Kami terhenti, persis didepan incubator yang sudah ku pastikan sejak dari luar milik putraku Rijki. Dari dekat bisa kulihat dengan jelas paras mungil, berwajah tampan, berkulit merah, rambut hitam lebat, meskipun ada selang di sana-sini tapi sungguh putraku begitu menggemaskan. Hanya saja bibirnya terlihat kering, tidak ada tangisan dari mulut mungil nya itu.
Aku hanya bisa mengelus dinding kaca, rasanya ingin mendekap buah hatiku. Air mata sudah tak sanggup lagi menetes, malu rasanya melihat putraku begitu hebat berjuang untuk hidup tanpa merengek sementara aku..
"Benarkah putraku baik-baik saja Sus?"
"Iya bu, putra Ibu sekarang kondisinya sudah stabil hanya menunggu sampai perawatannya maksimal, jadi ibu belum bisa menggendongnya sementara waktu." jawab suster itu seakan mengerti apa yang ku inginkan.
"Sekarang saya antar Ibu ke kamar, jangan khawatir kami akan menjaga putra ibu, setelah ini tolong peras Aslinya ya Bu."
Aku pasrah dan hanya mengangguk, tak tega meninggalkan Rizki sendiri dengan kondisi seperti itu.
Sampai ke ruangan nipas, disana Bang Sayid sudah menungguku dengan paras yang gusar.
"Kamu dari mana saja Sri! Abang kan sudah bilang jangan pergi dari ruangan ini sendiri, terimakasih ya sus."
Dengan muka manis yang menawan seperti awal mula kita bertemu Bang Sayid menganggukkan kepalanya ke arah suster yang mengantarku.
"Iya Pak, sama-sama,"
"Ingat Sri, kamu jangan coba-coba kabur! Aku pastikan kalau kamu berani macam-macam, pengobatan anakmu akan aku hentikan!" setelah kepergian suster itu, tabiat asli Bang Sayid kembali lagi, sungguh dia bermuaka dua.
"Kenapa Abang tega sama Sri, Rizki juga anak Abang!" air mataku tak terbendung.
"Aku tak pernah mengharapkan Anak dari kamu Sri!"
"Kenapa Abang menikahiku? Kalau tak berharap punya anak! Harusnya Abang gak usah mengajakku menikah!" suaraku meninggi, membuat Bang Sayid makin naik pitam.
"Kamu mau tau alasanku menikahimu? Aku hanya tertantang dengan kamu, yang kata orang-orang susah didapatkan, tapi kamu semudah itu jatuh ke pelukanku."
Senyum menyeringai membuat hatiku makin sakit.
"Aku juga menikahimu berharap dapat harta kedua orang tuamu, tapi nyatanya malah gak dapat apa-apa karna kamu lebih memilih hidup denganku ketimbang mendengarkan orang tuamu."
"Sekarang tidak ada pilihan lain, kamu harus pergi ke luar negri buat membiayai seluruh pengobatan anakmu dan mengganti semua uang yang kukeluarkan untuk menghidupimu."
"Sungguh tega kamu Bang! Biadap! Aku tak menyangka kamu seperti ini, meskipun kamu benci sama aku tapi Rizki itu anakmu juga, kenapa kamu sejahat itu Bang!"
"Kamu baru sadar aku jahat, salah sendiri! Aku sudah bilang jangan hamil, harusnya dari dulu kamu aku kirim ke luar negri, tapi tertunda gara-gara kehamialnmu itu."
"Jadi selama ini Abang menikahiku hanya di jadikan mesin uang dengan bekerja ke luar negri! gitu?"
"Iya, emang kenapa? Kamu fikir aku dapet duit banyak dari mana kalau bukan dari istri pertamaku yang sekarang udah hampir tiga tahun di Arab! Apa pernah kamu liat aku pergi kerja, Sungguh naif kamu Sri."
Aku terhenyak mendengar pengakuan Bang Sayid, benar apa yang dikatakanya aku naif atau bodoh? Selama ini memang belum pernah sekalipun melihat Bang Sayid kerja, karna dari awal kenalan dia slalu bilang pengusaha muda yang sukses jadi kerjanya hanya memantau saja, operasional dikerjakan sama anak buahnya dan aku pun percaya dengan apa yang dikatakan Bang Sayid karna uang belanja sama kebutuhanku dia penuhi, meskipun setelah halim jadi pelit.
"Abang gila, kenapa kau menikahi kami hanya untuk dijadikan mesin uangmu Bang! Apa istri pertamamu tau kalau menikahiku?"
"Tentu saja tidak, mana mungkin aku sebodoh kamu Sri, hem." Senyum manis yang dulu memikat hatiku berubah menjadi senyum menyeringai yang membuatku makin muak.
Setelah semuanya terbongkar, ternyata tabiat asli Bang Sayid seperti ini.
"Aku masih belum sembuh Bang, kamu tau sendiri luka Cesarku belum kering Abang sudah menambah rasa sakit di hatiku, aku juga tak ingin meninggalkan Rizki," Suaraku melemah berharap bisa meluluhkan hati Bang Sayid.
"Keberangkatanmu sebulan lagi, jadi tenang saja lukamu pasti sudah sembuh, Rizki sekarang gak membutuhkanmu tapi duit yang dia butuhkan."
"Ingat jangan coba-coba kabur, kalau kamu menolak pergi harus bayar denda plus anakmu jangan harap dapat pengobatan lagi!" Hardiknya sambil pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments