Jemputan

Papa baru, Om Indra. Setelah menikah dia tinggal di rumah. Kini keluargaku sudah lengkap. Rasanya ada sesuatu yang berbeda saat kami makan malam maupun saat sarapan.

Senyuman Mama. Setiap pagi dia selalu tersenyum dengan wajah yang merona. Tubuh yang wangi dan baju yang rapi. Meski entah kenapa rambut dia selalu basah.

Ada yang bisa jelaskan? Apa tidak bosan setiap pagi harus keramas?

Saat berangkat sekolah, Papa mengantarku. Sementara Mama mengantarkan sampai depan rumah.

Suasana baru pun terjadi saat pertama kali aku ke sekolah diantar Papa Indra. Apalagi kalau bukan karena aku diantar pakai mobil. Bukan sembarang mobil tentu saja. Katanya, sih, mobil ini adalah mobil mewah dan mahal.

Perubahan drastis terjadi setelah beberapa lama aku dijuluki sebagai anak sultan. Ya, teman-teman berebut ingin dekat denganku. Aku seperti permen tanpa bungkus yang digerumuti semut.

Mungkin aku haru menjadi permen rasa bon cabe. Iya gak?

Nikmati saja. Dulu mereka yang menjauh dariku karena aku tidak memiliki seorang bapak, kini tanpa rasa malu berbaik-baik dan bersikap semanis mungkin padaku.

Pemanis buatan, sih, lewat!

Saat ini, pernikahan Mama dan Papa Indra sudah hampir dua bulan. Hidup kami berjalan normal. Aku dan Mama bahagia. Papa Indra baik dan memperlakukan Mama seperti ratu. Aku sangat bersyukur.

Bel kepulangan sekolah pun berbunyi, aku dan teman-teman yang lain bersiap, membereskan buku sebelum memulai berdoa.

"Sebelum pulang marilah kita berdoa sesuai agama masing-masing. Berdoa mulai." Ketua kelas memimpin kami berdoa.

"Berdoa selesai. Beri salam."

Kami kompak memberikan salam setelah itu mengucap selamat siang untuk manusia baik yang dijuluki sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

"Kenapa malah tidur?" tanya temanku, teman yang benar-benar teman. Hilda namanya.

"Papa bilang hari ini akan menjemput tapi agak telat."

"Oh, mau aku temenin atau ...."

"Di sini saja. Nanti aku anter pulang sekalian."

Hilda begitu senang. Itu jelas terlihat dari gerak tubuh dan raut wajahnya. Ini bukan pertama kalinya dia ikut naik mobil dan diantar sampai rumahnya. Hilda senang karena sebelum pulang, Papa mengajak kami ke mini market. Hilda diperbolehkan mengambil apapun yang dia mau.

Mungkin karena itulah kali ini dia begitu bahagia.

Saat suasana terasa sunyi, tiba-tiba terdengar derap langkah yang sepertinya tidak hanya satu kaki.

"Si! Iksia."

Amel teman sekelasku dan kawan-kawannya berlari menghampiri kursi.

"Kalian kenapa? dikejar setan?" tanya Hilda.

"Bukan." Amel menggelengkan kepala. Dia masih ngos-ngosan. Jika dilihat dari wajahnya, dia pasti bukan dikejar hantu.

Masa iya dikejar hantu wajahnya sumringah gitu? Hantu apaan coba?

"Ada cowok ganteng nunggu kamu, Si."

"Iya bener. Itu siapa? ya ampun, udah kayak oppa Korea."

"Oppa Korea yang ganteng cuma Min Yoongi. Fix no debat." Aku kembali merebahkan badan di atas meja setelah menjelaskan siapa pria tertampan di Korea pada Amel cs.

"Katanya dia kakak kamu."

Apa?

Aku hanya tidak bisa sit-up, mendadak lancar. Bangun begitu saja dengan posisi yang sempurna.

"Siapa namanya? Fateeh kan? Pasti dia."

Amel menggelengkan kepala.

Oemegot! Jangan bilang itu ....

"Betah di sini?"

Suara itu?

Aku dan juga semua orang yang ada di sini kompak melihat ke arah pintu. Aku dan Amel yang selama ini sering berantem dan bertentangan pendapat, mendadak kompak mengalahkan gerakan Bangtan lagi dance.

"Ayo pulang."

"Gak mau. Aku nunggu papa."

"Papa gak bisa jemput."

"Ya udah, aku naik angkot aja."

"Oke. Kamu ngomong sendiri nanti sama papa, kalau ini semua keinginan kamu."

Eh, dia beneran pergi dong. Ih, dasar cowok gak peka! Gak pengertian!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!