Acara pernikahan yang katanya simple itu ternyata sangat riweuh. Keluarga prik dan heboh memang tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Pesta dengan segala yang mendampinginya. Seperti: makanan, spot cantik, dan riasan wajah yang juga cantik. Semua dimanfaatkan untuk ber-pose ria.
Aku yakin, galeri ponsel mereka akan penuh dengan foto-foto selfi pernikahan orang tuaku.
Lah, aku malah gak pegang ponsel sama sekali. Ironis banget gaksiii
"Bilang ceeess!"
Tiba-tiba seseorang mendekatkan wajah pada wajahku. Entah kenapa tapi aku refleks mengikuti perintahnya. Jadilah kami berfoto dengan ekspresi ceria.
Menyebalkan!
"Ganggu aja."
"Lu kan gak lagi ngapa-ngapain. Gue ganggu Lu apanya?"
"Mager aku terganggu, woii!"
Dia hanya tersenyum dan melirikku sekilas, lalu kembali ke layar ponsel.
"Eh, btw ku namanya siapa?" tanyaku.
"Arzhan. Lu?"
"Liat aja di kartu keluarga," ucapku ketus. Aku segera berlalu meninggalkan dia yang tampak kesal.
Emang enak gue kerjain!
Aku mulai merasa lelah, jenuh itu mulai menguasai diri dan tidak bisa aku tahan lagi. Memilih pergi ke kamar ketimbang melihat pemandangan yang menurutku enggak, deh!
Menyibukkan diri dengan dunia sendiri. Melihat tujuh bujang yang selama ini menemani di setiap suka maupun duka. Entah kenapa, melihat mereka kebahagiaan itu tidak pernah jauh rasanya.
Tidak perduli apa kata orang. Bagiku mereka memberikan energi positif, dan pikiran yang positif. Selama ini, merekalah yang membuat aku bertahan. Bagaimana perjalanan mereka hingga mencapai puncak adalah motivasi diri menjalani hidup.
Kami berbeda agama, sodaraku sering bilang kalau aku hanya harus mengagumi warga lokal yang seiman, banyak artis Indonesia yang ganteng juga. Menurutku, mengagumi itu boleh kepada siapa saja, toh aku bukan ikut mengimani agamanya, tidak juga menirukan gaya hidup mereka. Selama itu positif, dari siapapun ya kita ambil.
Beberapa gadis mulai terdengar cekikikan sambil mengobrol. Semakin lama semakin jelas terdengar suaranya. Dan ....
Ceklek!
Pintu kamarku terbuka. Mereka masuk bergerombol sambil asik membicarakan sesuatu. Jika boleh aku menebak, itu pasti tentang seorang pria.
"Iksi, Lo ngapain malah dekem bae di kamar? itu di luar banyak cogan tau!"
Nah, kan! Bener dugaanku.
"Ada yang seganteng Min Yoongi, gak?"
"Itu lagi. Hei, Si. Gak ada manusia yang sama persis di dunia ini termasuk dengan Yoongi-mu itu."
"Itu artinya aku tidak akan tertarik."
"Lo belum lihat aja, Si. Coba, deh, keluar. Dia lagi duduk di dekat anggrek Lo."
Lala, Reni, Marsha, dan Leli terus mendesak ku agar melihat laki-laki ganteng versi mereka. Seganteng apa, sih?
Eh, kok penasaran?
"Anggrek aku dalam bahaya." Aku segera meninggalkan kamar dan turun menuju taman samping rumah. Di sana lah anggrek-anggrek kesayanganku berada.
Langkah kakiku terhenti saat melihat seseorang tengah duduk di bangku taman miniku. Aku terdiam beberapa saat. Bukan karena membenarkan bahwa dia tampan, yaaa, meski dia memang tampan. Aku akui itu.
"Sedang apa di sini?" Akhirnya aku melangkah mendekatinya. Dia menatap datar, lalu kembali menatap anggrek dan bunga lainnya.
"Ini tamanku. Tidak ada yang boleh duduk di sini kecuali keluarga."
"Ini hari pertama kita menjadi keluarga."
"Ya tapi ... tapi tetap saja, kita belum resmi menjadi keluarga."
"Apa kita juga harus melakukan ijab Qabul agar menjadi keluarga?"
What the ....
"Emang harus nikah dulu baru jadi keluarga?"
"Pertanyaan sama. Hanya beda kalimat saja."
Dia melewatiku begitu saja. Anehnya adalah meski taman ini mini tapi cukup luas untuk kami berdua. Dia tidak harus berjalan mepet hingga hidungku hampir menyentuh dadanya.
Kenapa juga jalannya harus miring? kenapa gak lurus aja coba?
Sejenak aku terkesima pada aroma tubuhnya yang ...
Allahu Akbar, wangi banget.
Dalam waktu yang bersamaan, sodara tiriku yang satu lagi melintas. Masih dengan ponsel di tangannya.
Ada apa dalam ponsel itu? apa dia menyimpan foto wanita seksi?
"Arzhan!" Aku berteriak, hingga pria wangi itupun menoleh. Sepertinya dia terkejut mendengar suaraku yang begitu keras.
Kini aku melewatinya. Wanginya kembali bisa aku hirup.
Ahhh, menyegarkan banget.
"Heh!" Aku menepuk pundak Arzhan. Barulah dia menoleh. "Lagi liat apa, sih? dipanggil sampe gak nengok gitu."
"Manggil?"
Aku menganggukkan kepala dengan mata sedikit melebar.
Arzhan nampak bingung. Tangannya menggaruk kepala yang sepertinya tidak gatal.
"Dia Fateeh. Aku Arzhan."
Suara itu tidak asing di telingaku, tapi aku begitu terkejut mendengarnya. Bukan karena suaranya, tapi karena isi kata-katanya.
Jadi, kakak tiriku ini menjahili aku, begitu? Astaga .... Arzhan! eh, bukan.
"Fateeeeh ...."
Suaraku yang begitu keras berhasil membuat Fateeh terbirit-birit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments