Chapter 2 Busana Putih

Chapter 2 Busana putih

"Aa...heiih...mengagetkanku tau"

Jujur Ria nampak berkata apa adanya tampang pucat pasi rambut poni semerawut nafas ngos-ngosan, kulihat itu dari suara groginya. Sejak kapan dia merasa canggung saat berhadapan denganku? Sungguh aku lupa... dan Ria hanya akan kembali berpaling entah dia sadar atau tidak.

Mauku adalah hal yang biasa membuat Ria ceroboh. Otak anak yang keras kepala berapa kalipun ia kecelakaan, tengkoraknya diketok-ketok masih rapet seperti tempurung kelapa yang ada sabutnya mendal deh. Kecerobohannya berasal dari sikap pedulinya yang lebih, mana ada orang yang mau mengaturnya. Aku juga ogah mencatat tiap kesalahannya, semoga saja suatu saat nanti dia bisa memperbaiki diri.

"Hahaha...ada ada aja..."

Menjelaskan suasana pertemuan, kalau begitu baiklah... tidak terlalu dingin, dua puluh enam derajat di angkringan bersih artinya sedang tidak banyak polusi di pinggiran kota ada petugas-petugas berseragam oranye pula yang rajin membersihkan dedaunan atau plastik-plastik berserakan pengaturan area sekitar yang patut diberi aplous. Sama berdiri dan saling bertatap muka menelisik kebenaran yang tersaji dari kenampakannya, bahasa gestur gurat maupun busana.

Detail penataan kota sekitar alun-alun yang full dikelilingi pagar ornamen berwarna hitam dengan trotoar yang lumayan lebar, ditempat sini adalah block para pedagang yang menyediakan aneka ragam menu dibawah pohon yang sejuk dengan pemandangan kendaraan yang lenggang dan teratur aku rasa ini tidak akan berbahaya karena sudah menempati pada tempatnya. Ini lebih pada berteduh dibawah tenda sehingga terik ultraviolet tak langsung menyentuh kulit.

Nama yang ada, sambil menunjuk ke suatu arah di sudut lapangan "Satu dua tiga empat lima enam tujuh petugas, Pak Bagas, Sutris, Suyit, Putra, Salam, Karto, dan Abdul" lancar menunduk. "Ah... Ngawur kamu" Siska mringis. Walau sambil memeluk tas matanya terpengaruh menyelidik ingin memperjelas huruf-huruf yang ada diseragam oranye itu ya mana kelihatan, jaraknya saja tiga belas meteran.

Dari pemilihan yang baik ini, apa salahnya aku menuruti permintaan untuk datang apalagi ada hal yang lebih penting dibandingkan pernak pernik kota yang baru-baru ini ditingkatkan nilai kebersihannya. Menjadi bukan lagi tempat yang kumuh karena ini masih bisa dibilang angkringan yang tertutup. Telisik-telisik tingkat pengunjungnya yang rata-rata dan mudah dijadikan sebagai patokan, kalau untuk dijelaskan secara tak gamblang pun orang mudah mengingatnya.

Segala uraian yang tentu memiliki arti dan kesimpulan, menarik untuk mempelajari akan keberuntungan hidup di dunia. Karena semua di dunia ini memiliki batas ketidak berdayaan yang akan dijumpai manusia. Yang terlatih dalam perkembangan pesat hingga hanya dia yang tahu caranya berfikir secara biologis. Yang secara alami semakin orang punya pengalaman akan memiliki self protection itu terjadi jika berhasil lolos dari tahapan sebelumnya.

Bagian selera yang tak terduga telah ditentukan Ria untuku, feelingku berkata dia hanya mengarang atau memang aku saja yang berlebihan menanggapinya mungkin juga kebetulan saja. Sekali lagi, terlebih bukan kuliner yang menjadi intinya aku akan dibuatnya sebal jika mulai memancing menanyakan ini dan itu. Mau kusubal gorengan apa ya...

Kira kira apa yang dia mau sebenarnya? Terasa seperti hal yang lumrah bertemu denganya seperti ini. Aku harap kali ini dan besoknya tak ceroboh lagi, segala sesuatu yang berbau berlebihan itu agak mencurigakan bukan karena apa-apa hanya waspada. Berjaga-jaga dia yang bersikap tak tahu-menahu aku rasa memang tak ingin membahasnya dulu.

Jika diingat-ingat lagi seharusnya tak selama ini jadinya, menyedihkan. Menjumput benda logam yang sempat tercecer sambil mengelapnya sedikit membalut tisu meletakkan kembali di meja. Barulah aku duduk menyandarkan siku ke meja berdehem sok cool memberi aba-aba tidak segan sambil menepuk dua tangan untuk merontokan debu-debu.

Dihadapanku pula serentak yang tak disengaja Ria merapikan bajunya membiasakan diri menyusul dan duduk menghadap kelop-kelop lalu kembali merunduk sedikit memandangi isian meja menyodorkan tangan sepuluh jarinya mencegah lainnya memesan sesuatu, lagak gugup yang wajar sebab terlanjur meja sudah tak muat untuk ditambah.

Sebelumnya..."Kalau boleh tak repotin ya....". Keburu Ria meninggalkan meja mengingatkan untuk mencuci tangan dengan air di wastafel. Satu persatu kan kesananya, budayakan antri tanpa diberitahu juga pasti ngerti.

Ada hal yang terkadang akan lebih baik dibuka dengan kata yang tersirat mengandung permisi daripada menerima apapun tanpa harga diri itu seolah keserakahan yang tak sedap dipandang dan sepantasnya orang harus tahu apa itu namanya attitude.

Sesuatu, tingkah laku dan tata bahasa yang selalu dicermati dan dikomentari halayak umum disitulah cara public akan memerlakukan dan menerima sebuah ketentuan adat yang menjadi tolak ukur sosial. Yang disebut hidup itu tentu tak sendirian dan ada hubungannya dengan yang lain.

Yang tahunya hanya menunggu jangan sampai pasang harapan yang aneh-aneh pada manusia lainya tak ada yang menjamin, selama tak susah usahakan ada aksi itu akan mempesona tak usah banyak embel-embel kadang itu merugikan pahami suasana lawan bicara itu sudah cukup kalau perlu imbangi sesudahnya saja selama masih ada kesempatan.

Bikin aku sedikit merasa menjadi tamu khusus atau alibi Ria mau numpang kali. Aku tak bisa berlama-lama seharusnya. Ria mau mengikuti ajakanku apa sesukanya sendiri. Nyatanya dia tak menyiapkan gorengan dia sengaja apa menebak lagi, ah... apa dia pikir itu tak sepadan buatku untuk cemil-cemil. Apalagi sedari tadi pengunjung lainnya menyoroti meja ini.

Berontak karena gegabah, senggol sup yang masih panas sampai tumpah masih aman tak sampai pecah hanya mengombak saking penuhnya jadi luber mengotori meja makin molor saja waktunya gerutu Ria kepanasan "Aww... Aw..eeh" aku dan Siska sampai bengong. Lalu Siska cekatan merebut tisu dari salah seorang pelayan berjalan pelan mendekati Ria dan bantu mengelap. "Aduh Siska... Ndak usah biarin nanti lak merembes kalau udah beres aja, kamu duduk wae wis".

"Santai Ria... santai... " malu-malu ungkap si Siska.

Jangan memulai kericuhan hari ini biarkanlah percikan menyalakan suatu yang luar biasa. Menyipratkan sisa air yang membasahi tengan ke kepala Ria sampai cemberut abis, kasian. Ademkan ahirnya, bintik-bintik beningnya sampai berhamburan nempel diwajah ini belum apa-apa sudah kacau gimana sih. Ria malah kabur ke toilet, nah gak tepat waktu anak itu.

Melonjak, sepertinya belum Ria masih cukup sabar kalau cuma digituin. Sedangkan temannya... Sama-sama tahan untuk tidak mengeluh di situasi yang rumit sekalipun. Pertanyaannya kemudian cara biar Ria ga kelamaan nyari toilet umumnya emangnya ada apa disekitar sini memperkirakan Siska akan membuntuti Ria cari tahu.

"Minta aku kesana? " Siskapun pergi sebentar lantas kembali lebih awal. Disaat itu dia mempergokiku membolak balikan lembar kertas folio membaca daftar isinya. Tanpa bilang-bilang Siska langsung duduk saja dan sibuk dengan ponselnya disana pasti ratusan pesan dari teman-temannya.

