Chapter 3 Perjalanan Pangeran

Chapter 3 Pernak Pernik Perjalanan Pangeran

Prosesi pemakaman telah berjalan dengan hikmah juga ada banyak hal yang bisa dipetik. Kembali ke dalam mobil, sesaat Ria memalingkan wajah ke jendela menanti Siska yang baru saja berpamitan dengan kerabat Bu Tania untuk sedikit menghibur meneguhkan kesabarannya. Kunci menahan diri dari musibah yang sedang menimpa dengan pelukan hangat "Titip jagain ibu Tania ya... biar tidak merasa sendiri".

Sama mencoba untuk tenang sembari kuambilkan sehelai tissue serasa kurangpun kuserahkan beserta kotaknya. Seringkali wanita bertopeng derai air mata, tahukan wajah sedih garis-garisnya tertarik turun kebawah semu seperti kelelahan. Biarkan saja supaya Ria bisa menjadi lebih kuat saat pulih kembali.

Dengan mengingat jalan yang sebelumnya untuk kembali itu adalah PR penting bagi orang yang berkendara. Dengan tetap menggenakan sabuk pengaman dan melengkapi surat-surat semacam Surat Izin Mengemudi ataupun Surat Tanda Nomor Kendaraan. Walau tanpa menyalakan musik aku lebih berfokus mencari jalur yang tidak merah maksudnya macet. Aku pun tak hafal rute ke rumah Ria dan Siska belum pernah malah, kebanyakan kita bertemu di luar bisa dikampus atau tempat umum tapi kalau Ria memang pernah kerumahku. Berhubung satu jurusan sama adikku mungkin  semacam kerja team.

Yang ada Ria semakin disini malah menangis sampai sembab wajahnya dihadapkan pada kaca pintu mobil, srot... srot... baru kali ini aku menemui sosok aslinya Ria yang seperti ini, lagi dan lagi ditinggal orang yang dekat. Aku sendiri pernah mengalami yang serupa tapi tak sama, tak ingin ketinggalan bukan maksud menonjolkan sebagai kesombongan sekilas jadi diri yang egois mementingkan diri sendiri.

Telah lama itu terjadi namun soal yang menimpaku tak perlu diungkit lalu bagaimana dengan Ria dia yang anak tunggal. Sosok suami Ibu Tania tentu sempat dekat juga sebagai bapaknya secara psikologis itu akan mengulas memori kabung dan kesan rasanya memang tidak enak.

Berlangsung tujuh hari kegiatan yang padat juga menjadi halangan untuk menemani keakraban dengan kesedihan yang ada di yayasan Al Bustan sehingga selimut doa hanya akan terkirimkan dari jauh, yang sempat jadi kebimbangan meski sama sadar Bu Tania sendiri tegar dan lapang.

"Sedang sesuatu yang ukurannya sebanding maka pilihlah mana yang terbaik untukmu dan sekitar" ini kataku. Bisik rayu akibat diri sendiri sering tak mau mengalah, sungguh bukan iri bukan ngirit pula atau pelit. Obsesi orang serakah...tidak... tidak... mataku melek, aku tak lebih miskin. Secara individual pun aku mampu memenuhi kebutuhan dasarku.

Mengungkit sejarah kebesaran beliau terkagum tentang keakraban keajaiban relasi. Merogoh kace kecil memegang bedak dan beauty bland berwarna black yang sepintas nampak dari bayangan spion belakang, membuatku tak sadar menoleh memitak kepala Ria yang agak condong ke depan.

Kejanggalan yang dipaksakan walau itu kebiasaan wanita pada dasarnya namun kali ini serasa berbeda berubah aneh dan dirasakan oleh laki-laki sepertiku. Barusan aku habis melamun jadi tidak sengaja pula main tangan akan ada sesal jika jiwa penyayang hilang dariku.

"Wesss...wouffft...selesai ya udah gitu lo...ganti yang lainnya. Ya kalau terus terusan itu tuman..." rembesan tangis sudah mengering terkena dinginnya AC mungkin Ria malu juga terang-terangan. Kecuali jika hanya mencari muka...

"Sembarangan..." kepalaku menggeleng.

"Ajaran kamu lo ya tuh barusan" tangkap Ria dengan obrolan yang cuek tapi ngaruh semakin tidak asli.

