#5
Andy langsung memelukku begitu melihatku keluar gerbang, ia merengkuh wajahku, memaksaku untuk menatap dirinya.
“Ya Tuhan, Nayaa... aku khawatir setengah matii. Kamu bisa gak sih gak kayak anak kecil ginii, Naayy?!”
“Kakak berharapnya aku gimana? Aku harus ngejer-ngejer Kakak trus mengemis sambil bilang, ‘Jangan tinggalin akuu, aku gak bisa hidup tanpa Kakak’, begitu?”
“Please jangan siksa aku kayak gini dong, Naayy! Kamu pikir cuman kamu yang tersiksa??”
“Kasih tau aku, di bagian mana yang membuat Kakak tersiksa? Jelas-jelas ini yang Kakak mau kan??”
“Ya Tuhan...” Andy menarik rambutnya frustasi lalu menghentakkan tangannya kasar.
“Bisa gak kita ngobrol pelan-pelan, Nay? Jangan pake emosi...”
Aku tersenyum sinis,
Jangan pake emosi katanya? Enteng sekali ia bicara....
“Kamu mau aku nikahin kamu? Aku gak keberatan, Nay! Kita temuin orang tua kamu sekarang.”
“Oh ya, lalu apa setelah itu? Kakak fikir dengan kita menikah lalu semuanya akan selesai? Lagipula menikah gak segampang itu, Kak! Orang tua-ku juga gak bakal setuju.”
“Gak setuju sama aku?”
“Iyaa...!”
“Oh jadi dari awal kamu sudah tahu keluarga kamu gak bakal setuju tapi kamu tetep mau pacaran sama aku? Jadi selama ini kamu cuman main-main sama aku?!”
Aku menatap Andy tidak percaya. Memastikan bahwa kata-kata itu benar keluar dari mulutnya, “Kakak lagi bercanda ya? Kenapa jadi berperilaku seolah Kakak adalah korban?”
“Aku bingung, Naya! Kasih tau aku harus gimana!”
“Kita jalan masing-masing aja. Aku gak sanggup terus sama Kakak. Bahkan melihat wajah Kakak saja membuatku merinding setengah mati.”
“Nayaaa.... dimana-mana kalau perempuan sudah kehilangan kesuciannya dia gak bakal bersikap bodoh melepaskan begitu saja orang yang melakukannya! Kamu gak bakal bisa sendirian, Naya! Kamu butuh aku...!
Dan juga, sekedar informasi, sekali kamu pernah merasakan kenikmatan itu, maka kamu akan terus menginginkannya kembali...”
Tanganku gemetar. Ingin rasanya saat ini ku tampar wajahnya. Aku mengepalkan tanganku kuat-kuat, berusaha meredam emosi yang makin memuncak.
“Dengarkan aku baik-baik. Aku gak butuh seorang laki-laki yang bersikap pengecut dengan menghilangkan kehormatan seorang wanita sebagai rantai untuk mengikat lehernya.
Kenikmatan yang Kakak bilang, jika itu disebut kenikmatan, maka itu adalah gerbang untukku menuju kehancuran!
Aku butuh kehadiran Kakak? Enggak, Kak! Kehadiran Kakak justru ngebuat semuanya semakin berantakan!”
“Aku gak akan pernah lupa, Naya... kita menikmatinya sore ituuu, kenapa gak kamu akui saja? Gak usah bersikap sok suci!”
Deg!
Aliran darahku terasa berhenti.
Aku menelan ludah, menyadari fakta bahwa yang ia katakan benar adanya.
Tapi... aku tidak mau kembali. Aku tidak mau mengulangi sesuatu yang sudah jelas dilarang oleh norma dan agama.
“Aku gak perduli apa yang Kakak fikirkan tentang aku. Aku juga gak perduli bagaimana cara Kakak memandangku saat ini.
Satu hal yang harus Kakak tahu, aku pengen hubungan kita berakhir sekarang juga.
Jangan pernah mencariku lagi, jangan pernah hubungi aku lagi dan jangan pernah muncul di hadapanku lagi!”
Andy tersenyum sinis, ia menoleh ke arahku sambil mengernyitkan dahinya,
“Kamu yakin gak akan menyesali ini?”
“Aku rasa Kakak mendengar jelas apa yang aku katakan tadi.”
“Oke! Gak ada ruginya juga kok buat aku. Wanita itu mudah, Naya. Aku bahkan bisa mendapatkan pengganti kamu dalam waktu kurang dari satu hari”
Ia berjalan santai ke arah mobilnya, membuka pintu mobil lalu menutupnya dengan keras.
Mesin mobil menyala, Aku kira dia akan pergi saat itu juga, tapi tiba-tiba ia membuka kaca mobilnya, mengeluarkan kepalanya lalu memberikan kode agar aku mendekat.
Dengan bodohnya aku menurut.
Andy menarik kepalaku kasar lalu mendekatkan bibirnya ke telinga kiriku,
“Terima kasih sudah memberikanku kesempatan mencicipi tubuh indahmu. Kamu tahu gak kalau kamu seksi banget tanpa celana?”
Darahku mendidih. Aku menarik tubuhku menjauh darinya. Gigiku bergemeletuk menahan amarah, sementara Ia tertawa keras lalu menginjak pedal gas dan pergi.
Kakiku terasa lemas. Aku jatuh terduduk.
Shinta yang sedari tadi mengawasi diriku dari balik kaca, berlari ke arahku.
Dengan cepat ia menarik tubuhku lalu memelukku.
Tangisku pecah. Dunia terasa gelap seketika.
............................................
Andy tidak pergi sendirian.
Ia pergi dengan membawa harga diri, rasa percaya akan cinta seorang laki-laki, juga hampir seluruh dari keberanian yang selama ini ku andalkan.
Aku ketakutan setengah mati.
Aku takut dia akan menyebarkan berita tidak baik tentangku, aku takut dia akan mempengaruhi seluruh orang akan fakta diriku yang sebenarnya.
Bukan suatu hal yang sulit untuknya. Teman-temannya ada dimana-mana.
Semua orang mengaguminya.
Jika ia berkata sesuatu, dengan kemampuan bicaranya, semua orang akan percaya.
Apalagi seperti katanya waktu itu, teman-temannya melihatku masuk ke dalam Kosannya secara sukarela.
Sejujurnya keberanian ku menjawab seluruh perkataan Andy tadi adalah kebohongan.
Aku takut setengah mati.
Melihat matanya saja aku tidak berani.
Selalu saja terbayang senyum sinisnya, genggaman tangannya, juga hentakan gerakannya.
Aku takut. Aku takut kejadian itu terulang lagi saat menatap kedua matanya.
Tapi aku tahu, aku tidak boleh menampakkan ketakutanku di depannya.
Jika ia tahu aku ketakutan, ia akan makin leluasa memasangkan rantai di leherku. Menyeretku kemanapun dia mau, memperlakukanku seperti apapun yang ia suka.
Haruskah aku pindah kampus?
Atau aku berhenti kuliah saja?
Atau, aku mati saja?
Tidak.
Jika aku memilih pergi, dia akan makin bebas mengatakan apapun yang ia mau.
Tidak akan ada yang mau berjuang membersihkan nama baikku kecuali diriku sendiri.
Tapi apa aku bisa? Apa aku sanggup tetap mengangkat dagu saat semua pandangan mencibir ke arahku?
“Kamu pasti bisa, Naya...! Aku bakal selalu ada di samping kamu. Kita hadapi ini bersama”
Aku menoleh, menatap mata Shinta, mencari kebenaran kalimatnya lewat tatapan matanya.
Ia tersenyum lalu menggenggam tanganku, “Kita hadapi ini bersama. Kalau orang-orang mencibir, ngomongin kamu, BODO AMAT , Nay! Mereka yang mencibir gak akan pernah lebih baik dari kita!”
Aku tertunduk,
“Mereka lebih baik dariku, Ta... mereka masih suci, sedangkan aku.....”
“Siapa yang tahu, Nayaa..? Memangnya kamu mengikuti hidup mereka 24 jam? Jangan-jangan mereka malah lebih parah dari kamu.
Kamu tu cuman apes aja, Nay... punya kamu di ambil sama seleb kampus yang brengsek kayak dia! ”
“Kalo sama orang yang cupu gak apes yaa, Ta?”
Shinta tertawa keras, “Ya lebih apes dong, Naayy!”
Kami tertawa bersamaan.
“Percaya sama aku. Masalah ini terlihat berat karena sedang kamu jalani. Tapi setelah kamu berhasil melewati ini nanti, kamu bakalan bangga dengan dirimu sendiri."
Aku terdiam meresapi nasihat Shinta.
Dia benar. Semua yang ia katakan benar.
Jika kita menginginkan penyelesaian, maka kita wajib melewati curamnya proses kehidupan.
Bukankah masalah ini terjadi karena ke alfaan diri ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Winda
jgn nayya sampai hamil thor kasihan
2022-09-23
0
Fujio Ami
Mmg dalam keadaan terpuruk,kt perlu sahabat yg memahami dan support 🥰
semangat Thor!!!
2022-04-06
2
Fujio Ami
kata2nya ini👍
2022-04-06
2