“Eh, lupa..." Emma menepuk jidatnya sendiri, sambil melepaskan pelukan sepihaknya.
"Kenalkan, nama aku, Emma. Sekarang kita berdua adalah besti.”Emma menyodorkan tangannya dengan wajah bahagia. Aluna menyambutnya dengan tatapan masih tak percaya.
“Sekarang aku adalah bestinya, Luna. Kamu pindah duduk, ya. Aku akan jadi temannya sekarang.” Emma meminta anak laki-laki berkacamata culun yang duduk di samping Luna berpindah dan dia dengan santainya mengambil tasnya sendiri duduk menggantikan si culun.
“Aku adalah temanmu di sini, gak ada yang akan berani ganggu kamu. Karena…” Mata Emma melirik nakal pada Rae yang duduk di belakang Luna.
“Cowok ganteng yang di belakangmu itu, bebebnya aku.”Ucapnya dengan suara di buat semanja mungkin.
“Haaah…” Mulut Luna terbuka dengan tatapan surprise, sementara Emma dengan sikap yang cuek bebek mengedipkan matanya pada Rae sekali lagi.
“Haishhh, Emma…halumu itu ketinggian.” Arka geleng-geleng kepala dengan tingkah Emma yang memang sejak pertama kali bertemu dengan Rae sudah tergila-gila pada Rae.
Awalnya banyak yang menertawakan tingkah Emma, si percaya diri yang tak di ragukan lagi. Meskipun dia anak seorang mantan model dengan ayah yang menurut gosipnya sangat kaya raya, dia sama sekali bukan anak yang sombong tapi tingkat pedenya memang patut di acungkan jempol. Apalagi soal Rae, bahkan dia tak pernah bosan untuk mengejar-ngejar Rae, cowok cool idola banyak gadis di SMA mereka.
Rae tidak menanggapi dia pura-pura tak mendengar apa yang dua gadis di depan mereka itu bicarakan, apalagi Bu Nila, guru kimia mereka baru saja memasuki ruangan.
...***...
Bell istirahat berbunyi, semua anak berhamburan keluar. Beberapa orang masih berdecak kagum pada Aluna.
Ya, gadis baru itu hampir selama jam kimia adalah yang paling aktif menjawab semua pertanyaan Bu Nila, guru yang terkenal sangat suka memberikan pertanyaan itu dan selalu meminta penjelasan jika kita menjawab apapun.
Hari ini, Luna sukses mencuri perhatian guru kimia yang serba perfeksionis itu dan juga teman-teman sekelasnya, termasuk Arka yang biasanya adalah siswa yang paling menonjol di kelas.
“Gak nyangka, dia jago banget Kimia.” Arka berbisik setengah julid kepada Rae.
Yang di bawa berjulid, tak menanggapi dia sibuk membuka handphonenya, seakan telinganya tidak menangkap suara Arka.
“Selain enak di pandang ternyata otaknya encer juga, ya.”
“Ka, kamu bisa diam gak, sih? Yang kamu omongin itu orangnya masih hidup tu di depan. Yang ada dia tambah ge-er.”Rae memasang wajah cueknya, seolah-olah topik pembicaraan mereka sama sekali tidak menarik.
Arka melirik pada gadis yang jadi subjek pembicaraannya, terlihat sedang sibuk meladeni Emma yang tampak menanyakan sesuatu padanya sambil menunjuk-nunjuk tulisan rumus di bukunya.
“Baru kali ini aku ketemu cewek yang nggak jantungan pas liat kamu. Yang ada dia kayaknya kesel mirip orang kebelet liat mukamu.” Arka terkekeh, menggoda Rae.
“Kutebak, Ka... kamu yang suka sekali dengannya. Dari tadi matamu melihat ke dia terus. Kamu naksir?” tanya Rae sambil mengerutkan keningnya.
“Ya, untuk ukuran laki-laki normal, naksir cewek cantik dan smart itu kan wajar.”
“Eh, kamu mau bilang aku gak normal, gitu?”
"Yang bilang kamu gak normal itu siapa, sensi banget.”Arka hampir tergelak melihat wajah masam sahabatnya itu.
“Please, jangan berisik sebentar aja, bisa nggak?” Tiba-tiba Aluna berbalik, alisnya yang rapi itu berkerut tertuju pada Rae dan Arka.
Rae dan Arka saling pandang, tak menyangka gadis ini berbalik dan menegur mereka.
“kalian berdua nggak lihat, kami sedang belajar. Jangan kayak nyamuk, berdengung di telingaku sedari tadi, meributkan sesuatu yang gak jelas. Kapan kalian bisa pintar kalau kerjaannya hanya membicarakan orang lain.”
Rae benar-benar tak bisa menutup mulutnya, matanya tertuju pada murid yang bahkan belum sehari resmi jadi penghuni di dalam kelas mereka itu.
“Aish…sudahlah, Lun. Jangan marah begitu dong sama bebebku ini…”Emma protes pada Aluna saat melihat Luna melotot pada Rae.
“Hey, sok pintar! Ini jam istirahat, gak ada yang nyuruh kamu belajar di jam seperti ini! Norak!” Rae berdiri dari duduknya dengan wajah memerah, tak pernah ada perempuan yang berani menegurnya seperti sekarang, di depan orang banyak lagi.
“Tapi kalian berdua berisik sekali!”
Rae tak berkedip menatap wajah Luna sebelum kemudian dengan wajah dongkol luar biasa keluar dari dalam ruangan itu, di ikuti Arka yang terlihat begitu tak nyaman dengan ketegangan antara Rae dan Aluna.
Dari awal berjumpa, mereka berdua seperti sama-sama mengirimkan sinyal peperangan. Mereka sepertinya saling membenci dari pertama kali bertemu.
“Dia itu kenapa, sih?” Luna menunjuk pada punggung Rae dengan kesal.
“Dia itu memang begitu, Lun. Pesonanya bahkan membuatmu nggak tahu harus ngomong apa.” Sambut Emma dengan raut sok imut memandang ke arah pintu kelas, di mana Rae dan Arka menghilang tanpa pamit lagi.
...***...
Rae menarik kursi kantin, dan Arka segera memesan minum untuk mereka berdua.
“Es cola.”
Pelayan kantin yang berseragam seperti kafe itu segera mencatat pesanan dua orang yang sudah pasti menarik perhatian beberapa murid perempuan yang kebetulan sedang berada di kantin itu.
“Kamu makan, nggak?” tanya Arka pada Rae.
“Nggak.”
“Kamu sempat sarapan nggak tadi?”
“Ya, pasti lah sarapan. Kalau gak, makku itu sudah pasti ceramah panjang lebar. Apalagi si kembar yang cerewet itu, pasti akan ngadu.”Sahut Rae, wajahnya masih saja terlihat kesal.
“Tapi, kamu tadi ke gang…”
“Sttt!” Rae melotot pada Arka, dia sepertinya sangat tak suka jika sudah membahas kesibukannya yang satu itu.
“Kamu dan murid baru itu benar-benar sudah ketemu tadi?” tanya Arka dengan penasaran.
“Gak perlu ku ulang, kan?”
“Kalian sempat berkenalan?”
“Ngomong aja, gak. Aku cuman bilang ke pak Amin dia terlambat, dia yang tiba-tiba nyolot panjang lebar. Aku buka helm aja nggak, gimana dia bisa kenal aku.”
“Tapi, dia seolah baru saja bertemu musuh bebuyutan saat melihatmu.”Tandas Arka sambil menyambut segelas cola yang di angsurkan oleh pelayan kantin pada mereka berdua.
“Astaga, dari tadi kamu bersemangat sekali ngomongin dia, Ka. Bisa ganti topik, gak?”
“Tapi, beneran…baru dia yang melihat kamu nggak kelojotan.”
“Hash!”Rae mengibaskan tangannya tepat pada saat yang sama Luna dan Emma lewat samping kursi mereka berdua. Tangan Rae tepat mengenai lengan seorang anak laki-laki yang berada di belakang Luna.
Anak lelaki berkacamata yang bejalan dengan kemayu itu terjatuh di lantai, membuat semua mata tertuju padanya.
“Hey, kamu gak apa-apa?” Arka berdiri mengulurkan tangannya kepada anak yang jatuh itu sementara Rae masih bengong, dia tak menyangka gerakan tangannya yang tak sengaja itu membuat seseorang terjatuh.
Terimakasih sudah membaca novel ini dan selalu setia, kalian adalah kesayangan othor🤗 i love you full....
Jangan Lupa VOTEnya yah untuk mendukung novel ini, biar othor tetap semangat menulis😂🙏🙏🙏
...VOTE, LIKE dan KOMEN kalian selalu author nantikan, ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
nanti dari benci jadi cinta. 😘😘😘😘🤗🤗🤗🤗🙈🙈🙈🙈
2024-12-06
0
Maryani Sundawa
Rae emang ganteng sedari bayikkk...si baby udur,-udur,🥰
2022-10-22
1
Ana mariana
berasa jadi anak sma lagi....
2022-06-20
1