Setelah banyaknya halangan dan rintangan yang di lalui oleh Zie dan Alma, akhirnya dengan tubuh yang sudah hampir tidak terasa sampai juga di rumah.
Dengan waktu tempuh dua jam, jarak antara kampus dan rumah berkisar antara kurang dari 5km.
Waktu dua jam juga sudah tergolong cepat, sebab mengingat kondisi mobil yang mogok beberapa kali saat perjalanan pulang.
Sesampainya di rumah, Zie dan Alma langsung melempar tubuh ke atas sofa. Menghirup udara dengan sebanyak-banyaknya.
"Zie? Alma?"
Siapa yang tidak khawatir dengan anak-anak nya?
Semua wanita yang sudah menjadi seorang Ibu akan mengkhawatirkan nya, tidak terkecuali Ziva.
"Ini sudah lewat waktu Maghrib!" Ujar Ziva.
Ziva sudah menunggu kepulangan Zie sejak beberapa jam lalu, tetapi malah anaknya pulang saat hari sudah gelap membuat amarah Ziva meronta-ronta ingin di lepaskan.
"Bunda, Zie bukannya keluyuran."
"Lalu?"
"Mobil Alma mogok terus, Zie harus dorong!" Zie menunjukan tangannya yang sudah tidak terasa lagi.
Vano melihat dari jarak cukup jauh, bibirnya tersenyum melihat wajah frustasi putri kesayangannya dan yakin tidak akan menuntut kebebasan lagi.
Ziva mengangkat sebelah alisnya, Vano memang sudah menjelaskan hal tersebut. Akan tetapi Ziva tidak menyangka putrinya bisa begitu menyedihkan, tetapi Ziva memang tidak memanjakan Zie dengan berlebihan.
Hanya saja Vano yang selalu memanjakan putrinya, jadi Ziva juga ingin Zie tidak terus hidup dalam ber senang-senang saja.
"Alma?" Ziva beralih menatap Alma.
"Alma kenapa Bunda?"
Ziva dengan cepat memberikan segelas air mineral yang mungkin saja tengah dehidrasi hingga otak lelet Alma kembali bekerja.
"Nikmat mu Ya Tuhan ku," Alma merasa kerongkongan nya terasa lebih segar, dan segera mengambil posisi berbaring di atas sofa.
"Yang dorong siapa? Yang di kasih minum siapa?!" gerutu Zie.
"Lelah!"
"Yang dorong mobil itu aku!" Geram Zie menunjuk diri.
"Iya, tapi aku juga ngerasa lelah!"
"Lelah?" tanya Zie.
"Lelah liat kamu dorong mobil!"
Ingin sekali Zie mengucek-ngucek muka Alma, tetapi tidak di lakukan karena tubuh sudah sangat lelah sekali.
"Bagaimana?"
Derap langkah kaki Vano terdengar, tersadar ternyata sudah berada di dekat Zie.
Vano sangat yakin, Zie dan Alma tidak akan mau lagi hidup bebas seperti yang di inginkan.
"Masih ingin kebebasan?"
"Ayah meremehkan Zie?"
Vano mengangkat kedua bahunya, lalu memutar tubuhnya dan segera pergi.
"Kalian sekarang makan, lalu tidur!" Titah Ziva.
***
Malam ini tubuh Zie dan Alma terasa begitu letih, pertama kalinya keduanya merasa bertapa sulitnya hidup sebagai orang biasa.
Ziva melihat wajah lelah Zie dan Alma, ada rasa kasihan melihatnya.
"Sayang," Vano berdiri di belakang tubuh Ziva, menatap pemandangan yang sama ke dalam kamar putri sulung mereka.
"Mas, apa ini enggak terlalu berlebihan?" tanya Ziva.
Ziva tahu bertapa sulitnya hidup dengan seadanya, walaupun sadar apa yang di rasakan oleh Zie dan Alma tidak seujung kuku pun bila di bandingkan dengan perjuangan hidupnya menghidupi kedua adik kembarnya.
"Itu tidak akan lama, mereka tidak akan sanggup. Lalu akan memilih hidup dengan aturan kita," jawab Vano meyakinkan istri tercintanya.
Ziva mengangguk, tangannya perlahan menarik pintu kamar dan menutupnya dengan rapat.
Vano melingkarkan tangannya di pinggang Ziva, meyakinkan istrinya jika ini tidak akan berlangsung lama.
"Kita pacaran yuk?"
"Mas," Ziva langsung mencubit perut Vano.
Suaminya itu memang sangat sulit sekali, walaupun usia sudah tidak lagi muda ada saja jalan untuk tetap bermesraan.