Macam-macam minuman disini lebih di rekomendasikan di bandingkan makanannya. Beda lo dari kebiasaan yang ada, disini malah tersedia seribu resep yaitu coklat hangat, lemon soda dingin, Jus mangga gadung setengah matang, wedang jahe, sari wortel susu madu, lemon tea panas, es teh, kopi sedu, es coffee, es buah segar, es kepal dancow, es campur alpukat, es cincau, es kelapa muda, es milky fruits, es ocean, lemon squash, es kunyit asam, es dalgona mactha, nutrijel selasih, thai tea boba, coffee latte ice cube, es semangka susu, kopi espresso alpukat gemez, banyak juga persediannya. Ini nampaknya sambung sama bangunan rumah tapi tidak kentara karena tertutup banner itu. Terus jika ada bahan yang habis akan ke belakang melewati jalan tikus itu. Jalan tembus yang melawati jalan yang berlingkungan kecil.

Permasalahan apalagi yang akan diperbuat oleh Ria gadis berumur 19 tahun. "Memang cocok buat keributan kayak mak mak di pasar ribet tawar menawar ala borongan, emang ngapain aja bolak balik nyusahin sendiri aja kamu Ria". Berhubung sudah pernah kesini jadinya agak leluasa sama yang jualan, itulah Ria si anak jalanan. Sekalinya kesini pun juga tak sendiri. Warungnya lumayan untuk tongkrongan anak muda sayang tidak difasilitasi semacam wifi.

"Tidak apa-apa husshh... " jreng jreng Ria mulai unjuk diri. Membocorkan sedikit pas awal bertemu dengan Siska sebelumnya sambil ketawa-ketiwi tidak menyangka Ria sendiri tak menggubris baju atasannya yang berwarna coklat bergambar love anyep berbau bumbu dan sedikit lebih efektif saat Ria mulai duduk tenang menerima tissu basah yang harum dari Siska sedangkan aku cuek aja sih.

Boleh tahu gak atau ku kasih tahu saja kalau Ria obrolannya ngelantur dia mengarang cerita saja dari tadi, tak percaya sebegitu dia paham dengan Siska sejak sebulan yang lalu siapa yang terlewatkan juga ini tidak bisa dilanjutkan lagi kalau gak mau bungkam mengheningkan cipta.

"Eh...ini keasinan dan kurang manis, aku kabari dulu biar kalian enggak kesedak aja." potong Ria pelankan suara mengimbangi cakap siska yang lembut. Bukan berarti lemas cuma terdengar halus tak meninggikan suara sehingga enak didengar.

"Ini entar ke rumah Ibu Tania kan?" sedikit menegaskan tujuan, siapa lagi itulah Siska.

Ria hanya mengalihkan dan mendahului menghempas rasa keroncongannya yang mungkin ciut berdecetit merengek mau suapan karbohidrat dan protein dengan bungkamnya yang berarti mempersilahkan aku dan Siskapun menghargainya menikmati sesuai kehendaknya sampai piring mangkok pada bersih bersyukur menginginkan berkah mulailah Ria melanjutkan.

Malah enakan begini kan berempat sembunyi-sembunyi makan dipinggiran jalan "Kalian kalau bukan aku yang ngajak sembarangan kaya gini gak aman lo... awas! Jangan pura-pura tidak suka, okee... " . Sajian habis dalam kisaran setengah jam padahal sudah mengurangi obrolan tak perlu apa mungkin tak terasa. Itupun belum sempat meluruskan masalah yang memprihatinkan hari ini.

Menunjukan tulisan tentang kabar yang tersebar. Seketika hening saling curi pandang tak tahan dan tanpa alasan yang tercatat dalam note ponsel mengenai perkara yang menjadi topik jumpa saat ini yang sebenarnya pula bermanja tak teragendakan melainkan hanya insting mengiyakan mencari kepastian dari kecurigaan menerima kenyataan.

Butiran nasi bahkan masih menempel di dekat hidung Ria sambil menadahkan kedua tangan menunjukkan bahwa dia sendiri sedang bertanya bukan dia yang mengajak menyebarkan berita. Setelah yang lainnya mengecek barulah sepakat bahwa berita itu asli, memang tadi ada yang sempat bilang palsu ya... parah banget kalau dijadiin candaan, tak patut.

