Bab: 4 Orang Melayu

Kelas I SMP, Lugu? sudah pasti, culun? Yongkru! Namanya juga anak baru. Semua anak baru pasti lugu, culun, penakut, atau pengecut, tapi lain dengan Teguh Prayitno, pertama masuk SMP dia pemberani, dia tantang kakak kelasnya, tapi sebentar dulu, kita bukan berbicara soal otot, tapi kita sedang bicara soal otak, jadi waktu Teguh baru masuk SMP dia rada sedikit sombong, kenapa begitu? Karena dia ngerasa lebih pintar dari yang lain, bahkan dia lebih pintar dari kakak kelasnya, parah kan? bayangin aja, selama dua tahun dia jadi rangking di kelas, dan NEMnya jauh di atas rata-rata kelas, dan yang bikin dia makin sombong adalah dia dapat NEM tertinggi di kampung bukan hanya di kelas saja, wah makin membusung aja dadanya, wajar lah, waktu itu dia belum mendapat ilmu agama yang cukup di tambah lagi pengalaman pahit yang dia alami dalam keluarganya, dan apa yang menjadi pertarungan antara Teguh dan sang kakak kelasnya? pertama mata pelajaran matematika, dan sang hasil Teguh berhasil mengalahkan sang kakak, makin besar kepala dia, makin melambung kesombongannya, kok bisa dia menang dari kakak kelas? Sebab soal-soalnya berasal dari pelajaran matematika kelas lima SD, ya wajar kan, kakak kelasnya sekarang kan sudah kelas dua SMP, pasti dia dah lupa dengan pelajaran SD, apa lagi rata-rata anak SMP sekarang kan sukanya ngeluyur, mbolos.

Sementara Teguh yang menang, sekarang giliran Teguh yang mengikuti pelajaran SMP, dan yang menjadi medan peperangan kali ini adalah Bahasa Indonesia, yaitu menulis novel, ‘gila’ Teguh terkejut bukan main, ‘apa itu novel?’ Teguh tidak tau sama sekali, ya perlu di maklumi juga, dia sekolah SD di kampung, dan sekarang dia SMP di Al-Zaytun, murid di sana mencapai 1800 lebih, itu baru satu angkatan Teguh, kakak kelasnya hanya berselisi sedikit jumlahnya dari angkatannya.

Peperagan di mulai, dan Teguh di beri waktu selama satu bulan untuk menggarap sebuah novel, ya seperti seorang pengembara yang tersesat di tengah hutan dia mencari jalan keluar dari hutan, nah dia pun mencari petunjuk-petunjuk yang mengarah ke novel, hingga akhirnya ada sebuah pengumuman di majalah dinding sekolah tentang pembukaan generasi baru Theater, ‘nah apa lagi tu theater?’ Teguh penasaran, dia ikut aja ternyata dia bertemu dengan sang kakak kelas yang sedang bertarung membuat novel dengannya di sana.

“Lho kak Akmal? Kakak di sini?”

“Eh Teguh? Iya lah kakak kan emang pengurus Theater ini, bagaimana novelnya? sudah jadi?” sama sekali dia belum berbuat apa-apa untuk pertempuran kali ini.

“Sorry kak, saya belum mengerti apa itu novel.”

“Hah? Yang bener? Katanya kamu bisa segalanya? Hebat dalam semua bidang, dan kamu murid terpintar di sekolahmu, di kampungmu?” Teguh jadi malu, mulai saat itu juga Teguh mulai menyadari kekeliruannya itu, dan mulai hari itu dia masuk menjadi salah satu anggota theater sekolah generasi baru, yaitu generasi 2000, saat itu lah dia mulai menulis sebuah novel berjudul ‘Masked men’. lucu, tau seperti apa cerita novelnya? ceritanya hampir sama seperti cerita power ranger, ada empat pahlawan yang datang dari luar angkasa, pokoknya intinya ceritanya belum dewasa sama sekali, masih anak-anak banget, bahkan di dalam cerita itu tak ada unsur asmaranya sama sekali, ya sudah tentu sangat hambar, tapi tetap dia dapat pujian dari sang kakak kelas, dia senang dan ternyata theater bukan mengajarkan Teguh tentang novel saja, mereka juga mengajarkan dia tentang realita kehidupan, acting, shooting, film, panggung, persaudaraan, kekeluargaan, dan cinta, menunjukan mana yang benar, yang harus di tiru, dan mana yang salah, yang harus kita jauhi, ya walaupun di sana mereka sama sekali tidak pernah menerima pelajaran tentang hadist, atau ayat-ayat al-qur’an, tidak mengajarkan mereka untuk sholat, berpuasa, atau berzakat, sama ketika mereka sedang belajar matematika maka untuk sementara mereka harus melupakan tentang kenapa matahari terus menyala, kenapa bumi itu bulat tidak kotak, atau kenapa manusia itu mempunyai darah, Atau mungkin tentang para koruptor yang sedang asyik dengan uang haramnya. Itu pertama Teguh menulis novel, itu titik awal dari hobbynya menulis, mulai lah Teguh seperti kecanduan, setiap sesuatu terjadi padanya, atau pada lingkungan di sekitarnya, dia langsung menulis, tidak pernah namanya pena tertinggal, kemana-mana selalu ada, tentu juga dengan sebuah buku tipis kecil yang selalu ada di saku celananya, tapi salahnya dia tidak pernah meng-kolektif  karya-karyanya itu, itulah hobby Teguh.

Selama dia menjadi seorang murid di Al-Zaytun ini, dia selalu teringat dengan mamanya, Kasmini, dan dia juga masih belum bisa melupakan dosa besar yang telah dia perbuat, meninggalkan mamanya seorang diri dengan Jengad manusia yang paling dia benci di atas bumi ini, dia tidak tau bahwa mamanya sudah tidak lagi dengan Jengad, hingga suatu hari sepucuk surat dari mamanya sampai di tangan Teguh, dalam surat itu tertulis bahwa mamanya yang berterimakasih padanya atas apa yang sudah dia perbuat padanya, Kasmini juga mengabarkan pada anaknya bahwa dia sudah mengusir Jengad dari rumahnya, kebahagiaan yang luar biasa tersirat di wajah Teguh Prayitno, apa yang dia harapkan sudah terkabulkan.

Sekarang Teguh lebih focus pada pelajaran di sekolahnya, teman perlahan dia dapat kan dari berbagai penjuru dunia, karena Al-zaytun muridnya bukan hanya dari Indonesia saja, dari Malaysia dan berbagai negara lainnya.

Dia juga masih berkomunikasi dengan Sri Paryani dan Dwi Septiani melalui surat pos, karena saat ini hendpon masih belum popular, mungkin sudah banyak beredar namun di Al-Zaytun tidak di perbolehkan siswa memiliki handpond. Teguh masih tetap memikirkan cewek yang dulu pernah dia taksir, dialah Kuwat yang bernama asli Tri Nur Hayati, tak segan dia pun menanyakan kabar Kuwat pada dua sahabatnya itu, setelah sekian lama dia masih memikirkan Kuwat, dari itulah kemudian dia menetapkan bahwa cinta pertamanya adalah Kuwat, meskipun cinta ini tak pernah di ketahui oleh Kuwat.

Liburan sekolah semester pertama tahun pertama, semua murid di Al-Zaytun sudah pulang ke asal mereka masing-masing, tinggal beberapa orang murid saja yang tertinggal di sana tapi Sunar bapak Teguh belum juga menjemputnya, dia sudah merasa sangat kangen pada mamanya, dia ingin segera bertemu dengan Kasmini, dia pun merasa sedih selama seharian dia menunggu bapaknya belum juga kunjung datang, tinggal dia sendiri di kamar asramanya, dia pun tak kuasa untuk menahan kesedihan ini, dia menangis sendiri di kamar tanpa seorang pun yang tau bahwa dia sedang sedih sampai akhirnya dia pun tertidur.

Sampai Teguh di rumah bapaknya, Sunar pun mengajak sang anak masuk ke rumah hanya sekedar minum air putih.

“Masuk dulu yuk minum air putih dulu, capek naik sepeda dari Al-Zaytun.”

“Ngga mau pak, aku mau ketemu sama mama!” dia tetap tidak mau masuk walau Sunar sudah memaksanya.

“Kalau gitu kamu tunggu dulu disni ya!”

“Iya!” Sunar pun masuk ke rumahnya menemui istrinya.

“Kok Teguh ngga masuk bi?” istrinya menyebut Sunar dengan Abi, itu bahasa arab yang artinya Bapak.

“Dia ngga mau mi, dia sudah ngebet mau ketemu sama mamanya.”

“Masa cuman sekedar minum aja ngga mau bi?”

“Ngga mau mi, kalau dia ngga mau ya kita ngga usah maksa.”

“Dasar anak keras kepala.”

“Sudah lah mi! Jangan buat Abi jadi tambah dongkol.” Istri Sunar langsung diam begitu mata Sunar sedikit melotot, yang aslinya Sunar adalah sipit seperti Teguh.

Setelah Sunar minum air putih, dia kembali menemui anaknya di depan rumah dan langsung menuju ke Stasiun kreta, mereka pun kemudian naik kreta tujuan kroya, mereka hampir saja ketinggalan kereta kalau mereka terlambat satu menit saja. Teguh pulang kampung dan berjumpa dengan Kasmini, mama yang paling dia sayang, mereka kembali mesra layaknya seorang anak dan ibunya, bahkan kali ini kemesraan mereka lebih kental, secara Teguh sekarang sudah tumbuh menjadi seorang lelaki yang sudah layak di sebut orang, Hari ini adalah hari terakhir puasa di tahun ini, namun Teguh tidak menjalankan puasa karena dia sudah berpuasa sebanyak 30hari, pemerintah Indonesia tidak bisa memaksa umat islam untuk menetapkan idul fitri dalam satu hari, memang bukan kesalahan pemerintah tapi juga tidak boleh menyalahkan umat islam.

Dan di hari berikutnya, Teguh tidak menyia-nyiakan waktu untuk memohon ampun pada orang yang telah melahirkanya.

“Ma Teguh minta ampun ma! Teguh sudah berbuat dosa sama mama, Teguh...” dia sudah tidak dapat berbicara lagi, dia hanya bisa menangis, dia berusaha meraih kaki Kasmini kemudian mencoba menciumnya.

“Sudah lah Guh! Mama sudah memaafkan Teguh dari dulu, semenjak Teguh belum melakukan apapun,” Kasmini pun tidak kuasa untuk menahan harunya, dia ikut menangis, “Mama tidak akan pernah bisa membenci Teguh! Karena Teguh adalah jiwa mama, Teguh adalah segalanya buat mama.” Kasmini memeluk anaknya dan mencium pipi kanannya kemudian pipi kirinya kemudian keningnya, dia pun memeluk lagi tubuh Teguh sampai dia merasa puas, Kasmini seperti kembali menemukan anaknya yang lama hilang, Puji yang dari tadi mengantri pun ikut menangis, selesai sungkem pada mamanya Teguh pun kemudian sungkem pada neneknya yang biasa dia panggil Byunge.

Satu bulan penuh Teguh ada di kampung, dia merasa seperti terlahir kembali, masalah yang selama ini seperti lingkaran syaiton akhirnya menemui klimaksnya juga dan happy ending lah yang dia temui, namun perjalanannnya belum lah di mulai, kini dia harus kembali ke Al-Zaytun untuk meneruskan pendidikannya bersama dengan 1800 lebih teman satu angkatannya, dan Kasmini pun kembali untuk yang ke sekian kalinya memutuskan untuk pergi ke Malaysia, bagi dia Malaysia itu seperti tempatnya bermain, tak beda dengan anaknya, Kasmini pun merasa seperti menemukan hidup yang baru, kepergiannya kali ini tidak ada beban sama sekali, tujuannya pun jelas, dia ingin membuktikan pada anak semata wayangnya bahwa dia adalah seorang ibu yang bisa di banggakan.

***

November 2002

Teguh sedang belajar di meja belajar Asrama, malam ini adalah tiga hari sebelum dia dan semua siswa Al-Zaytun balik kampung untuk liburan tengah tahun ke dua, atau sama saja ini adalah tiga malam terakhir semester tiga, begitu nanti mereka datang lagi ke Al-Zaytun maka mereka memasuki semester empat, sekarang adalah malam terakhir Teguh belajar di semester ini, sebab besok adalah ujian semester hari yang terakhir.

“Assalamu’alaikum!”

“Wa’alaikum salam.” Seorang petugas 130 datang, mereka murid Al-Zaytun pasti mengenal 130, sebab di setiap asrama pasti ada petugas 130, ruangan 130 adalah ruangan di mana di sana murid menerima kabar dari luar Al-Zaytun, biasanya ada keluarga yang menelpon, atau yang lebih menggembirakan adalah ada tamu buat murid, biasanya yang sering menjadi tamu adalah orang tua atau keluarga dari murid, Teguh tidak pernah berharap ada orang yang menelponnya, apa lagi datang ke sini, Sunar bapaknya setiap malam sabtu selalu menemuinya untuk mengambil pakaian kotornya untuk di cuci, karena semua murid Al-Zaytun tidak di perbolehkan mencuci sendiri, murid Al-Zaytun di wajibkan untuk belajar selama 24jam, dan sekarang Teguh sendirian di ruang belajar ini, jadi dia yang menjawab salam petugas 130 ini.

“Di sini ada siswa yang namanya Teguhov b- Prayitno?”

“Ya saya sendiri bi!” semua guru di sini di panggil dengan sebutan Abi dan Umi.

“Ada telpon buat kamu, sekarang ke bawah ya!” ‘hah ada telpon buat aku? Siapa yang telpon?’ Sungguh Teguh tidak pernah menduganya.

“Dari siapa bi?”

“Dari ibumu, segera ya?” itu artinya Kasmini lah yang menelpon, ‘Berarti ini dari Malaysia?’ Tanpa pikir panjang Teguh langsung berlari ke luar, dia mendahului petugas 130 yang kembali ke ruanganya berjalan, sampai di 130, dia langsung angkat telpon dari mamanya.

“Halo ma!”

“Assalamu’alaikum!”

“Wa’alaikum salam.” Saking senangnya Teguh dia sampai lupa mengucapkan satu kalimat sakti milik Islam, “ya ma? Ini dari Malaysia ya ma?”

“Dari kampung, Teguh apa kabar?”

“Baik ma, berarti mama sekarang di kampung?”

“Iya nih, mama sudah di rumah tiga hari yang lalu, kamu bisa balik sekarang tidak nak?”

“Memangnya kenapa ma? Teguh belum bisa balik sekarang ma! Ujian tinggal sehari besok, tiga hari lagi Teguh sampai rumah ma! Tunggu Teguh ya!” dia masih bergembira,sudah lama dia tidak pernah melihat mama, juga dengar suaranya, inilah pertama kalinya setelah setahun.

“Mama ada kabar buat Teguh, tapi Teguh yang tegar ya!” Teguh sudah curiga, kenapa mama semakin pelan suaranya, dia pun mempunyai filling yang buruk, tapi dia mencoba untuk menolak pikiran itu.

“Iya ma! Teguh pasti tegar kok! Tapi kabar apa itu?”

“Tiga hari yang lalu…” kali ini Kasmini menangis, ‘kabar apa sebenarnya yang ingin mama sampaikan padaku’ dalam fikiranya terus bertanya.

“Kok mama menangis? Memangnya ada apa sih ma?”

“Kakekmu sudah tidak ada nak!” tiba-tiba saja serasa tubuhnya tak ada lagi tulang belulang yang menopangnya untuk berdiri, dia lemas, dia terjatuh di kursi yang sebenarnya di siapkan untuknya duduk, dia belum percaya dengan kabar ini, dia merasa baru kemaren di nasehati oleh kakeknya agar dia bisa menjadi orang yang dapat di percaya, karena mencari kepercayaan itu sangat sulit, kejujuran itu adalah harta manusia yang paling mahal, dia harus menjaganya, kakeknyalah yang mendidik dia selama ini, kakeknya yang mengukir kepribadian Teguh semenjak Kasmini memutuskan untuk merantau ke Malaysia, semua tentang kakek langsung terbayang di benaknya, dia memang buruk di warga kampungnya di masa mudanya, tapi itu kan masalalu, dia selalu menjadi kepercayaan orang besar di kampungnya, dan tidak ada orang yang tidak kenal dengan kakek Mad Gasmin, dia adalah sosok yang sangat berwibawa, dia memang suka berbohong, tapi kebohongannya itu untuk menutupi aib keluarganya, dia pun suka mengajari Teguh untuk berbohong, tapi itu demi kehormatan keluarga, seperti misalkan Teguh belum makan, dan dia main ke rumah tetangga, tetangga bertanya,

“Kamu sudah makan Teguh?” maka dia harus menjawab, “Sudah” walaupun sebenarnya dia belum makan sama sekali, kakeknya menjelaskan pada Teguh,