"Hehehe....." Vano juga merasa geli, tetapi menurutnya Ziva selalu cantik seperti saat pertama kali bertemu, "Ayolah sayang, mana tau bisa nambah adik lagi."
Ziva memijat kepalanya, soal kesetiaan Vano memang juara, "Dasar!"
Senyuman Vano membuat Ziva tidak bisa menolak, rasa cinta tidak pernah luntur sekalipun usia semakin menua.
***
Waktu menunjukan pukul 07:30 pagi, tetapi dua anak manusia masih betah berlama-lama tidur di atas ranjang nya.
"Zie," Alma duduk dan menatap jam pada dinding.
Zie menggeliat, bergerak dengan merenggangkan otot-otot tubuhnya, "Em?"
"Zie, apa hari ini kita mulai magang?" tanya Alma.
"Iya."
Suara serak bangun tidur Zie, tetapi ia masih ingin berlama-lama di atas ranjang nya.
"Jam berapa?"
"07:30!" jawab Alman dengan malas.
Zie seketika membuka mata dengan lebar, terbangun dan langsung meloncat dari atas ranjang.
"Zie lu kenapa? Kebelet?" Alma kembali menarik selimut lalu merebahkan tubuh kembali ingin melanjutkan tidur.
"Magang! Siap-siap, kita hari ini magang!"
Terdengar suara Ziva yang sudah berada di dalam kamar mandi.
"Ya ampun!" Alma baru tersadar ia juga tidak kalah panik, meloncat dari atas ranjang dan mengetuk pintu kamar mandi.
"Zie, cepetan!" seru Alma sambil memukuli pintu.
Zie terus melakukan aktivitas nya dengan secepat mungkin, tidak perduli pada Alma yang terus menggedor pintu kamar mandi.
Pintu di buka Zie, Alma langsung terjatuh ke atas lantai.
"Sialan lu!" geram Alma.
Zie terawa selebar-lebarnya, di saat sedang buru-buru seperti hari ini pun masih sempat menggerai Alma.
Beberapa menit berlalu, keduanya sudah menggunakan kemeja putih berpadu celana hitam.
Tidak sempat sarapan pagi, keduanya harus segera sampai di perusahan Sejahtera Group. Sesuai dengan alamat yang tertulis pada kartu nama yang di berikan oleh Firman.
Untuk pagi ini tanpaknya semua berjalan baik, bahkan mobil juga tidak berulah sama sekali.
Memarkirkan mobil, lalu turun dengan Zie yang terus saja menatap alamat pada kartu nama.
"Zie ini benarkan? Sejahtera Group?" tanya Alma.
Zie mengangguk, keduanya berjalan dengan beriringan bahkan langkah mereka juga begitu cepat.
"Mbak kami sudah ada janji dengan bapak, Rian Aditya," kata Zie pada resepsionis.
Sesuai nama pada kartu nama, orang yang mereka temui adalah Rian Aditya sekaligus dosen di kampus.
Setelah mendapatkan arahan, keduanya bergegas menuju lift. Sampai di lantai 15 keduanya keluar dari dalam lift.
"Itu dia ruangannya," Alma menunjukkan ruang direktur utama.
Zie mengangguk cepat dan keduanya berjalan dengan beriringan.
Tangan Zie bergerak mengetuk pintu terlebih dahulu hingga terdengar suara dari dalam yang meminta keduanya masuk.
"Ayo."
Alma mengangguk, dan segera masuk setelah Zie.
Zie melihat seorang pria dengan bola mata kecoklatan duduk di kursi kebesarannya, wajahnya terlihat dingin dengan kemeja hitam berpadu jas hitam.
Bahkan tanpa sadar dalam hati nya mengakui ketampanan pria itu, tapi ada yang janggal walaupun demikian Zie tidak ingin perduli.
Tetapi matanya masih saja menatap pria itu, mungkin Zie merasa seringkali melihat pria di hadapannya.
"Pak Firman?" tanya Alma tanpa bisa menahan.
Zie seketika melebarkan matanya, dari tadi ia terus berdebat dengan pikirannya tentang laki-laki bermata elang yang menatapnya dingin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
s4r1
ok ngebut bacanya.setelah tak kumpulin dlu biar banyak biar lebih greget bacanya🙏
2022-05-06
0
Irsa Arini
perubahan firman yang dikampus menjadi dosen culun tapi diperusahaan terlihat tampan dan cool dosen satu ini
2022-04-10
0
Mulaini
Jangan2 pak Firman sengaja di kampus berpenampilan cupu sedangkan di kantor berpenampilan seorang boss 😁😁😁
2022-04-08
0