yang di lipat sampai ke siku, berdiri tepat di sampingnya.

Syifa langsung tertunduk ketika pria itu menoleh ke arahnya.

'Ya Allah, maafin Syifa ngga sengaja'

Sekilas Syifa melihat wajah pria itu, rahangnya yang tegas, hidungnya yang mancung, tatapan matanya yang tajam.

'seperti pernah lihat, tapi dimana ya?' tuturnya bermonolog dalam hati.

"Jadi ambil atau tidak?" tanya pria itu.

"Aa..silahkan ambil saja" jawabnya gugup.

'astaghfirullah malunya, jaga pandangan Syifa'

Saat Syifa memalingkan wajahnya, pria itu langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah kata. Kesan yang ditinggalkan hanyalah ekspresi wajahnya yang dingin.

"Alhamdulillah akhirnya pergi juga..." ucapnya merasa lega.

Ketika hendak berjalan menuju kasir, tidak sengaja Syifa menginjak sesuatu.

"Apa nih di bawah kaki?" berjongkok untuk mengambilnya.

"Kalung? Punya siapa ya? Jangan-jangan punya orang tadi.."

Ya, karena hanya ada dia dan pria tadi yang masuk ke minimarket itu. Niat hati mau mengejar pria itu, sampai dikira hendak kabur oleh kasir minimarket. Ternyata orangnya sudah tidak ada.

Lalu dia pun berinisiatif untuk menyimpannya di dalam dompet, siapa tahu suatu hari tidak sengaja bertemu dan bisa mengembalikan ke pemiliknya, pikirnya saat itu.

...~ Skip perjalanan pulang ke rumah ~...

...-----------------...

.........

Sampainya di rumah, Syifa melihat kakek dan abah sedang menunggunya di teras rumah dengan raut wajah cemas dan gelisah.

"Assalamu'alaikum" menyalami tangan abah dan kakek.

"Wa'alaikumussalam, kenapa baru pulang Syifa?" tanya kakek khawatir.

"Emm..itu kek, tadi Syifa ta'ziah ke rumah salah satu dosen yang meninggal, sama temen-temen kampus" jelasnya sedikit gugup.

"Harusnya kamu kasih kabar nak, jadi kita tidak khawatir. Di telfon juga tidak di angkat?" imbuh abah yang mulai menunjukkan wajah gelisah.

"Iya abah, kakek maaf, lain kali Syifa ngga akan mengulangi lagi" jawabnya tersenyum.

Setiap Syifa pulang terlambat, keluarganya pasti merasa sangat khawatir dan cemas. Hanya saja setiap kali dia bertanya tidak ada siapapun di rumah itu yang mmemberitahu penyebab mereka seperti itu padanya.

Namun suatu hari, Syifa pernah mendengar dari adik ayahnya, yang biasa ia panggil om Andi, beliau memberitahu kalau penyebab kakek dan orang tuanya seperti itu, karena dulu ketika Syifa masih kelas 2 di sekolah dasar, Syifa kecelakaan dan mengalami cidera yang cukup serius di kepala.

Dilihatnya ayah dan sang kakek seperti sedang berdiskusi lewat isyarat mata.

"Ekhem! Tapi kamu ingat kan, ndo?"

"Nggih kek, keluarganya kakek Nizar mau silaturrahmi kesini" jawab Syifa polos.

"Alhamdulillah..kalau begitu kamu bersiap ya, Ndo"

"Ya sudah kakek, abah, Syifa masuk dulu ya"

......................

Syifa bernafas lega, bersyukur tidak jadi kena marah, akan tetapi moodnya sedikit buruk mengingat kata perjodohan. Dia menaruh kantong kresek bawaanya di meja makan. Dilihatnya ibunda tercinta sedang memasak di dapur, Syifa mendekati untuk mencium tangan sang ibunda.

"Baru pulang sayang?" tanya beliau melanjutkan aktivitas memasaknya.

"Iya ummi, tadi Syifa ta'ziah dulu"

"Innalillahi wa innailaihi roojiun, siapa yang meninggal nak?"

"Pak Jinan, dosen mata kuliah statistik mi"

"Semoga almarhum husnul khotimah Ya Rabb..aamiin"

"Aamiin. Sesungguhnya setiap yang bernyawa akan merasakan yang namanya kematian"

"Tasya sama Zaki kemana ummi? Rasanya sepi sekali tanpa kehadiran mereka" tuturnya mencari keberadaan adik-adiknya.

"Tadi mereka disuruh kakek menjemput om Andi dan tante Dini ini, kebetulan ummi juga nitip jajanan untuk jamuan nanti malam jadi kemungkinan tantemu kerepotan"

"Hmm begitu ya mi..Syifa mandi dulu ya umi sayang"

"Iya, jangan lupa sholat ashar, ndo"

...----------------...

Hari pun semakin sore, tampak sinar jingga bersinar cerah menciptakan suasana senja kala itu menjadi sangat indah.

Sebelum adzan maghrib berkumandang di masjid maupun di musholla, adik dari ayahnya, Om Andi datang bersama istri juga kedua adik Syifa.

"Kak, kenapa pakai gamis ini sih? Jelek ih, ganti pakai gamis yang udah aku siapin" ujar Tasya, adik perempuan Syifa menarik tangan kakaknya ke kamar.

"Nanti deh, kakak mau sholat dulu. Lagipula ini juga bagus, Sya..."

"Sst..kakak, ini dikirimin langsung sama calon suami loh" celetuk Zaki, adik Syifa yang paling tampan sendiri.

"Hufft..baiklah tuan putri Tasya dan pangeran Zaki"

"Udah gih sana pada sholat, udah adzan tuh"

......................

Selepas pulang dari masjid dekat rumah, abah, kakek, om Andi dan Zaki melihat dua mobil berhenti di halaman rumah. Sepertinya tamu yang mereka tunggu sudah datang, mereka langsung menyambutnya dengan hangat.

Kakek memeluk salah satu tamu itu layaknya orang yang sudah lama baru berjumpa, hingga tidak terasa menitihkan air mata kerinduan dan bahagia.

Ummi, Tasya dan tante Dini menyambut mereka di ruang tamu. Syifa yang bersembunyi di ruang keluarga mengintip dari balik tirai, melihat kakeknya begitu bahagia sampai tidak ingin duduk jauh-jauh dari seorang pria muda yang memakai setelan jas.

"Mas, itu yang di samping kakek ya?" bisik Tasya pada Zaki.

"Iya dek, ganteng banget ya. Mas Zaki pengin juga wajahnya ganteng begitu"

"Haha mimpi lahh itu"

......................

* Ruang Tamu

"Masyaa Allah, nak, kakek sangat senang mendengar kabar kalau kamu mau datang kemari" memuji pria muda di sampingnya.

Pria itu hanya tersenyum tipis menanggapinya.

"Jadi, beberapa hari setelah datang ke kota ini. Fadlan menghubungi saya dan tantenya, berniat untuk langsung melamar putri dari abang Musthofa" jelas paman Romi yang merupakan adik kandung dari ayahnya Fadlan.

Fadlan Ganendra, lelaki yang disebut-sebut cucu dari dokter Nizar, sahabat dari kakeknya Syifa. Sudah sangat lama sekitar 12 tahun yang lalu, dari kepindahannya yang mendadak bersama keluarganya ke kota P. Dan hari ini dia baru saja datang ke kampung ini lagi, tempat yang menyimpan banyak kenangan dirinya dengan calon tunangannya.

...****************...

~ Flashback

Syifa kecil yang saat itu masih berusia satu tahun, terlihat sangat nyaman ketika berada dalam gendongan seorang anak laki-laki yang usianya berbeda delapan tahun dengannya. Dia sering mengajak Syifa kecil bermain setiap hari, karena kebetulan keluarga anak laki-laki itu baru datang berkunjung ke kampung ini, mereka ikut singgah di rumah nenek Syifa yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan rumah orang tua Syifa kala itu.

Seiring bertambahnya usia, mereka terlihat semakin akrab dan sering menghabiskan waktu bersama. Terkadang Syifa diajak menginap bersama keluarga anak laki-laki itu, juga sebaliknya, anak laki-laki itu yang lebih sering menginap di rumah orang tua Syifa.

Syifa kecil termasuk anak yang ceria dan mudah bergaul, dia juga mempunyai banyak teman seumurannya. Banyak orang yang mengira, kalau Syifa dan anak laki-laki yang sebentar lagi menginjak usia remaja itu kakak beradik.

Bagaimana tidak? Syifa kecil sangat manja padanya, meskipun awalnya anak laki-laki itu kurang menyukai Syifa, menganggapnya anak kecil yang cengeng dan berisik. Akan tetapi, lama-kelamaan dia justru sangat menyayangi Syifa kecil seperti adiknya sendiri.

"Kak, pasti rasanya senang ya kalau punya kakak lelaki, seperti teman-temannya Syifa ada yang melindungi" ujarnya murung yang saat itu berusia lima tahun.

"Jangan sedih dek, kan ada kakak" hibur anak laki-laki itu memeluk Syifa.

"Hmm tapi kata mereka, kita bukan kakak adik. Terus Syifa maunya jadi pengantin sama kakak kalau udah besar nanti"

"Hehe menikah itu untuk orang dewasa, mereka harus saling mencintai dek. Kita kan saudara, jadi kakak akan berusaha menjadi kakak terbaikmu, oke?"

"Hmm ngga mau. Berarti kakak menikahnya sama orang lain terus punya anak gitu? Sama aja Syifa di tinggal dong"

"Ngga sayang, kakak akan selalu ada buat kamu"

"Oke, kakak boleh menikah sama orang lain, tapi janji yaa. Jangan tinggalin Syifa"

"Iya sayang" mencubit pelan pipi Syifa.

'bocah satu ini, ada-ada saja' gumamnya menatap Syifa yang cemberut.

......................

Saat itu Syifa sedang bermain dengan teman seumurannya. Lalu ada salah satu teman berlari menghampirinya.

"Syif, kakak kesayanganmu direbut orang tau" dengan logat anak kecil yang berusia 5 tahun.

"Maksutnya kamu apa?"

"Tadi aku sama Naura lihat kakak kamu di sana, sama kak Gita yang cantik. Terus kak Gita pegang-pegang tangan kakak kamu"

"Hm! Kamu bohong ya?"

"Iya, Linda sama aku lihat. Coba aja kamu kesana, kalau kata saudara aku, laki-laki sama perempuan kaya gitu artinya mereka pacaran"

Selepas pulang ke rumah, Syifa jadi murung tidak seceria biasanya. Malam harinya anak laki-laki itu berkunjung ke rumahnya, dia hendak menemani Syifa belajar dan bermain seperti biasa.

"Dek, coba ini bacanya apa?"

"Syifa ngantuk. Mau tidur" melengos pergi masuk kamar.

"Katanya adek mau sekolah, kenapa begitu?" pungkasnya mengetahui kalau Syifa sedang ngambek.

Anak laki-laki itu hanya menggelengkan kepala melihat tingkah gadis kecil yang sudah seperti adiknya.

"Betul nih udah ngantuk? Kemarin katanya mau jadi anak yang pinter, tapi kenapa sekarang adek ngga mau belajar? " tanyanya menghampiri Syifa yang berbaring di kasurnya.

"Kamu kenapa dek? Seharian ini kamu jadi pendiem, ada yang nakal ya?" mengkhawatirkan kondisi Syifa.

"Iya ada! Kak Fadlan yang nakal!" mulai menangis.

Ya, anak laki-laki itu Fadlan yang pada saat itu sudah menginjak usia remaja.

"Aku? Ehh kakak nakal kenapa dek?" wajahnya sedikit panik melihat adik kesayangannya menangis.

"Hiksss kata Naura sama Linda, kakak mau direbut sama kak Gita. Nan-ti Syifa sama siapa? Aku ngga punya kakak lagi" ucapnya disela-sela isak tangisnya.

"Astaghfirullah dek. Kakak cuma berteman sama Gita, lagipula tadi sedang mengerjakan tugas dari sekolah" jelasnya membelai puncak kepala Syifa.

"Bohong! Kak Fadlan bohong ya? Katanya Naura, kakak sama kak Gita pacaran, berarti kakak mau menikah sama kak Gita? Syifa ngga suka! Syifa benci kakak!" beranjak dan menatap wajah Fadlan.

'Ya Allah ini anak masih polos sekali, gimana harus jelasinnya' batin Fadlan saat itu.

"Engga dek. Kak Fadlan akan selalu jadi kakak kamu. Kakak ngga akan ninggalin Syifa. Jangan nangis lagi oke? Kakak minta maaf" menarik Syifa kecil ke dalam pelukannya.

"Hikss hikss janji ya ka? Jangan sama kak Gita"

"Iya janji. Kakak kan sayang kamu" mengecup pipi Syifa.

'i-ini ngga mungkin kan aku suka dengan Syifa? Dia hanya anak kecil, Fadlan! Ayolah'

......................

Kala itu keluarga dari Fadlan, terpaksa harus pindah ke kota lain, dikarenakan umminya Fadlan yang sakit kanker stadium tiga sehingga harus di bawa berobat ke kota besar bahkan direncanakan menjalani pengobatan di luar negeri.

Tentu saja kabar kepindahan keluarga Fadlan yang mendadak, membuat Syifa sangat sedih dan merasa sangat kesepian. Berselang dua tahun, ternyata ibunda dari Fadlan meninggal dunia.

Beberapa bulan kemudian, ayahanda tercinta pun menyusul kepergian sang ibunda. Fadlan yang masih remaja tentu sangat terguncang hatinya, tidak ada lagi keluarga yang memberinya kehangatan dan kasih sayang.

Hanya ada kakek dan pamannya, yang mengirim Fadlan ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikannya, tentunya setelah Fadlan lulus dari pesantren sesuai pesan dari umminya.

...----------------...

Selama kakek Nizar berada di luar negeri, beliau lost contact dengan kakek Ali. Meskipun begitu beliau masih selalu ingat dengan sahabat terbaiknya kakek Ali (kakeknya Syifa). Silaturrahmi kembali terjalin di antara keduanya, beberapa tahun belakangan ini setelah kakek Nizar pulang ke Indonesia.

Dua bulan sebelum kakek Nizar meninggal, beliau menitipkan satu keinginan pada sahabatnya itu.

..........

* Rumah Sakit

"Aku bingung dengan cucuku, umurnya sudah hampir 29 tahun, tetapi belum juga punya kekasih. Aku kenalkan dengan anak pengusaha tidak mau, dengan anak pak kyai tempat dia mondok dulu juga tidak mau"

"Haha...mungkin dia masih ingin berkarir sepertimu" jawab kakeknya Syifa sambil menemani sahabatnya menonton TV di ruang rawat inap President Suite.

"Sudah tua begini, cucu belum juga menikah. Aku khawatir cucuku tidak normal"

"Hushh, jangan berprasangka yang buruk pada cucu sendiri"

"Entahlah Al. Dia persis seperti Fadil" ujarnya menatap layar TV di ruangan itu.

"Tunggu, cucumu Asyifa, umur berapa dia sekarang?" tanyanya memanggil cucu kakek Ali dengan panggilan kesayangan.

"Syifa? Dia belum genap 20 tahun. Kuliahnya saja baru semester 3"

"Kita jodohkan saja bagaimana?" celetuk beliau tiba-tiba.

"Uhukk..uhukk..apa aku tidak salah dengar?" tanya kakek Ali tersedak saat minum teh.

"Ya, kita jodohkan mereka. Tidak ada salahnya bukan?"

"I-itu..kamu serius? Cucuku hanya gadis dari kampung, bukan keturunan orang kaya seperti keluargamu" jelas kakek Ali merasa tidak percaya diri mengingat latar belakang keluarganya.

"Kamu ini bicara apa? Cucumu juga cucuku, keluargaku juga keluargamu. Aku yakin cucuku pasti tidak akan menolak. Toh sampai saat ini cucuku masih menyimpan foto masa kecilnya dengan Asyifa di dompet dan di kamarnya"

Kakek Ali tidak menyangka kalau cucu dari temannya masih ingat dengan cucunya, Asyifa Humaira. Padahal sudah belasan tahun mereka tidak bertemu, bahkan mungkin Syifa tidak mengingat cucu sahabatnya, karena suatu insiden.

"Benarkah? Apa aku tidak salah dengar ini?"

"Ya Al. Kenapa tidak dari dulu terpikir olehku untuk menjodohkan mereka ya? Padahal tanda-tandanya sudah jelas, kalau cucuku itu sebenarnya tertarik dengan cucumu sejak dia remaja. Aku akan sangat bahagia kalau melihat mereka bersama lagi" senyuman terlihat jelas di wajah kakek Nizar.

"Baiklah Zar, aku mendukung keputusanmu. Semoga Allah juga meridhoi perjodohan ini. Yang terpenting sekarang kamu kembali sehat dulu"

"Tapi sahabatku, kalau umurku tidak panjang. Aku titipkan keinginanku padamu, persatukan mereka dalam sebuah ikatan pernikahan..supaya persaudaraan kita juga tidak terputus"

Kakek Ali tercekat mendengar ucapan dari sahabatnya. Dia berfikir kalau sahabatnya memberikan tanda-tanda bahwa usianya sudah tidak lama lagi.

Firasat kakek Ali benar, satu bulan kemudian, kakek Nizar meninggal dunia. Sebelumnya, kakek Nizar kembali di rawat ke rumah sakit pusat yang terletak di kota P.

Beberapa kali kakek Ali dan ayahnya Syifa pergi untuk menjenguk, sampai mereka bisa bertemu kembali dengan cucu kesayangan kakek Nizar, Fadlan yang saat itu berprofesi sebagai seorang dosen di salah satu Universitas di kota P.

~ Flashback End

...****************...

...M. Fadlan Ganendra & Asyifa Humaira...

...Jihan Salsabila & Adiba Zahrotul Maula...

...M. Hasbi Al Farizi...

...M. Zaki Muzani...

...Tasya Fakhirah...

*Gambar hanya pemanis saja ya kakak-kakak ☺️❤️

Part 2 : Khitbah

Sebelum Fadlan kembali ke kota P, kakek Ali berusaha menjelaskan pada Fadlan tentang keinginan almarhum kakeknya.

Pada awalnya Fadlan ragu karena wanita yang akan dijodohkan dengannya tidak lain adalah gadis kecil yang dulunya sudah dia anggap seperti adik kandungnya sendiri. Untuk sementara, dia meminta waktu pada kakek Ali dan abah Musthofa untuk memikirkannya.

Dia berjanji akan datang ke kota T dan memenuhi keinginan kakeknya juga kakek Ali ketika sudah siap lahir bathin. Di sela-sela kesibukannya dia selalu menunaikan sholat istikharah setiap malam, agar diberi petunjuk oleh Allah dalam mengambil keputusan dalam hal perjodohan ini.

Tidak hanya memberi tahu tentang keinginan terakhir almarhum kakeknya, tetapi abah Musthofa (ayahnya Syifa) juga memberitahunya tentang kondisi Syifa yang sekarang.

"Baiklah nak Fadlan, datanglah kalau kamu sudah siap, pintu rumah kami akan selalu terbuka untukmu" ujar sang kakek.

"Terimakasih kakek, abah. Karena sampai sekarang kalian masih menganggap saya sebagai bagian dari keluarga"

"Tentu saja nak, tapi..nak Fadlan" perkataan dari abahnya Syifa terjeda "Ada yang mau abah sampaikan tentang Syifa"

"Ada apa dengan Syifa, bah?"

Entah kenapa saat mengetahui dirinya akan dijodohkan dengan Syifa, mendengar nama calon istrinya disebut, hati seorang Fadlan Ganendra yang terkenal dingin dan beku seperti bongkahan es terhadap lawan jenis, perlahan mulai mencair dan merasakan getaran di hatinya.

Mungkin karena rasa rindu dan ingin segera bertemu kembali.

"Abah ingin kamu tahu dari abah sendiri, bukan dari orang lain. Dua belas tahun yang lalu, tepat di hari ulang tahunnya, Syifa kecelakaan. Dan-" sejenak beliau memejamkan mata teringat peristiwa na'as yang menimpa putrinya.

Abah Musthofa terlihat tidak sanggup untuk melanjutkan perkataanya, beliau terbayang kondisi Syifa saat itu, dengan tangan gemetar beliau menggendong tubuh kecil putrinya yang berlumuran darah akibat terpental sejauh dua meter setelah di tabrak oleh sebuah mobil.

Fadlan bisa merasakan kalau kejadian itu cukup serius melihat raut wajah calon mertuanya sangat tertekan. Kakek Ali menepuk pelan bahu anaknya, memberikan sedikit ketenangan.

"Syifa mengalami amnesia, nak. Dia kehilangan sebagian memori masa kecilnya, dia bisa mengingat anggota keluarganya, temannya, termasuk orang tua dan kakekmu kecuali satu nama.." pungkas kakek Ali melanjutkan penjelasan dari abah Musthofa.

"Apa-kah itu saya, kek?" tanya Fadlan sedikit terbata.

"Iya nak.." jawab kakek Ali lirih.

Sungguh rasanya bagai tersambar petir di siang bolong mendengar kabar ini. Kemudian, kakek Ali pun menceritakan kronologi kecelakaan yang menimpa Syifa. Setelah mendengarnya Fadlan merasa bersalah karena merasa tidak bisa menjaga gadis kecil yang sangat disayanginya.

'Ya Rabb, jika memang ini takdir dari-Mu supaya ingatan Syifa kembali. Hamba memohon ridho-Mu akan perjodohan ini Ya Rabb.

semoga Engkau mudahkan dan lembutkan hatinya ketika nanti hamba datang untuk melamarnya' lirih Fadlan bermonolog dalam hatinya.

...----------------...

Satu tahun kemudian, Fadlan menepati janjinya pada orang tua Syifa dan kakek Ali. Sebelum berangkat ke kota T, dia lebih dulu menziarahi makam orang tuanya yang berada di kota P yang merupakan kampung halaman umminya.

Beberapa minggu berlalu, Fadlan memutuskan menetap di kota T dan dia juga sudah memantapkan niatnya untuk mengkhitbah Syifa sekaligus memenuhi keinginan terakhir sang kakek.

Fadlan segera menghubungi paman Romi dan memberitahu kabar ini pada kakek Ali. Bahwasannya minggu depan dia akan datang bersama pamannya untuk bersilaturrahim, hal ini tentunya disambut dengan baik oleh keluarga kakek Ali.

Kedatangan Fadlan bukan tanpa persiapan sebelumnya, dia sudah mencari informasi, dimana Syifa kuliah juga beberapa informasi pribadi tentangnya, tentu saja melalui asisten pribadinya, Aidan Mahardika.

Fadlan juga akan mengambil alih posisi CEO di rumah sakit milik kakeknya. Tentu saja karena kakeknya sudah memberikan aset juga saham kepada Fadlan, juga memberikan bagian pada paman Romi yang merupakan adik dari ayahnya Fadlan.

Paman Romi menyambut hangat kedatangan Fadlan, beliau sangat menyayangi keponakannya sama seperti kepada anak kandungnya. Beliau juga yang selalu memberi support pada Fadlan ketika sang ibunda dan ayahnya Fadlan meninggal dunia. Beliau pun sangat bersyukur karena istri dan anak-anaknya memiliki hubungan yang baik dengan Fadlan.

...----------------...

Hari ini Fadlan datang dengan ditemani paman dan tantenya, juga saudara sepupunya, Haikal. Ketika hendak melangkahkan kaki memasuki rumah kakek Ali, dia teringat kenangan dua belas tahun yang lalu saat pertama kali mendatangi rumah ini.

"Kenalkan, nak. Mereka adiknya Syifa, yang ini Zaki, dan yang ini Tasya" jelas kakek Ali melihat Fadlan yang terlihat kebingungan.

Mereka tersenyum ramah lalu menyalami Fadlan.

'Jadi..sekarang dia menjadi seorang kakak? Pasti menggemaskan kalau melihatnya sedang memarahi adik-adiknya' batin Fadlan.

..........

*Ruang Tamu

Syifa duduk di ruang keluarga yang bersebelahan dengan ruang tamu bersama ibunda tercinta, tante Silvi (istrinya paman Romi) , tante Dini dan juga Tasya.

Sedangkan para pria duduk di ruang tamu.

"Izinkan saya menjelaskan maksud kedatangan kami kemari, yaitu mengkhitbah putri dari abang Musthofa. Asyifa Humaira, untuk keponakan kami, Muhammad Fadlan Ganendra" jelas paman Romi mengawali pembicaraan.

Deg!

Syifa yang duduk berdampingan dengan umi dan tante Silvi terperanjat mendengar penjelasan yang disampaikan. Syifa mengira kalau malam ini hanya perkenalan kedua belah pihak saja, tidak dibarengi dengan prosesi khitbah.

Tak terasa air mata sudah bergumul di pelupuk matanya.

"Ummi.." panggil Syifa pada ummi Salwa.

"Bismillah, ndo... Allah sudah mengirimkan jodoh yang terbaik untukmu"

Kalau sudah sampai di tahap ini berarti antara kedua belah pihak tandanya telah setuju.

"Terimakasih atas niat baiknya, tentunya saya sebagai orang tua, sangat senang mendengarnya. Insyaa Allah, abah percaya kalau nak Fadlan ini pria yang baik"

"Seperti yang kita tahu bahwa di antara tahapan menuju jenjang pernikahan adalah mengkhitbah atau melamar. Khitbah sendiri adalah satu cara untuk menunjukkan keinginan seorang laki-laki untuk menikahi perempuan tertentu, sekaligus memberitahukan hal yang sama kepada wali si perempuan" tutur abah Musthofa.

"Hikmah dari melamar adalah memberi peluang untuk mengenal lebih jauh antara kedua belah pihak. Di sana ada kesempatan untuk saling mengetahui perangai, tabiat, dan adat kebiasaan masing-masing, dengan tetap memperhatikan batasan-batasan yang dibolehkan syariat.

Di sini saya selaku ayah dari ananda Syifa, sebelumnya ingin menyampaikan pada nak Fadlan juga putri abah, Asyifa Humaira. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Az-Zuhayli:

Khitbah itu baru sekadar janji pernikahan. Bukan pernikahan. Pernikahan tidak terlaksana kecuali dengan sahnya akad yang sudah maklum. Jadi laki-laki yang melamar dan perempuan yang dilamar statusnya masih orang lain. Tidak halal bagi si pelamar untuk melihat si perempuan kecuali bagian yang diperbolehkan syariat, yakni wajah dan kedua telapak tangan. Insyaa Allah nak Fadlan sudah faham tentang ini bukan semasa di pondok pesantren?” lanjut beliau.

 (Lihat Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, jilid IX, halaman 6493).

"Insyaa Allah, abah" jawab sang calon menantu.

Syifa mendengar suara pria itu untuk pertama kalinya.

'Ternyata selain seorang dosen, dulunya dia juga pernah di pesantren? Masyaa Allah, sungguh calon imam yang di idamkan oleh para kaum hawa' pikir Syifa saat itu.

Setelah abah Musthofa menerima khitbah dari Fadlan untuk putrinya, mereka melangsungkan prosesi pemasangan cincin yang diwakilkan oleh tante Silvi sebagai tanda kalau sekarang mereka akan melanjutkan ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan.

Tiba waktunya, Fadlan dipersilahkan masuk ke ruang keluarga untuk melihat calon istrinya sembari membawa bouquet mawar merah di tangannya.

Tidak lupa Fadlan menyalami ummi Salwa, dalam hatinya sangat bersyukur dan bahagia ketika mendengar jawaban langsung dari Syifa yang menerima lamarannya. Fadlan meminta izin untuk memeluk ummi Salwa karena terbesit kerinduan pada umminya, melepas kerinduan pada wanita yang dulunya sudah seperti ibu kandungnya juga.

"Selamat ya nak, Insyaa Allah ummi mendo'akan yang terbaik untuk kalian berdua"

Suasana di ruangan itu berubah menjadi haru, Syifa melihat pria yang melamarnya menitihkan air mata saat memeluk umminya.

'kenapa ummi sama pria itu kelihatan dekat sekali ya? seperti ibu dan anak..' batin Syifa.

Kemudian Fadlan memberikan bouquet bunga mawar pada Syifa, namun Syifa masih enggan melihat wajah pria yang baru saja melamarnya.

"Syifa putriku, dilihat sebentar calon suaminya" tutur ummi Salwa.

"Sudah boleh lihat ko sayang, ayo dong di lihat" goda tante Silvi.

Sebelum melihat ke arah Fadlan, Syifa bertanya pada abahnya melalui isyarat mata. Abah menganggukkan kepala tanda memperbolehkan pada putrinya.

Syifa memberanikan diri untuk melihat wajah calon suaminya.

'Adek, akhirnya kita bertemu kembali. Apa ini nyata Ya Rabb? Dia, gadis kecil yang dulu bersamaku?' Fadlan berucap dalam hati sembari memandangi wajah Syifa dan tidak sadar dia tersenyum kecil.

"Masyaa Allah..duh manisnya kalian berdua" ujar tante Silvi menggoda Syifa dan Fadlan yang terlihat serasi.

"Jangan lama-lama bang, belum sah!" seru Haikal, sepupu Fadlan yang melihat dari ruang tamu.

"Mau langsung akad atau gimana nih?" imbuh Zaki terkekeh melihat wajah kakaknya yang salah tingkah.

"Jaga jarak aman kata abah!" imbuh om Andi.

"Kak Syifa sama Kak Fadlan lihat ke sini ya, 1..2..3..."

CEKREK!

Tasya memotret kedua sejoli yang sedang salah tingkah menggunakan handphonenya.

Bukan hanya Syifa yang salah tingkah rupanya Fadlan pun sama, lalu dia kembali duduk di ruang tamu bersama paman, abah, kakek dan sepupunya.

"Untuk selanjutnya bagaimana bang Musthofa, kakek tentang pernikahan mereka?" tanya paman Romi menunggu kelanjutan rencana hubungan ponakannya.

"Kita langsung tentukan saja untuk tanggal pernikahannya. Bagaimana nak Fadlan?" tanya kakek.

"Saya setuju saja dengan usulan kakek"

"Bagus Fad. Kalau saran tante nih, tidak usah lama-lama. Karena menghindari fitnah juga ya, kalau kelamaan nanti malah diundur terus waktunya" kata Tante Silvi.

"Nah iya setuju mba, apalagi kan si pria sudah mapan, jadi mau tunggu apa lagi?" ujar tante Dini.

"Tapi, Syifa kan masih kuliah tante" lirih Syifa pada tante Dini.

"Memang kenapa Syif? Calon suamimu itu dosen loh, jadi ngga usah khawatir sama kuliahmu" jawab tante Dini.

"Begini saja, sambil kita yang lebih tua bermusyawarah. Kita berikan mereka waktu untuk berdiskusi berdua. Tapi ingat, hanya lima sampai sepuluh menit saja. Andi tolong kamu temani mereka untuk mengobrol di teras" pungkas abah Musthofa.

"Ya siap, bang"

Mungkin ini saat yang di nanti Fadlan, mereka diberi waktu beberapa menit untuk berdiskusi berdua setelah selesai makan malam bersama keluarga.

......................

*Teras Rumah

Sudah lewat lima menit berada di teras, namun Fadlan dan Syifa masih saja membisu. Tidak ada yang mengawali pembicaraan. Sedang paman Andi memantau mereka dari halaman rumah.

"Apakah harus saya?" tanya Syifa dingin, namun pandangannya masih tertuju pada anak-anak yang bermain di jalanan depan rumahnya.

"Maaf sebelumnya, tapi di luar sana bukankah masih banyak gadis yang jauh lebih baik dari saya, dan keluarganya juga jauh lebih setara dengan keluarga anda"

Fadlan tertegun dengan perkataan Syifa yang terdengar seperti terpaksa karena rencana perjodohan kakeknya.

"Apa kamu keberatan dengan perjodohan ini?" tanya Fadlan datar melihat ke arah Syifa sekilas.

"Bukan keberatan, tapi saya merasa masih terlalu awal untuk membahas pernikahan"

"Lalu saya harus menunggu sampai kamu menyelesaikan kuliah?" Fadlan mengernyitkan dahi.

"Kenapa tidak dari awal saja kamu bilang pada orang tua juga kakekmu kalau kamu keberatan?" berbalik menghadap Syifa dengan tatapan dingin, ciri khas dari seorang Fadlan Ganendra.

"Saya minta maaf kalau keputusan ini mengecewakanmu, apapun alasan yang kamu berikan, saya tidak akan menunda rencana pernikahan yang ditentukan" ujarnya datar namun terdengar menusuk bagi Syifa.

'Astaghfirullah... ini orang mirip kulkas sepuluh pintu dinginnya. Untung di kampus ngga ada dosen seperti dia'

"….."

Syifa terdiam karena melihat ekspresi wajah Fadlan saat ini, dia sedikit gugup dibuatnya.

"Setidaknya anda dengarkan dulu pendapat saya, bapak Fadlan yang terhormat" pungkas Syifa.

"Baik. Saya mendengarkan pendapatmu. Silahkan"

"Menikah adalah ibadah yang agung dalam agama Islam. Sehingga anda harus melakukannya dengan niat yang tulus serta mental yang sudah matang. Yakinlah bahwa pasangan anda akan menjadi teman sehidup semati. Perlunya mempersiapkan diri untuk bertanggung jawab dengan pilihan anda sampai akhir hayat.

Bukankah dalam satu hadits disebutkan bahwa wanita itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Hendaklah memilih wanita yang taat beragama, maka engkau akan berbahagia. Lalu apa yang mendorong anda yakin untuk datang dan mengkhitbah saya, bapak Muhammad Fadlan Ganendra?"

'satu hal yang kau lupakan Fad. dia sekarang sudah menjadi wanita dewasa bukan gadis kecil yang selalu merengek padamu'

"Tentang itu, saya tidak bisa memberitahumu sekarang"

"Jangan-jangan anda sendiri yang terdesak dengan perjodohan ini" sindir Syifa membalas tuduhan Fadlan padanya.

Pernyataan dari Syifa berhasil membuat Fadlan kesal, tetapi Fadlan berusaha bersikap tenang dan datar seperti biasanya.

"Yang perlu kamu tahu. Saya tidak perduli apakah kamu sudah punya kekasih atau belum. Semua akan tetap berjalan sesuai rencana" ucap Fadlan menunjukkan sedikit kesombongan pada Syifa.

'hmm... terdengar seperti mengancam musuhnya'

Fadlan hendak beranjak kembali ke ruang tamu.

"Dalam Islam telah diatur hubungan antara laki-laki dan perempuan. Hubungan mahram, seperti ayah dan anak perempuannya, kakak laki-laki dan adik perempuannya atau sebaliknya. Islam melarang untuk berpacaran karena mendekati perbuatan zina. 

Sebagaimana ummi dan abah menjaga saya sedari kecil, termasuk menjaga pergaulan saya. Justru saya yang harus bertanya bagaimana dengan anda yang punya pengalaman tinggal dan bergaul di luar negeri yang cenderung dengan pergaulan bebasnya" celetuk Syifa berusaha menutupi rasa gugupnya

Sedang di ruang tamu keluarga mereka berharap ada obrolan yang menjadikan keduanya makin dekat, namun kenyataanya mereka justru beradu argumen.

"Mereka berdua ngomongin apa sih? Wajahnya kenapa pada kesel begitu bukannya bahagia?" gumam paman Andi yang memperhatikan dari halaman rumah.

Fadlan menghela nafas mendengar ucapan Syifa, dia mencoba menahan diri agar tidak membocorkan identitas sebenarnya pada Syifa.

"Hanya dari satu sudut pandang lalu memukul rata bahwa semua yang berkaitan dengan luar negeri sudah terjerumus dengan pergaulan bebas? Sempit sekali pemikiranmu.

Lantas apa kamu lupa dengan takdir Allah? Tidak ada sesuatupun yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi kecuali telah tercatat. Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa salam bersabda,

...كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ...

...Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi”

"Meskipun jodoh sudah ditetapkan di Lauhul Mahfudz, seorang muslim yang taat tetap harus memperjuangkan jodohnya. Seorang muslim dianjurkan untuk selalu berusaha dan berikhtiar dengan maksimal untuk mendapatkan jodoh terbaik bagi dirinya. Dari penjelasan kamu tadi, jawaban saya yaitu hanya kamu yang menjadi pilihan untuk saya nikahi"

'oh tidak! kamu melupakan kalau dia pernah di pesantren Syifa'

"Astaghfirullah, apa bagi anda calon pendamping hidup tinggal memilih ini dan itu?"

"Itu kesimpulanmu setelah mendengar penjelasan saya?" menatap kedua bola mata Syifa.

"A-anu itu dari perkataan anda.. hm terserah anda saja" Syifa segera menunduk, ia tampak risih dengan Fadlan yang terus menatapnya.

"Baiklah, saya tidak suka mengulur waktu terlalu lama. Saya anggap kamu setuju jika pernikahan akan dilangsungkan dua minggu lagi!" pungkas Fadlan langsung beranjak melangkah ke ruang tamu.

"Tunggu! Dua..dua minggu lagi? Heii.." cibir Syifa.

..................

Keluarga mereka yang berada di ruang tamu sudah menunggu Fadlan dan Syifa kembali untuk membahas tanggal pernikahan.

"Maaf, mungkin sudah lebih dari sepuluh menit. Tetapi, kami memutuskan supaya pernikahan kami dilangsungkan dalam waktu dekat, yaitu dua minggu lagi" tutur Fadlan yang baru saja kembali ke ruang tamu.

Sontak semua yang ada di sana terkejut mendengarkan keputusan yang di sampaikan oleh Fadlan.

"Apa tidak terlalu cepat, Fadlan?" tanya paman Romi.

"Alhamdulillah..bagus kalau kalian sudah sepakat, lebih cepat lebih baik" celetuk kakek Ali.

"Semoga Allah meridhoi semua urusan kita sampai tanggal yang sudah di tentukan" imbuh abah Musthofa.

"Aamiin..."

'astaghfirullah..dia benar-benar mengatakannya? Ya Allah..sekarang harus bagaimana?' lirihnya dalam hati yang berdiri di ambang pintu.

Fadlan menoleh ke arah Syifa dengan wajah dinginnya. Sedang Syifa berlalu masuk ke ruang keluarga, kesal, marah namun siapa yang perduli dengan perasaannya sekarang? Dia menganggap Fadlan adalah lelaki yang egois dan dingin.

"Baik apanya.. bahkan dia hanya memutuskan sepihak" lirihnya merutuki nasibnya sekarang.

...----------------...

~Keesokan harinya

Syifa berangkat ke kampus dengan wajah lesu, dan matanya yang sembab, sepertinya dia menangis semalaman. Dia duduk di kursi ruang kuliahnya, menenggelamkan wajah di antara kedua tangannya.

"Assalamu'alaikum Syifa..tumben pagi datangnya" sapa Adiba yang baru datang.

"Wa'alaikumussalam.." jawabnya lirih

"Kalau ada orang kasih salam, dijawab dong cantik.."

Syifa mengangkat kepalanya lalu menoleh ke arah Adiba.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah Adiba Zahrotul Maula"

"Ya Allah lengkap ya bund, eh..kamu kenapa Syif? Matamu sembab gini, ada masalah ya?" menangkup kedua pipi Syifa.

"Tidak ada, cuma kurang tidur aja" melepaskan tangan Adiba dari pipinya.

"Wait..sejak kapan kamu pakai cincin di jari manis?" melihat cincin melingkar di jari manis Syifa.

Raut wajah Syifa yang lesu berubah jadi panik mendapat pertanyaan dari teman dekatnya.

"E-emm itu baru di beliin sama ummi..hehe iya di beliin sama ummi" jawabnya berbohong dengan senyum terpaksa.

"Serius? Kamu bisa bohong ke temen yang lain, tapi kamu ngga bisa bohong sama aku ya Syif.."

Benar saja Syifa pasti ketahuan kalau sedang berbohong pada Adiba. Akhirnya Syifa memutuskan untuk memberitahu yang sebenarnya terjadi pada Adiba.

"Hmm..itu kemarin malam, a-aku.."

"Santai aja lah Syif" ujar Adiba tersenyum.

"Aku dilamar, Diba. Lebih tepatnya, aku dijodohkan dan langsung dilamar" pungkasnya kembali menerima kenyataan.

"Ya Allah Syifa.. serius kamu? Tadi malam?"

"Iya..hmm..memang sebelumnya sudah di kasih lihat fotonya sih, kata ummi dia juga sudah lihat foto aku dan semalam pertama kali ketemu secara langsung"

"Masyaa Allah, ini aku dengernya harus seneng atau sedih, Ya Allah Syifa ..yang ngga di sangka-sangka kamu-"

Syifa langsung membungkam mulut Adiba.

"Sstt..jangan heboh dulu. Tolong sembunyikan ini dari yang lain ya, termasuk Jihan. Aku tidak mau jadi bahan omongan di kelas ini.." pintanya memelas pada Adiba.

"Insyaa Allah aku bakal jaga rahasia ini. Eh terus udah ada gitu rencana pernikahannya?"

"Udah..." jawab Syifa malas.

"Beneran? Kapan Syif?"

"Dua minggu lagi, Adiba..huhu...Ya Allah, aku pengin kabur aja.."

"What? Dua minggu? Ehh Syifa cantik, jangan sedih begitu dong..hemm itu tandanya dia serius sama kamu"

"Hmm..ya semua pasti akan bilang seperti itu" lirihnya.

Tanpa terasa teman-teman yang lain sudah mulai berdatangan, teman terheboh mereka pun baru saja datang.

"Assalamu'alaikum ukhti, pagi-pagi udah asyik ngeghibah aja nih.." menaruh tas di kursi sebelah Adiba.

"Wa'alaikumussalam..isshh emangnya dikau" celetuk Adiba meledek.

"Aku kan cuma sharing info aja gais hehe...eh tumben nih ada yang berangkat pagi? Ada apakah gerangan?" menatap Syifa heran.

"Mau numpang tidur...kenapa emang?" tanya Syifa balik.

