Rae berlari menuju kelasnya melewati koridor yang sudah lengang, sekarang adalah jam 07.05, sudah pasti semua siswa berada di kelas masing-masing dan siap untuk menerima pelajaran.
Rae tak sempat mengantarkan jaketnya ke ruang loker, sekarang tujuannya adalah segera masuk ruang kelas dan berharap pak Wahyu, guru fisikanya belum masuk ke kelas.
Pintu ruangan sudah tertutup dan lenyaplah harapan Rae untuk tidak terlambat pagi ini.
TOK! TOK! TOK!
Rae mengetuk pintu sambil merapikan rambutnya yang acak-acakan, secepat kilat.
Tak ada suara yang terdengar menyahut menyuruh masuk tetapi pintu itu terbuka dan sebuah tangan halus menariknya dari dalam kelas.
“Cepatan masuk, Beb. Pak Wahyu belum datang!” suara yang sangat dikenalnya, si ceriwis yang genit, itu adalah suara Emma, teman sekelasnya yang selama ini secara nyata mendeklarasikan bahwa dia menyukai Rae.
Rae menatap lega ke dalam ruangan yang segera berisik melihat dia datang, pertanda guru belum masuk ruang kelas.
“Oh, syukurlah…” Rae menarik nafas lega.
“Buruan, beb. Ntar pak Wahyu datang, bebeb di omelin, lho!”
Rae mengalihkan pandangannya pada Emma yang tersenyum genit padanya, di ikuti berpasang-pasang mata yang melotot pada mereka, melihat Emma menggandeng tangan Rae dengan manja.
Rae menepis tangan Emma dengan cepat, sementara Emma sangat menikmati pandangan sebal beberapa gadis yang diam-diam mungkin menaruh hati pada salah satu dari laki-laki terpopuler di sekolah mereka itu.
“Beb…”
“Astaga Emma, berhentilah memanggilku bebeb babab.” Rae berucap risih sambil berjalan menuju kursinya yang terletak di sudut kelas paling belakang.
Suara riuh menyambut bagaimana Rae seperti biasa tidak memperdulikan Emma, sama sekali tidak membuat Emma surut untuk membututi tubuh tegap Rae dari belakang.
“Aaaaaa…bebeb, aku sudah nungguin kamu dari tadi, lho. Jaga pintu dengan hati dag-dig-dug, takut pak Wahyu keduluan datang dari kamu.” Emma mengoceh dari belakang.
Rae tidak menyahut, melepaskan tas dari punggungnya dan duduk sambil mengatur nafasnya yang masih tidak teratur karena terburu-buru memarkir motornya dan segera berlari melompati beberapa tangga menuju kelasnya lantai dua.
“Emma, sudahlah. Jangan mengganggu Rae terus.” Tegur Arka, kursinya bersebelahan dengan Rae, dia teman dekat Rae, ayahnya adalah sopir pribadi daddy Rae, masuk ke sekolah ini karena Sarah, mama Rae yang memasukkannya.
Arka adalah anak yang pintar dan berprestasi, usianya sepantaran dengan Rae hanya selisih beberapa bulan saja dan mereka berdua adalah teman baik dari kecil karena sudah saling mengenal lama dari masa kanak-kanak, sehingga menurut Sarah sayang jika Arka tidak mendapat pendidikan yang Layak.
Sarah bersedia untuk menjamin pendidikan Arka hingga perguruan tinggi. Sarah selalu mengajarkan Rae dan kedua adiknya yang kini duduk di kelas akhir sekolah menengah untuk tidak membedakan orang dan memilih teman berdasarkan latar belakang keluarganya.
Meski Rae bukan anak yang banyak bicara dan sedikit dingin dengan perempuan, tetapi jika orang sudah mengenalnya, Rae adalah anak yang menyenangkan.
Tipe seperti Rae, memang sangat mudah membuat anak gadis remaja tergila-gila.
“Akh, Arka…”Mulut Emma sedikit monyong, dia kesal jika Arka sudah berbicara, Arka adalah pawang Rae, dianggapnya sebagai penghalang untuk mendekati Rae. Lalu dengan kesal kembali ke kursinya yang berada di paling depan.
Rae tersenyum kecil pada Arka, sekan mengucapkan terimakasih, telah menyingkirkan si genit Emma tanpa harus bersusah payah mengusirnya.
"Kamu terlambat lagi hari ini."Arka mengernyit dahinya pada Rae.
“Sttt…jangan bilang mommy, ya.” Rae berucap setengah berbisik sambil meletakkan telunjuknya di bibir tipisnya.
“Kamu ke gang itu lagi pagi ini?" Arka bertanya dengan nada menuduh.
“Sttttt…” Rae melotot pada Rae sambil matanya melirik ke kursi di sebelahnya, memastikan tak ada siswa yang memperhatikan percakapan mereka.
Ruang kelas memang menjadi sedikit riuh, para siswa dan siswi kelas X MIPA A ini terlihat sibuk berbicara sendiri-sendiri, mereka sangat menikmati pagi ini dimana Pak wahyu, sang guru Matematika mereka yang killer itu terlambat datang.
Memang tak biasanya, si bapak guru berkacamata tebal itu terlambat datang tetapi itu sungguh menyenangkan buat mereka untuk mengobrolkan sejuta cerita bersama teman.
“Tante Sarah nggak akan suka jika dia tahu kamu sering terlambat.”
“Aku nggak terlambat hari ini.” Rae berkilah dengan santai.
“Tapi…”
“Masih ada yang lebih parah dari aku hari ini.” Rae tersenyum pada Arka, dia menaikan alisnya dengan puas bagaimana di gerbang sekolah dia meninggalkan seorang gadis bermata besar tadi berdebat dengan pak amin yang disiplin itu untuk berjuang masuk, meminta pak Amin untuk membukakan pagar untuknya.
“Hah, masa ada yang lebih parah darimu? Si Dan maksudmu?” tanya Arka dengan penasaran.
“Bukan. Kalau Dandy yang terlambat aku nggak heran, itu sudah biasa. Tapi ini anak perempuan.” Rae menarik sudut bibirnya, sedikit geli.
Di sekolah ini sangat jarang siswa yang berada di luar pagar karena terlambat, sekolah ini meskipun di huni oleh anak-anak kelas atas tapi soal di siplin guru-gurunya tak pandang bulu.
Mereka sangat tegas dengan peraturan karena kualitas output dari sekolah ini sangat mereka jaga dan banggakan, anak-anak yang keluar dari sini dipersiapkan untuk berkuliah di Universitas luar negeri dan minimal perguruan tinggi ternama jika barada di dalam negeri.
Banyak Siswa yang memilih untuk mutasi jika mereka benar-benar tidak bisa mengikuti ritme pembelajaran di sekolah ini.
“Cewek?” Arka melotot menatap temannya itu, seolah tak yakin dengan apa yang di dengarnya.
Rae menganggukkan kepalanya, dan dia mengingat bagaimana wajah gadis yang tanpa dosa itu, berusaha mencari tahu wajahnya dari balik helm karena mendengarnya mengucapkan bahwa dia telah lambat satu menit.
“Kelas mana?”
“Mana ku tahu, aku baru pertama kali
melihatnya.”
“Cantik?”
“Entahlah, aku gak begitu jelas melihatnya, tapi ku rasa giginya sedikit tonggos.” Jawab Rae dengan wajah senang, baru kali ini Arka melihat Rae begitu bahagia menyebutkan kekurangan orang.
Dia bukan orang yang suka menjelek-jelekkan orang lain biarpun dia cuek bebek dengan para gadis yang seperti anak ayam di belakang punggungnya selama ini.
Ketika Arka akan menanggapi Rae dengan sikap antusias, tiba-tiba pak Wahyu membuka pintu dan segera membuat semua anak-anak itu berhamburan duduk ke kursinya masing-masing.
“Selamat pagi, anak-anak, semuanya…” Sapa Pak Wahyu dengan terburu-buru, dia membawa tas laptopnya seperti biasa.
“Selamat pagi, Pak.” Jawab anak-anak dengan serentak, wajah cerah anak-anak segera berganti pias, bersiap menerima pelajaran matematika di jumat pagi, penghujung weekend memang sesuatu yang berat, sementara fikiran mereka sedang travelling dengan rencana kegiatan akhir pekan.
“Maaf, bapak terlambat hampir dua puluh menit hari ini.” Pak Wahyu melirik ke arloji di pergelangan tangannya.
“Tidak apa-apa, pak. Di maafkan.” Sebagian dari anak-anak menyahut, dengan wajah tanpa dosa.
“Bapak sedikit terlambat karena bapak menunggu teman baru kalian, yang di titip perkenalkan oleh Wali kelas kalian pagi ini.”Pak Wahyu menoleh ke pintu yang di biarkan terbuka.
“Silahkan masuk…ini adalah kelasmu.”
Seorang gadis dengan rambut di kuncir rapi di atas tengkuk masuk dengan percaya diri, senyum terkembang di bibirnya, mengalihkan perhatian semua orang. Tak terkecuali Rae yang semula menoleh dengan sikap tak tertarik.
Rae tak berkedip melihat siapa yang berdiri kini di depan kelas bersama dengan pak Wahyu.
Terimakasih sudah membaca novel ini dan selalu setia, kalian adalah kesayangan othor🤗 i love you full....
Jangan Lupa VOTEnya yah untuk mendukung novel ini, biar othor tetap semangat menulis😂🙏🙏🙏
...VOTE, LIKE dan KOMEN kalian selalu author nantikan, ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
alluna & rae sekelas
2024-12-05
0
Nikodemus Yudho Sulistyo
Lanjut...
2022-11-08
1
Maryani Sundawa
aku baca lagi kak...kmrn aku menepi dlu dr dunia NT,,
2022-10-21
2