Kecil hati jika aku yang lelaki tak menyarankan yang baik malah bermain-main hingga lalai. Merasa agak bersalah Ria menteraktir semua meski itu sendiri tak ada kaitannya maksudnya membereskan satu hal mencari solusi yang lain ke prosesi yang akan dituju dari alamat lengkap dan sampai mana kabar berjalan, tidakkah termasuk hal yang baik untuk disegerakan adalah menguburkam jenazah. Mumpung sebelumnya, satu sama lain dari kita sudah kenal dekat dengan beliau alangkah baiknya berangkat lebih awal menemui beliau terahir kalinya.

Dari telinga ke telinga, memang sudah jelas tersaksikan duka yang kini membelenggu keluarga besar yayasan Al Bustan ditambah tampilan yang sudah tersebar di beberapa sosial media tersebut atas nama beliau. Menghempas sesak dari perut melepas hangat keguncangan nafas berwujud embun tipis melapisi semburat pantulan mata. Mengingat diri akan banyak hal terfikirkan sosok diri saat sampai di ujung pintu.

Pintu terbuka dan lalu lalang tamu hadir dan bepergian menanyakan kabar berbela sungkawa membawa tas-tas berisikan beras gula minyak goreng membantu jajanan atau karangan bunga mawar florist berwarna putih kuning hijau dan ungu yang terpampang juga tertulis sebutan nama kehormatan beliau.

Saat sang maha Guru dipanggil oleh kuasaNya berbaringkan jenazah berpakaian sebaik-baiknya busana berwarna putih sekujur tubuh yang berselimutkan kain batik. Dari luar ruangan saja telah membuat tertunduk pilu menahan luapan otak yang tak ingin mengakui mendengar cerita firasat kematian, hampir saja...

Beranjak menemui keluarga terdekat yang tersedu-sedu sembari bercerita tentang kegelisahan beliau saat masih sakit beserta saudara sama mengiringi bacaan ayat suci, tak kuasa menyampaikan maaf mengingat keliau beliau dan menamati layaknya seseorang yang telah berbaring tidur panjang. Mondar mandir kebingungan begitulah keadaan dirumah duka.

Pada saatnya orang makin berjubal dan bahkan ada yang diluar sebagian menyiapkan air dan suguhan ringan bagi orang-orang yang berangkat dari jauh. Ria mengikuti segerombolan ibu-ibu yang bersenandung nyanyian sholawat nabi untuk menenangkan arwah.

Waktu dimandikanpun usai hingga dibawa ke masjid di yayasan untuk disholati. Berniat empat roka'at diiringi takbir fatihah dan sholawat tanpa rukuk maupun sujud kemudian salam. Keranda bertutupkan kain hijau ahirnya berjalan bertaburan bunga bersama rombongan keluarga yang tahan dan jamaah laki-laki dari tetangga.

Pertama, perubahan fisik kelelahan dan melemah lunglai tak bersuhukan  kehidupan kemudian pucat membiru abu-abu siklus yang menghadirkan deretan orang bertakziah yang perlu diarahkan sama sabar dengan yang sedang ditinggalkan. Tolonglah isi... bergilir dan sentuh kehangatan rasa dengan doa...its so easy. Dia ria, tak lagi sanggup menerjemah bungkusan itu, Sssttt...sunyi serak seketika menutup hembusan yang sempat tersengal tersedak. Mengapa orang kampung malah sibuk bercerita sendiri ramai dengan urusan pribadi masing-masing lalu bagaimana dengan yang ditinggalkan...

Kali ini suasana seketika merasuk mengingat malu sehingga khusyu' mendengar baik-baik pesan terahir yang sempat diutarakan tentang firasat yang terasa seolah hendak ingin bepergian dengan duduk berdampingan bersama orang banyak yang berjubal dalam ruangan. Berangsur angsur mengiringi keranda menuju makam, hususnya aku yang laki-laki, jaketku pun ku sampirkan di pagar rumah mempercepat langkah.

 

 

Terpopuler

Comments

Fita Gray

Fita Gray

hayoooooo

2020-07-23

0

Cahya

Cahya

Hay, aku udah mampir kasih boom like, rate 5 juga vote.
Dukung balik novel pertamaku SELALU ADA TEMPAT BERSANDAR ya 🙏.

2020-04-25

0

Pramita

Pramita

semangat yaa




mampir

2020-04-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!