“Itulah yang namanya ‘Perwira’ kita harus menjaga nama kita di hadapan orang ramai.” dia tau itu bohong, dan cukup dia yang tau bila dia bohong, dan kebohongan ini tidak akan merugikan orang lain, Mad Gasmin orang pendiam, dia hanya akan bicara bila ada orang yang bertanya padanya, dia tidak banyak bicara, tapi dia banyak bekerja, dia penuh tanggung jawab, dan dia bukan lah orang yeng pelit, dia orang yang sangat darmawan, dia pernah juga bilang pada cucunya itu begini,

“Sapto Pandito Ratu” yang makna luasnya, sekali terucap dari mulut, dia tidak akan pernah menarik kata-katanya, dia selalu berusaha untuk tidak mengatakan janji pada siapapun, dan sekali dia berjanji maka dia harus menepatinya, pada masa mudanya dia pernah terjebak dalam suatu kejahatan, hanya karena dia sudah berucap, dan itu lah yang sampai saat ini tak dapat di lupakan oleh warga kampungnya, masih membekas di hati mereka, tapi kejahatan itu dia sudah membalasnya dengan mengabdi pada kampung sepenuh jiwa raganya, Teguh masih belum percaya kalau kakeknya sudah tiada, kenapa begitu cepat dia meninggalkannya? Padahal Teguh belum bisa mengaplikasikan semua yang dia ajarkan pada Teguh, dia berharap dia bisa mewarisi sifat baik kakeknya, amin…

Sesampainya Teguh di kampung dia langsung menuju ke kuburan kakeknya, dia mengirim do’a untuk kakeknya, dia pergi ke kuburan itu bersama dengan Kasmini, mama tercintanya.

Satu orang anak dari Mad Gasmin yang belum mengetahui kenyataan ini, dialah Kamisah yang sekarang masih ada di Singapore, Kasmini tau apa yang harus dia lakukan, kali ini dia akan menerapkan teori yang pernah Mad Gasmin ajarkan padanya juga pada Teguh tentang kebohongan.

“Halo dek!” Kasmini menelpon adiknya begitu semua rencana sudah di susun dengan rapih.

“Ya yu! Ada apa?”

“Kamu bisa balik sekarang tidak? Bapakmu sakit.”

“Waduh gimana ya yu? Kontraknya belum habis.”

“Tapi ini sangat penting dek! Kamu harus pulang!”

“Iya yu, aku izin dulu sama majikanku, nanti kalo boleh pulang aku langsung pulang.”

“Sekarang ya dek!”

“Kalau sekarang ya susah lah yu, mungkin besok, soalnya kan tiket juga harus di pesan dulu.”

“Ya sudah ngga apa-apa, tapi usahakan secapatnya ya!”

Itu lah kebohongan yang Kasmini lakukan untuk menjaga perasaan adiknya, sebab dari semua anak Mad Gasmin, Kamisah lah yang paling di sayang olehnya, perasaan Kamisah pasti akan sangat terpukul bila mendengar berita duka ini, rencananya Kasmini akan memberi tahu Kamisah begitu dia sampai di rumah nanti.

Ke esokan harinya Kamisah pun di izinkan pulang, Kasmini mengajak Maman juga Teguh menjemput Kamisah di airport Sukarno-Hatta, Puji dan Fery pun ikut bersama mereka, Puji anak dari Kamisah dan Fery adalah cucu dari Tengul anak pertama Mad Gasmin. Mereka menuju Airport dengan menyewa sebuah mobil kijang.

Mereka pun sampai di Airport setelah semalam suntuk mereka dalam perjalanan, Fery berulangkali memuntahi celana Liliknya, yaitu Teguh yang selalu menyayanginya, begitu pun Puji tapi dia bersama dengan Mbokdenya yang selalu menyediakan plastik untuk dia muntah. Mungkin kesialan untuk Teguh yang tidak tau bahwa Fery selalu mabok kendaraan.

Kamisah pun keluar dari airport setelah beberapa jam mereka menunggu.

“Yu, apa kabar?” begitu dua saudara itu bertemu mereka langsung berpelukan, Maman pun ada di antara mereka, Kamisah bergiliran memeluk yang lain, dan yang terakhir dia menggendong anaknya yang sudah jauh lebih besar semenjak tiga tahun yang lalu dia meninggalkannya bersama suami dan Ibunya.

“Kamu ngga boleh di jemput ya sama petugas Airport?”

“Iya yu, katanya aku harus di antar sampai rumah, tapi aku sudah sogok petugasnya kok.”

“Emang Indonesia itu ngga berubah sama sekali, masih aja ada orang yang begitu.”

“Tapi kan ke untungan juga buat kita yu!” Maman yang dari tadi tak bersuara ikut berpendapat sambil mencoba merapihkan rambut gondrong sebahunya yang awut-awutan karena baru bangun tidur, dia tidak pernah memotong rambutnya semenjak anak pertama dengan istri keduanya lahir, dan anaknya sekarang sudah berumur 3tahun “coba kalo si petugas tidak menerima sogokannya Kamisah, bisa repot kita.” Mereka bertiga terlihat begitu akur.

Sampailah mobil kijang sewaan itu di rumah Kasmini.

“Pak! Bapak! Kamisah pulang nih!” yang keluar dari dalam rumah bukan Mad Gasmin tetapi sang Ibu Lasinah, “Yung! Kamisah sudah balik nih.” Dia memeluk tubuh ibunya yang sangat kecil kurus.

“Kamisah kenapa kamu jadi kurus begini sih Sah?”

“Bapak mana yung?”

Kasmini merangkul adiknya, dan Maman duduk si salah satu sofa yang ada di ruang tamu rumah Kasmini, Teguh, Puji dan Fery masih ada di dalam mobil, tetangga pun mulai berdatangan ingin melihat keadaan Kamisah, Kasmini memaksa adiknya duduk di sofa juga di samping Maman, Kasmini duduk di samping Kamisah, jadi Kamisah ada di antara dua kakaknya.

“Aku mau ngomong sama kamu Sah! Bukan maksud kami untuk membohongimu,” Kamisah mulai mengetahui arah pembicaraan kakak lelakinya, “sebenarnya Bapak sudah meninggal sebulan yang lalu.”

“Jadi kalian membohongiku? Kenapa kalian tidak mengabarinya dari dulu? Kalian tega!” Kamisah tiba-tiba hilang kontrol, dan kemudian jatuh pingsan, Maman membopong adiknya ke dalam kamar, mereka sudah menduga sebelumnya dengan apa yang akan terjadi bila Kamisah mendengar berita duka ini, maka dari itu lah mereka memutuskan untuk memanggil Kamisah pulang, pa bila ke adaan ini terjadi di Singapore apa jadinya? dia sendirian di sana, dan bersyukur rencana mereka berjalan dengan lancar.

Seperti tahun sebelumnya Teguh hanya punya waktu satu bulan untuk berlibur, dia pun kembali ke Al-Zaytun untuk meneruskan pendidikannya, tentu setelah semuanya kembali normal, selama dia di kampung dia juga sudah menemui ke empat sahabatnya, semua melanjutkan sekolah kecuali Sugi yang langsung ke Jakarta merantau, tapi karena ini adalah lebaran maka dia ada di rumah, Teguh juga sudah berhasil mengabadikan gambar mereka dalam kodak foto miliknya, rencana dia akan mencucinya sesampainya di Al-Zaytun, dia juga sudah berhasil memiliki sebuah foto milik orang yang sangat dia taksir yang bernama Kuwat, dia dapat dari Sri Paryani, memang mereka adalah sahabat terbaik yang pernah di miliki Teguh Prayitno.

Di lain cerita Kasmini berencana untuk kembali ke Malaysia, tapi kali ini dia bukan sendirian, dia akan membawa adiknya Kamisah dan keponakannya Kesrag, ibu dari Fery. Kamisah sudah berhasil membeli sebidang tanah hasil rejekinya mengais di negri tetangga Singapore, sedangkan Kesrag hingga hari ini dia masih mendirikan rumah di tanah milik orang lain, atau bahasa jawanya ‘Mondok’ itu yang kemudian Kasmini berinisiatif untuk mengajaknya ke Malaysia, barangkali ini adalah jalan Kesrag untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, Fery sudah mempunyai seorang adik perempuan yang berumur tiga tahun bernama Merlina.

“Pak, aku berangkat kalau bapak mengizinkan, tapi bila bapak tidak mengizinkan aku ngga akan berangkat.” Kesrag pun izin pada sang suami.

“Kalau itu sudah menjadi ke inginan mama, ya bapak izinkan ma! Tapi apa ngga bisa kita cari rejeki di rumah saja, kasihan Lina ma, dia masih sangat kecil.”

“Kapan lagi pak ada kesempatan ini? Bibi Kasmini akan membiayai semua ongkos perjalananku sampai di Malaysia.” Akhirnya dengan berat hati suami dari Kesrag pun memperbolehkannya pergi mengadu nasib di negri jiran bersama kedua bibinya, Kasmini dan Kamisah adik se ayah dari ayahnya.

Perjalanan mereka tidak semulus seperti yang mereka bayangkan, Kamisah bermasalah di saat mereka memasuki Malaysia, itu membuat mereka terpisah, Kasmini dan Kesrag menuju tujuan mereka di Malaysia sedangkan Kamisah harus kembali ke tanjung balai, namun itu tidak berlangsung lama, Kamisah berhasil masuk sehari berikutnya, Kasmini pun langsung mencarikan pekerjaan untuk adiknya itu, sedangkan Kesrag dia bekerja bersama Kasmini di Laundry tempat dulu dia bekerja.

Waktu terus berlanjut, Kasmini masih tetap menjadi Penyanyi walau sekarang dia sudah di Malaysia, di sebuah acara hajatan penduduk Malaysia dia menyanyi di Karaokean acara hajatan itu, dia pun mulai menyanyi begitu sebuah lagu milik Rita Sugiarto terlantun, tapi tiba-tiba...

“Kejap!” lagu berhenti setelah satu baris lirik lagu sudah di nyanyikan Kasmini, pengoprasi karaoke kebingungan, “soundnya belum di matikan, jadi suara penyanyi aslinya masih ada.” Kasmini juga jadi ikut bingung.

“Coba sekarang akak nyanyi lagi.” Begitu lagu kembali mengalun Kasmini pun bernyanyi lagi, lagi-lagi lagu berhenti.

“Kenape ni bang? Kejap berhenti-kejap berhenti.” Kasmini merasa tidak nyaman.

“Entah lah, ni sound tak biase cam ni lah, kejap ya! Akak jangan nyanyi dahulu.” Lagu kembali di putar, Kasmini tidak menyanyi, lagu melantun tanpa penyanyi, “nah sekarang coba nyanyi!” Kasmini pun menyanyi, dan dia terus menyanyi, sedangkan si pengoprasi sound sistem jadi bingung dan terkagum dengan suara Kasmini, begitu lagu selesai.

“Sound sistem tak rusak lah, memang suara awak tu macam penyanyi aslinye, saye minta maaf ya kak!”

“Iye lah tak ape!”

“Boleh tak saye kenalan dengan awak?” si Pengoprasi Sound sistem pun mengulurkan tangan, Kasmini masih sedikit bingung tapi kemudian dia pun menyambut tangan si pengoprasi sound sistem.

“Amy, Amy Kasmini!”

“Saye Ayob, Ayob bin Alos.” Lelaki Orang Melayu yang bernama Ayob itu pun masih salah tingkah atas kesalahanya di awal tadi, perkenalan ini menjadi awal pertemuan mereka, waktu terus bergulir Kasmini pun menjalin hubungan lebih dengan Ayob, hingga akhirnya.

“Ka! Saye mau tanya satu hal pada Ika.” Ayob sudah membuat nama sendiri untuk Kasmini.

“Iye bang? Nak tanye ape?”

“E...” di wajah Ayob masih ada keraguan. “Ika mau tak menjadi istri abang?” Kasmini terkejut bukan main, ini adalah lamaran, Kasmini perlu berfikir panjang untuk menjawab satu pertanyaan ini. “Abang dah sangat sayang pada Ika, abang tak kan sanggup lagi hidup tanpa Ika.” Kasmini jadi makin bingung.

“Ika tak salah dengar bang? Ika kan orang jelek, Ika lebih tua dari Abang, dan Ika dah punya satu anak yang dah berusia 15tahun tau.”

“Iye abang dah tau, kan Ika dah cerita dengan abang, abang akan terima semua tentang Ika, abang sungguh sayang dengan Ika, abang mau Ika jadi istri abang.” Kasmini masih belum bisa menjawab.

“Tapi bang! Ika...”

“Kalau bukan Ika yang jadi Istri abang, abang tak akan pernah mau menikah Ka! Abang hanya cinta pada Ika!” Kasmini pun kembali diam.

“Baik lah kalau itu mau abang, Ika belum menjawab pertanyaan abang, Ika kene pulang kampung dulu, Ika masih punya Ibu dan anak, Ika nak tanya kat Ibu dan Anak Ika dahulu.”

