Sungguh aku tak habis fikir kenapa bisa terbuai rayuan Bang Sayid, hingga membuatku sengsara seperti ini.
Banyak kata "Seandainya".. tapi semua sudah terlambat.
Seminggu yang lalu Sri sudah diperbolehkan pulang.
Tapi lebih suka menghabiskan waktu di RS menemani Rizki, rasanya malas kalau di rumah harus bertemu Bang Sayid.
Seperti hari itu pun Sri lagi pompa ASI buat putra semata wayangnya, tiba-tiba Bang Sayid datang menyodorkan secarik kertas.
"Tanda tangani dulu Sri!"
"Gak mau aku, Bang!"
"Cepat Sri, jangan tunggu Abang berbuat kasar."
"Ini surat apa? biar Sri baca dulu."
"Tak perlu! semua sudah Abang urus, kamu cukup nurut aja!"
Rasa takut membuatku menandatangani kertas itu, entah apa isinya belum sempat ku baca, Bang Sayid sudah mengambilnya lagi.
"Keberangkatan mu dimajukan jadi seminggu lagi, masalah bekal dan yang lainya gak perlu kamu urusin, biar Abang yang urus semuanya."
"Apa bang?!, kenapa secepat itu? Rizki masih membutuhkan ku Bang! bagai mana Miminya nanti?"
"Susu formula lebih bagus buat dia, Sri!.
"Rizki butuh aku Bang, kamu tau sendiri bagaimana kondisi anak kita."
"Sudah! sudah! aku males berdebat sama kamu, kalau masih mau lihat anakmu dirawat, turuti semua kemauanku."
Seperti biasa Bang Sayid langsung pergi tanpa menghiraukan kesedihanku.
Apa yang harus aku lakukan, apa pulang saja ke rumah oran tuaku dan memohon ampun. Tapi Aku malu dan takut menerima kenyataan kalau nantinya malah tak diakui anak lagi.
Rizki sudah semakin membaik, badannya pun terlihat berisi meskipun aku masih belum diperbolehkan menggendongnya. Kata dokter tunggu dua minggu lagi, sementara Bang Sayid bilang keberangkatan ku ke luar negri minggu depan. Ingin rasanya memeluk dan mencium anakku sebelum pergi, tapi..
Waktu keberangkatan Sri tiba, sungguh rasanya ingin lari kemana saja sejauh mungkin biar Bang Sayid tidak menemukannya, tapi terlalu berat kalau tanpa anaknya Rizki.
Sri hanya bisa pasrah dengan nasibnya, dia rela melakukan apa saja demi buah hati yang sangat di cintainya itu.
"Kamu sudah siap Sri?!"
Pertanyaan Bang Sayid membuyarkan lamunanku, dengan malas ku hanya mengangguk tanpa menjawab sepatah katapun.
"Setelah sampai di Malayasia, jangan lupa langsung kau kasi kabar aku. Tenang saja, anakmu aku rawat sampai dia sehat yang penting kamu semangat kerja di sana demi Rizki."
"Boleh ya Bang, aku bertemu dengan Rizki sebentar?"
Sedikit merayu berharap Bang Sayid mengijinkanku bertemu Rizki.
"Tidak ada waktu lagi Sri! jam delapan kamu udah harus di bandra!"
Sebelumnya Sri sudah minta bantuan tetangga yang selama ini selalu menjadi tempat keluh kesahnya, dan tempat dia meminjam uang untuk selalu memberikan informasi apa pun yang terjadi pada Rizki dan Bang Sayid tanpa sepengetahuan suaminya.
Karna sejak menikah dengan Bang Sayid, Sri tinggal di komplek perumahan dan selalu dilarang buat bertetangga, apa lagi kumpul-kumpul seperti yang biasa dilakukan kebanyakan ibu-ibu perumahan.
Gerak geriknya selalu diawasi, ternyata Sri baru sadar sekarang kalau itu bukan karna Bang Sayid sayang gak mau Sri terjerumus dengan pergaulan bergosip tapi mungkin dia takut kalau rahasianya yang selama ini ditutupunya terbongkar.
Untung Sri punya Mbak Mita, tetangga baik yang rumahnya tepat di samping sebelah kiri rumah Sri. Dialah yang selalu menemani Sri ketika Bang Sayid pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments