Masih tidak percaya dengan apa yang Sri dengar dari mulut Bang Sayid, ingin berlari mengejar suaminya tapi apa daya tubuh sri masih lemah.
Sungguh tega kamu Bang, aku berkorban banyak demi kamu tapi balasannya seperti ini. Kalau bisa mengulang waktu, rasanya Sri tak mau bertemu Bang Sayaid apa lagi sampai harus menikah denganya. Maafkan Sri, Umi.. abi mungkin ini karma karna aku tak pernah mau mendengarkan nasehatmu. Jerit batin Sri sambil menangis terisak.
Aku harus kuat demi Rizki, bagaimanapun keadaanya tak akan ku tinggalkan, tapi Sri juga bingung harus membiayai pengobatan anaknya dari mana?
Menemui kedua orangtuanya sangatlah tidak mungkin, memikirkan harus pergi ke luar negri juga lebih membuatnya mustahil. Sri terus menangis, bukan karna rasa sakit bekas luka Cesar di perutnya tapi rasa hancur hatinya memikirkan jalan hidup yang harus dialaminya.
Dengan sekuat tenaga Sri coba menuruni ranjang, rasa rindu ingin bertemu buah hati yang belum dia lihat semenjak kelahiranya ke Dunia membuat dia mampu berdiri menggapai kursi roda yang ada didekatnya.
Dengan susah payah Sri menaiki kursi roda itu, hampir saja terjatuh tapi tanganya mampu menyangga badan yang makin sini makin kurus. Dia pun keluar mencari ruang perawatan bayi tanpa memperdulikan lagi rasa sakit di perutnya yang seakan menggigit.
Sri melihat pitu bertuliskan "Ruang Bayi" Tanpa ragu dia coba membuka pintu tersebut, tapi sayang pintu itu terkunci karan pas jam makan siang jadi tidak ada perawat yang jaga.
Di arahkanya kursi roda itu ke jendela yang memanjang, bisa dengan jelas Sri melihat ranjang bayi yang berderet. Matanya liar menatap satu persatu ranjang itu yang hampir semuanya terisi. Tak ada satupun nama dirinya sebagai ibu dari bayi yang ada diruangan tersebut. Kemudian matanya terhenti di Incubator yang terletak terpisah dari ranjang bayi, disana ada bayi yang sangat kecil seukuran botol aqua 1,5 liter.
Hidung dan mulut terpasang selang, bayi itu tergolek lemah tak bergerak sedikitpun. Mata Sri membaca tulisan disamping Incubator itu, dan mana Sri sebagai ibunya terbaca dengan jelas. Seakan tak percaya dengan apa yang di lihatnya, janin yang selama ini dia kandung begitu memilukan. Badan Sri menggigil, rasa bencinya semakin membara terhadap Bang Sayid.
Karna dia, Sri harus mengalami rasa sakit hati yang teramat sangat, sehingga dengan terpaksa bayi yang dia kandung ya harus di lahirkan sebelum waktunya.
Karna dia juga bayinya yang tak berdosa harus mengalami penderitaan seperti ini. Sakit yang dia rasakan hilang berganti kebencian. Ingin rasanya membunuh Bang Sayid, tapi takut terhadap suaminya itu membuat nyalinya tak bisa berkutik, karna Sri menggantungkan hidup sama Bang Sayid, Sri takut pengobatan Rizki dihentikan.
Memikirkan perkataan Bang Sayid terakhir kali membuat Sri makin bimbang. Tak ingin terpisah dari buah hati yang sangat membutuhkan kehadirannya, tapi ancaman menghentikan pengobatan Rizki kalau tidak menuruti kemauannya menambah pilu dihati Sri, karna Bang Sayid tak pernah main-main dengan ucapanya.
"Ibu sedang apa disini?" sapa lembut seorang perawat membuyarkan lamunanku.
"Bolehkah menemui anak saya Sus?"
"Anak ibu siapa namanya? Nama Ibu siapa?"
"Nama saya Sri, Sus." terhenti sejenak
"Anak saya Rizki,"
"Owhh, ayo ibu saya antar. Suami Ibu kemana? Ko tidak mendampingi? Seharusnya Ibu banyak istirahat dulu kan baru oprasi."
"Suami saya lagi kerja Sus, tak sabar rasanya ingin melihat anak saya,"
"Anak Ibu sehat, meskipun lahirnya prematur dan sempat krtitis tapi dia kuat bisa melewatinya, saya yakin pasti sehat seperti anak-anak yang lahir cukup umur. Asalkan Ibunya juga tetap semangat ya,"
"Iya Sus, terimakasih banyak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments