"Aduhhh... kamu bisa diam tidak sih bocah. Berisik banget deh, dari tadi siang kerjaan nangis mulu. Apa tidak capek ya," ujar Sinta kesal.
Sinta kewalahan menghadapai Rio yang menangis dengan keras. Rio bahkan menolak digendong sama Sinta.
"Uwahhh... uwahhh... uwahhh...."
"Bisa diam tidak!" bentak Sinta.
Sinta mencubit paha Rio karena Rio dari tadi memberontak dari gendongan Sinta. Sinta merasa sangat kesal sekarang.
"Uwahhh... uwahhh... uwahhh...."
Tangis Rio bukannya berhenti, tapi menangis semakin kencang.
Rita dan Reza dengan buru-buru masuk ke dalam kamar Rio. Rita yang melihat sang cucu yang menangis kencang dan sekali-kali cegukkan segera mengambil alih mengendong Rio.
"Ada apa sayang? cup cup cup, jangan menangis lagi ya. Ini sudah ada Nenek, cucu Nenek kenapa sih."
Reza mendekati sang nenek, ia ikut memegang kaki Rio. Reza bermaksud ingin menenangkan Rio supaya berhenti menangis.
"Ini sebenarnya ada apa? Kenapa Rio menangis kencang begini?" tanya Rita.
"Maaf Nyonya, tadi saat saya masuk ke sini Tuan Muda Rio memang sudah bangun dan menangis sendiri," ujar Sinta.
"Kamu memangnya dari mana saja? Kenapa tidak menjaga cucuku dengan baik."
"Itu Nyonya... itu...."
Sinta tidak tau harus membuat alasan apa. Dia tadi tidak sengaja ketiduran di kamarnya saat sedang bermain HP. Padahal Dilla sudah menyuruhnya kemari.
"Udahlah tidak usah banyak alasan kamu. Kalau kamu memang tidak mau kerja, sana pergi dari sini. Saya bisa cari babysitter yang lain, yang bisa mengurus cucu saya dengan lebih baik."
Sinta yang mendengar ucapan Rita merasa terkejut. Sinta ingin membantah, tapi melihat Rio yang masih menangis dengan kencang, dia memilih diam dulu. Sinta takut dimarahi lagi.
'Kalau di pecat bisa gawat ini.'
"Uwahhh... uwahhh... uwahhh...."
"Udah udah ya Rio, jangan menangis lagi. Nanti bisa sakit."
Hati Rita juga ikutan sedih melihat cucunya menangis begini.
***
"Uwahhh... uwahhh... uwahhh...."
"Bi Imah, bukankah itu suara tangisan Tuan Muda Rio ya? Kenapa bisa sampai terdengar ke sini? Bukankah Tuan Muda Rio ada dilantai dua?" tanya Dilla bertuntun.
"Bi Imah juga tidak tau Dilla. Tapi kira-kira ada apa ya? entah kenapa belakangan ini Tuan Muda Rio jadi sering menangis. Tapi tangisan ini yang paling keras," kata bi Imah menjelaskan.
"Dilla jadi khawatir Bi."
Bi Imah melihat aneh ke arah Dilla.
"Dilla di kampung juga punya adik bi. Sejak kecil Dilla yang mengurus mereka, jadi Dilla sangat suka sama anak kecil dan tidak suka melihat mereka menangis," Dilla menjelaskan kenapa dia merasa khawatir sama tuan muda, karena dari raut wajah bi Imah, bi Imah meminta penjelasan.
"Dari pada kita penasaran ayo kita kelantai atas," usul bi Imah.
"Ayo Bi."
Mereka berdua akhirnya pergi kelantai dua, di tangga mereka juga berjumpa dengan pekerja yang lain. Jadi para pekerja yang lain serta Dilla juga ikut naik ke atas saat mendengar tangisan Rio yang keras. Mereka berdiri di depan pintu melihat sang nyonya yang lagi menimang sang cucu supaya berhenti menangis.
Rio yang sedang menangis keras tidak sengaja melihat Dilla di depan pintu. Tangan kecilnya mencoba menggapai ke pelukan Dilla.
Rita yang tau maksud Rio segera mendekatkan diri ke arah Dilla. Rita bermaksud memberikan Rio ke dalam gendongan Dilla. Dilla yang melihat Rio menangis pun sungguh tak tega. Dilla melihat sang nyonya yang berjalan kearahnya serta tangan Rio yang ingin mencapai Dilla, Dilla segera mengambil Rio ke dalam gendongannya.
"Cup cup cup udah sayang, berhenti menangisnya. Udah jangan menangis lagi, ada Mbak Dilla di sini," ujar Dilla menenangkan Rio.