"Perlu aku siapin kasur engga nih? Biar tidurnya makin nyenyak..?"

"Suka hati kau lah Jihan.." ujar Syifa yang tidak mood bercanda.

"Eh, hari ini mata kuliahnya dosen baru ya? Katanya dia juga yang bakal gantiin almarhum pak jinan lohh" celetuk Rohmah, yang duduk di barisan paling depan.

"Oh iya hari ini ya jadwal mata kuliahnya" kata Jihan heboh.

"Emang ada dosen baru ya? Palingan dosen senior gitu yang gantiin" timpal Adiba.

"Ada..Adiba cantik, katanya masih muda tahu, masih single lagi ya kan Nay?" kata Bella yang duduk bersebelahan dengan Rohmah.

"Iya betul, di ruang dosen aja lagi ramai waktu aku kesana tadi" kata mahasiswi bernama Naya yang duduk di belakang Syifa.

"Tapi sepertinya bukan sembarang dosen deh, soalnya di siapin ruangan khusus, beda lah sama dosen yang lain" imbuh Ayu, teman ghibahnya Jihan.

......................

Beberapa menit kemudiah, jadwal mata kuliah akan segera di mulai. Komting kelas memasuki ruang kuliah bersama dosen baru yang banyak diperbincangkan teman-teman Syifa.

"Assalamu'alaikum" dosen baru itu mengucap salam ketika memasuki ruangan.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah" jawab mereka serempak.

"Ih bapak dosennya ganteng banget" bisik mahasiswi bernama Pipit.

"Sumpah, beneran baru kali ini di kampus B ada dosen seganteng ini" imbuh Ayu menepuk-nepuk pundak Pipit.

"Nanti mau minta nomor hpnya ah.." gumam Bella kegirangan.

"Ya Allah.. mirip sehun exo ngga sih? Love deh sama bapak dosen baru" seru Jihan.

Kira-kira seperti itu lah tanggapan dari teman-teman Syifa, ketika dosen baru itu memasuki ruangan.

Syifa yang kebetulan sedang minum, sekilas melihat ke arah dosen baru itu. Dia terkejut setengah mati ketika melihat wajah dosennya, sampai tersedak dibuatnya.

"Uhukk! uhukk!"

Beberapa kali Syifa mengerjapkan mata untuk memastikan kalau matanya masih normal dan tidak salah lihat.

...****************...

*Gambar hanya pemanis saja ya kakak-kakak ☺️❤️

Part 3 : Dosen Baru

Syifa sangat syok melihat dosen baru yang ramai dibicarakan, ternyata dosen itu Muhammad Fadlan Ganendra, calon suaminya yang baru dia kenal kemarin malam.

"Eh Syif, pelan-pelan kalau minum" kata Adiba membantu menepuk-nepuk punggung Syifa.

"Anak kecil..anak kecil" umpat Jihan yang juga membantu menutup botol air minumnya supaya tidak tumpah.

Fadlan menoleh ke tempat duduk Syifa dan tersenyum tipis padanya.

"Senyumnya manis banget, pasti buat aku" ujar Bella yang terlalu percaya diri.

"Narsis amat lu" sahut Naya.

"Pantes masih single, orangnya ganteng begini. Cari pacarnya pasti yang good looking juga" kata Jihan menopang dagu memandangi dosen baru.

Fadlan mulai memperkenalkan diri pada mahasiswa dan mahasiswi di ruangan itu, dia juga memberikan beberapa informasi untuk kepentingan tugas kuliah dan tentunya menjelaskan kontrak kuliahnya pada mahasiswa.

Bukan teman satu angkatan Syifa namanya, kalau tidak ramai bertanya ini itu pada dosen baru.

"Pak, katanya bapak masih single ya pak?"

Wajahnya datar menanggapi pertanyaan itu. Syifa menyadari kalau Fadlan sempat melihat ke arahnya sebelum menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh salah satu temannya.

"Status saya saat ini.." menjeda perkataanya.

"Akan menikah dalam waktu dekat" imbuhnya menunjukkan cincin yang melingkar di jari manisnya.

"Hahaha..kasihan pada naksir tapi langsung di usir" cibir para mahasiswa di ruangan itu.

Syifa termangu melihat Fadlan yang sedang menanggapi pertanyaan dari teman-temannya.

Di dalam hatinya, dia tak bisa mengelak kalau style calon suaminya itu sangat perfect untuk seorang dosen, dengan gaya maskulin dan tentunya mempesona bagi kaum hawa.

"Saya harap kita bisa bekerja sama dengan baik, terutama untuk kehadiran. Tidak ada kata terlambat dan izin, kecuali sakit" ujarnya ketika menjelaskan kontrak kuliah.

Kemudian Fadlan menjelaskan beberapa peraturan yang harus di ikuti oleh mahasiswa/i saat mata kuliahnya berlangsung.

Baru mendengarkan saja semua mahasiswa dan mahasiswi di ruangan itu bergidik ngeri, mata kuliahnya sendiri membutuhkan konsentrasi yang tinggi, ditambah dosennya yang sangat ketat peraturannya.

...----------------...

*Kantin Kampus

"Sumpah ya ganteng-ganteng ternyata dosen killer" cibir Jihan.

"Haha hayo tuh Jihan, banyakin belajar sana" ledek Adiba menertawakan ekspresi wajah Jihan.

Syifa yang moodnya masih jelek, memilih untuk diam.

"Syif mau makan apa, biar aku pesenin"

"...."

Namun tak kunjung ada respon dari sahabatnya.

"Woii Syifaa!" mengguncang bahu Syifa.

"Ck! Aku denger Jihan, tapi lagi males ngomong aja"

"Makan dulu deh Syif, kamu mau pesan apa?" tanya Adiba yang hendak beranjak memesan makanan.

"Apa aja..ngikut kalian.."

......................

Saat menyantap makanan, Syifa juga masih terdiam tidak seceria biasanya. Sampai tidak sadar memasukkan sambal terlalu banyak pada mangkok baksonya.

"Syif, are you okay?" tanya Adiba bengong.

Syifa hanya mengangguk dengan tatapan kosong.

"Kamu sanggup habisin itu Syif?" tanya Jihan menghentikan tangan Syifa.

"Astaghfirullah..ini banyak banget, gimana nih?" tersadar akan kecerobohannya.

"Ck..Syifa Syifa.."

Adiba dan Jihan menggelengkan kepala melihat sahabatnya, dengan cekatan mereka membantu Syifa menaruh kembali sambal di wadah.

Tanpa mereka sadari, Hasbi memperhatikan ke tempat duduk mereka, dia yang sedang makan bersama temannya diam-diam memperhatikan Syifa.

"Kesambet apa lu?" tanya Yusuf melihat Hasbi yang tersenyum sendiri.

"Ya? Tidak ada.." jawab Hasbi mengalihkan pandangan.

"Oh, jangan bilang lu naksir temennya Jihan?" celetuk Yusuf lagi.

"Serius, Bi? Yang mana?" imbuh Miftah, temannya yang lain.

"Adiba ya, Bi?"

"Astaghfirullah sudah jangan membicarakan orang" ujarnya.

"Daripada yang diem-diem lihatin cewe?" sindir Yusuf.

"Menurut gue sih bukan Adiba, tapi sebelahnya kan? Asyifa..Ya, Syifa namanya" ujar Adit.

"Bagaimana kamu bisa tahu namanya?" tanya Hasbi salah tingkah.

"Jelas gue tahu, kan gue satu ruangan sama mereka"

"Oh begitu..."

"Mau gue bantu buat ta'aruf sama dia?" tawar Miftah.

"Nanti saja, belum berminat" jawab Hasbi yang sebenarnya sangat ingin mengiyakan tawaran temannya itu.

Tetapi dia urungkan niatnya, alasannya karena ada Yusuf di sana, dia hanya menjaga perasaan teman baiknya itu, sebab adik perempuan Yusuf menyimpan rasa padanya.

...----------------...

Ketika sedang fokus mengikuti mata kuliah kedua, Syifa merasakan perutnya melilit hebat, mungkin karena makan kuah bakso yang sudah terkena sambal di kantin tadi. Semakin di tahan semakin dia merasakan sakit, dia pun meminta izin pada dosen untuk pergi ke toilet.

Syifa berjalan sedikit sempoyongan, keringat dingin mengucur membasahi dahinya. Untuk berjalan ke toilet yang jaraknya lumayan jauh dari ruang kuliah, rasanya sudah tidak sanggup lagi.

Tidak sengaja Fadlan keluar dari ruangannya, dia melihat Syifa yang berjalan sambil memegangi perutnya. Melihat keadaan sekeliling yang tidak terlalu ramai, dia menghampiri calon istrinya.

"Kamu sakit?" tanya Fadlan datar.

Syifa menoleh melihat orang yang bertanya padanya.

"Tidak" jawabnya cuek mengetahui Fadlan yang bertanya.

"Wajahmu pucat. Mau saya bantu?" ujar Fadlan sedikit khawatir dengan kondisi Syifa.

"Tidak usah" melambaikan tangan pada Fadlan sambil menahan rasa sakit.

"Jangan keras kepala"

Dengan terpaksa Syifa mengiyakan bantuan Fadlan, karena rasanya sakit sekali dan tidak mampu berjalan lebih jauh.

Fadlan meminta Syifa masuk ke dalam ruangannya.

"Kamu bisa istirahat dulu di sini, toilet juga ada di sebelah sana.." memberikan kunci ruangannya pada Syifa.

'eh, yang bener aja di ruangan dosen? kenapa tadi aku mau sih di ajak ke ruangan dia?' merutuki diri sendiri.

Syifa menerimanya dengan tangan gemetar.

"Saya ada urusan sebentar. Apa kamu yakin bisa sendiri?"

Syifa mengangguk lemah.

"Telfon saya atau temanmu kalau ada apa-apa" ujarnya dengan wajah khawatir dan memberikan kartu namanya.

"Terima kasih.."

Sewaktu Syifa pergi ke toilet, Fadlan menaruh air hangat dan obat sakit perut di meja dekat sofa juga meninggalkan sebuah catatan di sana.

.............

Syifa yang baru selesai dari toilet, mengambil secarik kertas yang bersebelahan dengan segelas air juga obat.

"Obatnya jangan lupa di minum, kalau sudah merasa baikan titipkan kunci itu pada satpam. Semoga lekas sembuh"

Kira-kira seperti itu isi catatan yang ditinggalkan Fadlan. Tanpa sadar Syifa tersenyum ketika membacanya.

'Ternyata dia masih punya belas kasihan dibalik penampilannya yang dingin' lirih Syifa.

Untuk beberapa saat Syifa istirahat di ruangan itu, sampai merasa sudah lebih baik, Syifa memutuskan kembali mengikuti perkuliahan.

...----------------...

Malam hari ketika sedang mengajari adik-adiknya mengerjakan tugas sekolah, handphonenya berdering.

*Grup Calon Istri Solehah*

"Lagi pada ngapain gaiss?" @Jihan.

"Nugas seperti biasa" @Adiba.

"Lagi nemenin adek-adek tersayang belajar" jawab Syifa malas.

"Besok nyeblak kuyy, apa makan geprek yuk" @Jihan.

"Ngga dulu deh, perut aku masih ngambek gara-gara makan sambel kebanyakan"

"Lagian siapa suruh naruh sambel ngga pake aturan" @Jihan

"Tadi siang kamu di mana sih Syif, aku cariin kamu di toilet ngga ada" @Adiba.

"Tadi numpang di warung bu kantin, minum teh anget"

"Haduhh, dasar Syifa. Jadi besok gimana nih gaiss?" @Jihan.

"Apa jadinya nanti dehh.. "

......................

"Ekhemm, Kak Fadlan ya?" ledek Zaki.

"Heii! Fokus kerjain tugas" tegur Syifa.

Di dalam hati sebenarnya dia juga berharap kalau pria itu yang mengirimkan pesan padanya. Tapi, ternyata bukan dari Fadlan, melainkan pesan dari teman-temannya.

'astaghfirullah, kenapa jadi berharap sih? Maafkan Syifa, Ya Allah. yang barusan berharap pada sesama manusia'

"Duh kalian kalau tanya matematika jangan tanya ke kakak kenapa? Udah tahu kakaknya ngga bisa malah di bikin pusing..." celetuk Syifa kebingungan.

"Kakak kan calon sarjana pasti bisa dong.." ujar Zaki terkekeh menjahili kakak perempuannya.

"Mana ada kampus agama mata kuliahnya matematika?"

"Kata temen Zaki ada tuh kak.. "

Beberapa kali handphonenya kembali berdering, dengan malas Syifa meraih handphonenya lalu membuka chat dari seseorang.

Dari : 08xxxxxxxx

"Assalamu'alaikum, ini saya. Apa sudah baikkan sakit perutnya? Fadlan "

..........

Syifa membulatkan matanya dan berulang kali membaca pesan tersebut, pipinya bersemu merah melihat nama pengirimnya dan segera membalas pesan itu.

"Alhamdulillah sudah lebih baik, terimakasih atas bantuannya" balasnya.

..........

Dari : 08xxxxxxxxxxx

"Syukurlah. Jangan lupa istirahat "

..........

"Anda juga pak"

...----------...

Syifa tersenyum sendiri ketika membalas pesan dari Fadlan, meski isi pesannya singkat, tetapi Syifa bisa merasakan perhatian dari calon suaminya.

"Eh kenapa tuh kak Syifa?" tanya Zaki menyenggol Tasya.

"Paling lagi bertukar pesan sama Kak Fadlan"

"Oh, iya juga. Bilangin ummi sama abah yuk, kan katanya kalau belum sah ngga boleh sampai bilang cinta-cintaan gitu"

"Iya kak, umi bilang begitu ya..yuk"

"Heh..kalian! Lanjutkan belajar, lagian siapa juga yang cinta-cintaan! Ini tuh lagi bahas tugas" titah Syifa memasang wajah galak di depan adik-adiknya.

"Tugas apa tugas?" tanya ummi yang menghampiri mereka sambil membawa sepiring buah.

"Eh ummi... hehe. Ini beneran tugas mi, ada yang Syifa belum faham jadi tanya ke dia" jawab Syifa asal.

"Iya sudah nak, tetap jaga batasan yang terpenting"

"Baik ummi.."

...----------------...

*Rumah Fadlan

Malam ini Fadlan sedang berkumpul bersama sahabat-sahabatnya di rumah, mereka biasanya menghabiskan waktu bersama untuk sekedar mengisi waktu luang seperti bermain futsal atau yang lainnya.

Fadlan mempunyai sahabat yang dia kenal semasa menuntut ilmu di pondok pesantren dulu, namanya Salim, di usianya yang masih muda Salim sudah menjadi ustadz, dan rencananya Fadlan memintanya untuk menjadi asisten dosen.

Juga ada Aidan, sahabat yang dia kenal sewaktu kuliah di luar negeri. Aidan sudah seperti saudaranya, dimana kisah hidup Aidan tidak jauh berbeda dengannya. Aidan merupakan orang kepercayaan Fadlan juga asisten pribadinya.

Alwi, seorang musisi juga rekan bisnis Fadlan. Yang terakhir ada Haikal, saudara sepupu sekaligus sahabat bagi Fadlan.

Fadlan sudah menganggap mereka sebagai bagian dari keluarga. Di tengah kesibukan masing-masing, mereka selalu menyempatkan waktu untuk tetap menjaga hubungan persahabatan mereka entah itu makan siang bersama, melakukan hobi dan lain-lain.

"Selamat ya Fad, semoga Allah mudahkan sampai pernikahan nanti" tutur Salim yang baru saja datang.

"Terimakasih, kau cepatlah menyusul" timpal Fadlan dengan panggilan akrab ketika bersama mereka.

"Finally, presiden jomblo akan menikah juga..." celetuk Alwi menepuk pundak Fadlan.

"Sepertinya predikat presiden jomblo akan berpindah posisi.." ejek Haikal melirik Aidan.

Mengerti apa yang dimaksud oleh Haikal, Aidan langsung melempar bantal sofa yang sedang dipegangnya dan tepat mengenai wajah Haikal.

"Sialan kau! Ku sumpahi kau jomblo sampai kakek-kakek" gerutunya diiringi gelak tawa dari sahabat Fadlan yang lain.

"Lalu kapan Fad rencana pernikahannya?" tanya Alwi tiba-tiba.

"Dua minggu lagi" jawab Fadlan datar menatap layar handphonenya.

"Serius Fad" ucap mereka yang terkejut berbarengan kecuali Haikal.

"Lu pada tuli ya? Kalau ada orang ngomong itu di dengerin!" kata Haikal beranjak untuk mengambil air minum di kulkas.

Fadlan yang masih fokus pada layar handphonenya hanya menjawab dengan anggukan.

"Nanti setelah menikah jangan lupa sowan ke abah kyai dan ummi. Mereka sudah mendengar kabar pertunangan mu Fad" ujar Salim.

Ketika pindah ke kota P, Fadlan tidak melanjutkan pendidikan di sekolah negeri melainkan menuntut ilmu di pondok pesantren yang sama dengan Salim. Setelah lulus dari pesantren, kakeknya dan paman Romi mengirim Fadlan untuk kuliah di luar negeri.

"Insyaa Allah, aku akan ke sana"

Haikal diam-diam memperhatikan Fadlan yang sedang sibuk dengan handphonenya.

"Dihh..lagi ada urusan sama siapa lu bang? Jarang-jarang pegang hp sambil nyengir sendiri"

"Siapa lagi kalau bukan mahasiswi idaman" celetuk Aidan yang beranjak mengambil gitar.

"Mahasiswi? Oh adek Syifa ya?" goda Haikal.

"Hei hanya aku yang boleh memanggilnya seperti itu!" tegur Fadlan yang tidak rela kalau calon istrinya disebut adek oleh orang lain.

"Pelit amat bang, nyebut gitu aja ngga boleh. Kan gue juga lebih tua dari dia" kata Haikal bercanda.

"Namanya juga lagi jatuh cinta bro! Emangnya lu? Yang pacaran minta di traktir mulu sama cewe" jawab Aidan meledek.

"Sialan lu Aidan, balas dendam ya?"

Begitulah kira-kira suasana kalau mereka semua sudah berkumpul, untuk sekedar melepas penat setelah sibuk seharian bekerja.

...----------------...

Semenjak Fadlan menjadi dosen di kampus B, banyak dari kalangan mahasiswi maupun dosen wanita yang masih single mengagumi akan pesona dosen baru itu. Meskipun Fadlan termasuk dosen yang tegas dan terkesan killer ketika jam mata kuliahnya berlangsung, pesona ketampananan dari Fadlan Ganendra memang tidak bisa dipungkiri oleh mahasiswi dan dosen wanita di sana.

Hari ini Fadlan tidak ada jadwal mengajar, namun dia tetap datang ke kampus untuk menghadiri rapat bersama rektor, wakil rektor juga rekan dosen yang lain. Mobil mewah miliknya memasuki parkiran kampus, sontak mahasiswa maupun mahasiswi yang melihatnya berdecak kagum.

Syifa yang sedang berjalan dengan Adiba dan Jihan sampai melongo ketika Fadlan keluar dari mobil.

"Ya Allah..gantengnya ciptaan Allah. Bagi satu untuk Jihan. Udah ganteng, kaya raya, dosen lagi"

"Betul kata Naya, dia bukan sembarang dosen. Mobilnya aja beda lagi, mobil mewah semua lagi" kata Adiba menggelengkan kepala.

'sekaya itukah kamu, pak? sampai banyak di kagumi orang'

"Kan bisa jadi itu mobil rental" ucap Syifa asal bicara.

"Aduh kamu Syif, sejak kapan mobil mewah jadi mobil rental? Tapi jujur, aku heran. Kenapa dia mau jadi dosen di kampus ini ya yang gajinya ngga seberapa" pungkas Jihan terheran-heran.

"Aku dengar juga pak Fadlan sebelum pindah ke sini, dia jadi dosen di Universitas yang cukup terkenal di kota P" timpal Adiba yang setuju dengan perkataan Jihan.

"Nah iya kan, apalagi dia juga lulusan universitas luar negeri gais. Aku curiga kalau dia bukan hanya seorang dosen" ujar Jihan yang semakin penasaran.

"Heh udah, nanti orangnya denger" Syifa mengingatkan kedua sahabatnya.

Fadlan berjalan melewati mereka, rasanya hati Syifa ingin melompat keluar ketika menyadari Fadlan menatap ke arahnya.

Mereka bertatapan untuk beberapa detik sebelum Syifa menunduk menghindari kontak mata dengan calon suaminya.

Fadlan tersenyum setiap melihat Syifa yang salah tingkah seperti itu.

'Innalillahi..jaga hati dan pandangan hamba-Mu ini Ya Allah, sebelum sah menjadi suami istri ' batinnya.

"Mau bilang sok ganteng tapi emang dia ganteng" ujar Adiba menggelengkan kepala.

"Boleh mengkhayal jadi pacarnya engga ya?" tanya Jihan mulai berandai-andai.

"Terserah kamu deh Jihan, yuk buruan ke kelas" ajak Adiba menggandeng Syifa.

"Eh..Syifa, kenapa pipimu merah gitu? Jangan-jangan..kamu juga naksir ya sama pak Fadlan?" tanya Jihan yang melihat pipi Syifa merona.

"Apaan sih Jihan.."

...----------------...

Dalam perjalanan pulang menuju rumahnya, Syifa berniat membelikan bubur ayam untuk kakeknya, karena kemarin kesehatan kakek kurang baik.

Ketika sedang menunggu antrian, ada yang memanggilnya.

"Asyifa ya?"

"Iya betul..siapa?" menoleh pada orang yang memanggilnya.

"Assalamu'alaikum, saya Hasbi"

"Wa'alaikumussalam" mengganggukan kepala.

"Sering beli disini juga?" tanyanya yang juga sedang antri.

"Tidak, kebetulan lewat dan ingin membelikan untuk kakek saya" jawabnya singkat tanpa memandang ke arah Hasbi.

Di sebrang jalan, Syifa melihat sebuah mobil memasuki halaman rumah yang terbilang cukup besar, namun ada papan yang tertulis di depannya, "Panti Asuhan Istiqomah".

Betul saja, Syifa yang merasa tidak asing dengan mobil itu, dia melihat Fadlan keluar dari mobil dan berjalan menyusuri halaman depan panti asuhan.

Dilihatnya ada seorang wanita muda berhijab menyambut kedatangan Fadlan dengan senyum sumringah dan menggandeng beberapa anak kecil.

"Bukannya itu dosen baru di kampus kita ya?" Hasbi mengikuti arah pandangan Syifa.

"Sepertinya iya..." jawab Syifa pura-pura tidak tahu.

Entah kenapa, melihat wanita itu tersenyum pada Fadlan rasanya ada suatu getaran yang ia rasakan di hatinya.

'siapa wanita itu? Ya Rabb, janganlah Engkau biarkan hamba berharap pada seorang makhluk. Sesungguhnya Engkau Yang Maha membolak balikkan hati' Syifa bermonolog dalam hati.

Dalam benaknya dia berfikir kalau hari pernikahannya semakin dekat, dia khawatir kalau calon suaminya ternyata belum selesai urusannya dengan masa lalunya.

Netranya mulai memanas, seakan sudah tidak bisa menampung butiran air yang akan turun membasahi pipinya. Satu kata yang mewakili perasaanya sekarang yaitu sakit, rasanya begitu sakit dan sesak di dada.

"Masyaa Allah ternyata beliau bukan hanya dikagumi ketampanannya tetapi juga gemar menyantuni anak yatim. Ya kan Syifa?" tanya Hasbi melihat Fadlan masuk ke dalam panti asuhan itu.

Syifa hanya diam tidak menghiraukan pertanyaan Hasbi.

'suatu kebetulan bisa bertemu dengannya di sini, apa mungkin kami berjodoh' Hasbi berucap dalam hati.

"Kamu kenapa Syif?" tanya Hasbi menyadari raut kesedihan di wajah Syifa.

"Oh, tidak apa-apa. Ini mungkin kena debu.. hehe banyak asap kendaraan jadi sensitif matanya" jawabnya segera menyeka air mata yang hampir keluar.

Hasbi kebingungan menoleh ke kanan dan ke kiri, karena memang keadaan jalan yang tidak terlalu ramai.

"Maaf saya duluan. Assalamu'alaikum" pamit Syifa menunduk setelah penjual memanggil nomor antriannya.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah"

......................

"Lama yah pak, beli buburnya di Arab?" sindir Adit, salah satu temannya.

"Maaf, tadi ada urusan dikit.."

"Urusan apa kah yang membuat dikau lama kembali?" tanya Miftah sahabat yang paling kocak.

Sebenarnya dia segan untuk memberitahu, karena ada Yusuf disana. Tapi karena sudah terlanjur dan kalau tidak di jawab mereka semakin penasaran.

"Tadi ngga sengaja ketemu Syifa, temannya Jihan" jawabnya santai.

"PDKT dong.." celetuk Yusuf.

"Astaghfirullah, tidak begitu kawan. Hanya sekedar mengobrol, sambil menunggu antrian yang ramai"

"Ekhem! Pucuk di cinta ulam pun tiba" bisik Adit pada Hasbi.

Hasbi merasa ada ketertarikan dalam hatinya pada Syifa, dia meraih handphonenya lalu menanyakan pada Jihan beberapa informasi tentang Syifa, sahabatnya.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!