Orang pada umumnya pasti akan merasa bersedih ketika ditinggalkan oleh orang yang berkesan, berpengaruh dalam hidupnya asal tetes air mata itu tak disertai teriakan yang menyakiti diri atau bahkan sampai merobek baju sebab jika hal itu sampai didengar mayit tentu akan turut kecewa. Apa aku yang salah sangka ya...

Kebanyakan orang menganjurkan untuk melalukan tradisi ini sekedar bela sungkawa bahkan bisa jadi ingin mendapatkan bingkisan, semoga saja tamu-tamu yang hadir tidak memberatkan dan bisa menghibur meringankan beban masalah yang sedang menimpa.

Mereka yang sehat dan berakal masih mampu melihat dan pula mau memberi salam mendoakan kerabatnya yang hidup bertapak diatas bumi lalu kenapa tidak sebaliknya juga untuk mengirimi sebongkah lantunan manis yang mampu menenangkan mereka yang bersembunyi di alam kubur. Sepetak liang lahat berukuran satu setengah sampai dua setengah meteran itu mungkin menyeramkan. Siapa yang akan mengira, jika memang jarak derajat itu lebih dekat daripada leher secar simbolis. Sedangkan secara tehnik anatomi tubuh, pusat pengaturan nafas maupun detak jantung ada disekitar dalam tengkuk.

Sendiri Siska lebih memperbanyak diam sambil mencermati identitas yayasan Al Bustan dari sepeninggalnya beliau memungkinkan untuk menenangkan kita yang tak aktif tentang komentar keluarga besar Al Bustan. Seumpama di sedikit waktu teratasi melihat kendali media yang mengurangi pembahasan yang tidak pantas untuk ditampilkan. Oke tujuan memikirkan saudara yang sensitif adalah mengajak sama siap-siap.

Kembar non pasiv namun condong lebih normal Siska yang kembali menyambung pembicaraan dengan menawarkan obat antisipasi perjalanan ke lainnya baik aku ataupun Ria, juga minuman untuk dirinya sendiri karena yang lainnya memang tak mau, roll on Aroma lavender insyaallah tidak nyasar tidak pusing dan bisa mengantar ke tempat masing-masing. Apalagi kalau di mobil madep handphone dalam pikiran kacau balau. Sehingga alangkah baiknya kepala di hadapkan kedepan saja bisa juga sekali tengok kanan kiri.

Untungnya ada pak supir waktu itu, lelaki yang tak perasa terlebih tak ada sangkut pautnya sama sekali jika sekedar pernah mendengar atau tahu. Tidak ada tanda-tanda gangguan, fisik yang sudah terbiasa bekerja karena tuntutan sekira bisa mengendarai dengan perjalanan yang mulus tak terasa tanpa mengocok perut dan juga membantu mengoreksi arah tadi ketika akan berangkat, sepanjang perjalanan aman lalu menurunkan Ria.

Bagaimana dengan besok, aku menawarkan mereka di ahir pekan saja. Basa-basi agar meraka tidak berasa diusir toh sudah nyampek depan rumah di jalan kartika Rt 02 hanya saja mereka sama sekali tak menggubris ucapanku, kecuali Siska sepertinya memang cakap instingnya untuk mendapatkan poin yang aku maksud.

Sudahlah jika ujung kaki sudah menginjak tanah meski hanya dengan pintu yang terbuka sedikit keputusan memang sudah bulat dan tidak akan berubah, itu kalau aku. Toh lirikanku tak meleset sepatu merah maroon milik Ria yang belum juga menggantinya, dia memang sering mengajak orang untuk bersabar.

Ria sama Siska cocok duo ceriwis. Buktinya sampe betah dan gak mau dipisah mengagetkan saja tu bocah main pergi saja. Terlanjur kenal malah asik tanya jawab aku kira bakalan ngantuk, nyatanya malah aku disuruh hop.. hop... hop... "Gimana Boss sudah bisa tenang" bumbu Pak Supir memahami. Biasalah orang tua juga pernah muda pinter menangkap aura tantangan.

"Anything else...no one...its okey...your welcome". Gertak ku mengingatkan kembali. Sayangnya Siska lebih memilih menginap di rumah Ria untuk sementara. Gawat mereka bisa saja sewenang-wenang mempermalukanku dalam bincang rahasia. Kira-kira adakah bagian hidupku yang tak boleh dibongkar, sejauh mana mereka mengerti tentang aku.

Lupakan jika itu perih untuk dikenang, tidak hal mudah tapi bisa, jika dengan tekad tidak mengingat lalu mengganti keserupaan dengan hal-hal baru yang lebih menarik seolah meriset ulang kedalam diri. Jangan katakan lagi maka itu akan terkunci dalam berkas data yang tersimpan saja. Tak usah gugup seharusnya masalahnya ini urusan hormon yang lebih otomatis meskipun lamban. "Pak... pak lihatin mataku ada kotoran kayaknya" kedip-kedip ini seriusan, pak Supir malah mundur-mundur dan bilang "bersih-bersih, ndak ada apa-apa" dengan ketawa canggung ala bapak-bapak.

Itu juga menyebalkan padahal ada beneran, yang sabar saja tetep mengusahakan menyelamatkan perihnya ini dengan membuka kaca lipat yang ada didepan. "Astaghfirulloh " ungkapku malah diikuti Pak Supir dengan tawa "HA HA HA". Gak waras suweerrr... "Eh bentar man berhenti" (mobilpun direm dan tepat dibawah tiang lampu, sebentar saja).

Menengok ke belakang Ria melambaikan tangan dan merangkul pundak Siska gaya yang aneh, ngomong apaan dasar wanita suka bisik-bisik ga jelas pake gandengan tangan segala sekalipun itu sebentar. Seringkali memperdebatkan hal-hal yang sepele, apakah malam mereka akan seperti itu nanti "Ambyar" lagi geleng-geleng kepala.

Saat Ria sudah membalikkan badanya aku harap Siska menoleh sambil senyum malu-malu. Satu dua tiga sampai tak lagi terlihat eh ternyata tidak, membuatku kembali berfokus pada arah depan mengabaikan. Flat... "Tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik...tik.... "

Dititik aku berada untuk menunggu, terjerembab keguncangan menghantui agar tidak menumpuk kesalahan di usia muda yang kian ditumbuhi berbagai persoalan untuk pendewasan semua selalu bisa diatasi sedang keraguan hanyalah bahasa keterbatasan. Setiap sakit akan terobati setiap pahit akan netral dengan kesadaran.

Kemudian dengan bungkam dan sorot kosong melayang hal sepele yang sedikit membuang waktu tanpa disadari, lima belas menitan itu mungkin dan apakah sebelahku ini memperhatikanku sedari tadi akupun tidak tahu, ekor mataku melirik sedikit dan berasa kagok sekalipun baik-baik saja, asal tetap tenang bergayalah senyaman diri menyendiri.

"Oke man lanjut!" Barusan yang dilakukan, anggaplah hanya ambil angin segar malam yang berangin sekalian membuang sampah tissue. "Seperti semula bahan baku yang digunakan untuk membuat produk ini adalah bubur kertas" perasan risi dan asing telah diatasi. Bermula dari kulit kayu ahirnya dicetak dan dikeringkan menggunakan mesin yang besar. Berbentuk silinder berwarna putih itu sempat terbayang sekilas dibenakku.

Lebih banyak mengobrol saja biar suasana cair kembali, lumayan untuk nambah wawasan daripada banyak baca buku kebanyakan sih lupa. Sedangkan tehnik ala wawancara itu bisa melibatkan penglihatan juga pendengaran ahirnya kesan penyampaian itu mengikat lebih di hati. Tetang siapa, apa, dimana, kenapa dan bagaimana?

Baik dengan keadaan sedih, senang, tegang, cemas, takut itu menjadi lebih terekam. Membantu mengembangkan imaginasi untuk mengagumi betapa indahnya dunia ini dan betapa palsunya kisah yang berada. Semakin malam semakin dingin, gesek-gesek tangan ke lutut. Kerlap kerlip kota menerangi keadaan yang gelap dengan aneka bentuk. Semakin lama pinggir jalanan mulai padat digunakan sebagai ajang berbisnis dengan bidang yang beraneka ragam dengan tampilannya yang sekedar mengenalkan atau bahkan mempromosikan dan itu tentu mengandung daya pikat tersendiri. Pada jarak tertentu bangunan tertata rapi dan indah sekali.

Tak ada opsi lain, itu sudah kesepakatan bersama. Daripada jauh dan tidak ketemu ujungnya lebih baik besok saja memastikannya. Terbayang pula, bila sampai rumah nanti  mataku mungkin terasa sepet. Mending muter-muter dulu sampai capek supaya lelap dan mengumpulkan koleksi kreasi kota, "Belok kanan pak aku mau nyari something unique".

Ada tapi asal itu menyenangkan sekaligus memikat konsentrasi dari kejadian. Baik buruknya terasa membekas, karena apapun itu tak ada yang menjamin yang ada hanya ancaman atau iming-iming belaka. Ide juga begitu muncul sesaat namun jika tak segera terlaksana akan hilang begitu saja.

Yang terpenting untuk kegiatan hari ini sudah beres tinggal santai pada perkara yang ringan-ringan saja sepertinya malam ini tidak akan terjaga. Bahkan sampai larut malam, perjalanannya lumayan banyak belokan kalau dihitung tiga jam yaa... sedikit bikin kaki kesemutan.

Berbicara mengakui keberadaan seseorang untuk menghargai, walau sebenarnya dan terkadang itu tak perlu. Selama yakin tidak akan terjadi apa-apa penyakit itu biasa muncul karena gelisah yang berlebihan. Bebaskan diri dari belenggu yang sebenarnya tak ada dan merdeka. Sejahtera mendapatkan pengakuan terlepas dari tuntutan, hampir tidak mungkin sih.

Selama punya hati dan akal sehat kadangkala kebungkamanpun tak baik bahkan menjadi masalah. Tinggal mau yang mana? sesuaikan keadaan! sadari, keluarkan suara disini dan hidup. Semangat terus belajar dan bergerak maju daripada menggosip. Rumor kosong tentang kepribadian orang lain yang sama sekali tidak ada manfaatnya.

Beda kali ya... Obrolan pembahasan apabila dengan sosok bapak berkepala empat yang terkadang menemaniku melalang buana. Seorang supir yang ku panggil maman, terkadang membuatku sungkan dan memilih sibuk dengan ponsel saja. Sekalipun meng klik kotak besar nerwarna kuning bergambar dan menggesernya bermain.

Dengan kehebohan sendiri satu dua kali itu sedikit memancingku untuk menanyakan sesuatu mengurangi rasa kantuk diiringi dash dush soundtrak permainan, aku rasa ini tidak mengganggu, kekacauan disini agak susah menaklukannya ada kesalahan pengaturan yang mengalihkan konsentrasiku jangan-jangan tembakan meleset "Ayoo... Yeah, tidak yakin ini tidak akan bertahan lama". Cukup, sepertinya tidak menarik untuk saat ini, segera ku tutup ponselku namun beberapa saat kemudian ada getar dan dering suara panggilan. Aku mengintipnya sebentar itu adalah ayahku dan segera ku mengangkatnya hanya ingin tahu kabar dan menutupnya. Aku lumayan menyukai saran-saran dari maman driverku selama cara menyampaikannya tidak seperti menggurui tapi lebih terkesan sebagai penawaran dan cukup sabar untuk menungguku sampai mengerti.

Lokasiku terahir berada di Flower Advisor yang tak sengaja ku lihat dan membuatku terhenti padahal aku tidak terlalu ingat letak persis posisinya di daerah mana. Semula memang sudah melaju beberapa toko sesudahnya baru berucap kepikiran untuk putar balik dan parkir mumpung belum tutup di seputar jam segitu. Tepat sekali, tanpa pikir panjang apa yang aku cari disana langsung kudapatkan. Semenjak sekarang, hatiku menjadi lebih sulit diterka. Selesainya melakukan transaksi aku mendatangi tempat supir dengan mengetuk untuk bertukar tempat. Kusampaikan keinginanku untuk mengemudi di seperempat jalan terahir. Sehingga ketika sampai dirumah aku bisa masuk rumah lewat pintu samping, mulai daerah sekitar  sini sepertinya tidak rumit karena tinggal lurus pertigaan belok dan belok lagi. "Trimakasih Man... " sudah pasti dia mengalah.

"Sudah ketemu ya benda uniknya? Saya duduk di belakang saja ya mas..." keluar mobil dengan sedikit sanggahan.

"Haa... Janganlah man, dimana lagi ... Ayo" mengajariku tak sewenang-wenang.

***

Terpopuler

Comments

GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™

GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™

semangat🥰🥰🥰🥰

2023-02-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!