Dilla mencoba menghibur Rio, supaya Rio tidak menangis lagi. Secara berlahan tangisan Rio mulai berkurang. Reza masih setia memegang sang adik, jika tadi memegang tangan kini Reza beralih memegang kakinya, karena tangan Rio memeluk leher Dilla.
Rita yang melihat sang cucu yang begitu nyaman di gendongan Dilla merasa sedikit lebih lega. Dilla terus mengelus kepala dan tubuh Rio, tanpa sengaja Dilla melihat warna kemerahan di paha Rio.
"Maaf Nyonya, ini kenapa dengan paha Rio yang berwarna merah, seperti sehabis dicubit?" tanya Dilla.
Dilla tidak sengaja memperhatikan paha Rio yang memerah.
Rita yang mendengar pernyataan Dilla segera mendekati sang cucu. Reza juga memperhatikan warna kemerahan di paha adik tersayangnya.
"Sinta, kenapa dengan paha cucu saya? Kenapa pahanya bisa sampai kemerahan begini? Kamu apakan cucu saya," Rita berujar dengan marah melihat kondisi sang cucu.
Sinta yang melihat sang Nyonya marah merasa takut.
"Tadi Tuan Muda Rio menangis dengan sangat kencang Nyonya. Jadi saya menyuruh dia untuk berhenti menangis, tapi Tuan Muda tidak diam-diam juga, jadi akhirnya saya mencubit sedikit paha Tuan Muda Rio biar mau diam," cicit Sinta.
Plakkk....
Terdengar suara tamparan yang cukup keras di dalam kamar Rio.
"Sedikit kata mu, bagaimana kamu bilang sedikit. Kamu cubit paha Rio sampai bisa kemerahan begitu. Padahal Rio masih kecil. Apa begini cara kamu menjaga Rio selama ini, sekarang kesabaran saya sudah habis. Kamu mulai saat ini saya pecat," kata Rita dengan nada marah.
"Tapi Nyonya...," bantah Sinta.
"Tidak ada tapi-tapian, kamu pikir saya tidak melihat apa yang kamu lakukan tadi siang saat cucu saya menangis."
Mendengar ucapan Rita, Sinta terkejut bukan main. Kapan majikannya memperhatikan dia.
"Sekarang kamu keluar dari kamar ini. Kamu bereskan semua barang-barang kamu dan kamu segera angkat kaki dari rumah ini. Saya tidak mau melihat batang hidung kamu lagi," final Rita.
Sinta yang melihat kondisi yang tidak memungkinkan untuk membela diri dan mempertahankan pekerjaannya segera keluar dari kamar itu.
Para Pembantu lain yang tadi berdiri di depan pintu sudah pergi sejak Dilla mengambil Rio kedalam gendongannya. Mereka tidak mau mencampuri lebih jauh urusan majikannya, karena itu bukan lagi urusan mereka.
Setelah kepergian Sinta, Rita sedikit memijit kepalanya yang terasa pusing. Semakin banyak saja masalah yang menghampiri Rita.
"Dilla sekarang kamu urus Rio dulu ya, habis itu kamu keruang kerja saya, saya akan menunggu kamu di sana," ujar Rita.
"Baik Nyonya," jawab Dilla.
"Reza mau bagaimana, mau di sini atau ikut sama Nenek" tanya Rita.
Reza sekilas melihat ke arah Dilla dan sang Nenek, kemudian beralih lagi ke arah adiknya.
"Reza mau sama adik, Nek," jawab Reza.
Pintu kamar baru saja di tutup kembali sama Rita. Di dalam kamar tinggallah mereka bertiga. Tangisan Rio sudah berhenti sejak tadi. Rio yang merasa begitu nyaman dengan Dilla segera menyenderkan kepalanya di bahu Dilla.
"Tuan Muda Reza sayang banget ya sama Tuan Muda Rio?" tanya Dilla.
"Hem," guman Reza.
Setelah melihat sekilas ke arah Dilla baru Reza berguman.
'Oalah anak ini, dari kemarin di tanya hem hem melulu, kalau Neneknya yang tanya, baru dijawab. Itu pun hanya sepatah dua kata,' heran Dilla.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments
Nianandra Amelia Putri
aku kangen Rio baca lagi
2024-05-24
0
Bu ning Wae
nenek Rita mulai Suka sama mbak Dilla ya..
2024-04-06
0
Ida Lailamajenun
syukur deh akhir nya dipecat juga si baby sitter Rio gak beres Krj masak anak majikan dicubit gt.kayaknya Dilla bakal jadi baby sitter nya Rio nih.
2023-03-09
0