“Hah! Pulanglah! tapi ingat bile Ika tak balik lagi, abang tak nak menikah tau, bila nak pulang?”

“Besok lusa.”

“Oke! Besok abang antar kat airport!”

Kasmini pun kembali ke kampung dengan pesawat yang tiketnya Ayob yang membeli, Teguh saat ini pun sedang libur tengah tahun ke tiga, jadi dia ada di rumah. Kasmini langsung bertanya pada anaknya itu setelah beberapa hari ada di rumah.

“Guh!”

“Ya ma?”

“Kalau mama jadi orang Malaysia Teguh mengizinkan ngga?”

“Maksud mama apa?”

“Ada seorang lelaki asli orang Malaysia yang melamar mama.”

“Pasti sudah tua ya ma?”

“Masih bujang Guh!”

“Hah? Ada bujang yang melamar mama?”

“Iya Guh! Dia baik banget sama mama, dia juga bilang ngga akan mau menikah dengan orang lain selain mama!”

“Mama suka sama dia?”

“Ya suka kalau anak mama yang satu ini mengizinkannya.”  

“Kenapa Teguh harus melarang ma! Kalau itu yang terbaik buat mamaku yang sangat aku cintai ini?”

“Terima kasih Teguh sayang!” izin dari anaknya pun sudah dia dapat.

Di Malaysia Ayob menghadap orang tuanya untuk mengabarkan pada mereka bahwa dia sudah melamar seorang janda asal Indonesia.

“Kenapa harus orang dari Indonesia Yob? Tak ada ke gadis melayu yang dapat awak cintai?”

“Tak ada yah! Kalau Ayob harus menikah itu dengan Ika, kalau tak boleh menikah dengan dia, maka Ayob tak akan menikah.”

“Oke lah dari Indon, tapi tak ada ke yang masih Dara?”

“Tak ade Mak! Kalau bukan Ika tak ade! Dah sekarang Ayah dan Emak jawab je lah! Ayob kena tak menikah dengan Ika!” kedua orang tuanya masih diam.

“Ya dah kalau itu dah kehendak Ayob! Ayah Emak tak boleh melarang Ayob! Janji Ayob boleh bahagia dengan Ika!” kedua orang tua Ayob pun merestuinya.

Kasmini pun segera mengurus surat-surat untuk syarat pernikahannya di Malaysia, Teguh kembali ke Al-Zaytun, dan Kasmini kembali ke Malaysia.

08 April 2003

Ayob bin Alos menikahi Kasmini binti Mad Gasmin, saat ijab qobul Kasmini terus menangis, dia menangis bahagia juga bersedih karena sanak saudaranya tak ada yang menghadirinya, Kamisah beberapa bulan lalu tertangkap polisi dan di pulangkan ke Indonesia, sedangkan Kesrag, dia juga tidak bisa hadir karena hubungannya dengan Kesrag sedang tidak beres.

“Saye terima nikah dan maskawinnya Kasmini binti Mad Gasmin dengan mas kawin seribu lima ratus ringgit Malaysia di bayar tunai.” Ayob telah membaca akad nikah.

“Syah para saksi?”

“Syah!” serentak saksi perkawinan yang hadir mengucap satu kata, mulai saat inilah Kasmini resmi menjadi istri dari Ayob Bin Alos.

Di awal hari-hari Kasmini menjalani hidup sebagai istri Ayob bukan kebahagiaan yang dia rasa, melainkan kesedihan karena sanak saudara Ayob yang ada enam masih belum juga bisa menerimanya, empat adik Ayob semua belum menikah, Ayob sendiri adalah anak kedua, kakak pertamanya perempuan sudah menikah, adiknya persis perempuan pun sudah menikah, dan adik bungsunya juga perempuan masih sekolah dan seumuran Teguh.

Di rumah saat Ayob pergi kerja, semua pekerjaan rumah Kasmini yang mengerjakan, dari cuci piring menyapu halaman rumah dan berbagai macam pekerjaan rumah Kasmini yang melakukannya.

Di bawah pohon duren di belakang rumah orang tua Ayob, Kasmini duduk dan sedang menangis terisak, dia teringat pada anaknya, dia pun ingat janjinya pada anaknya bahwa ini adalah perkawinannya yang terakhir, sepahit apapun akan dia pertahankan, dia masih terus menangis terisak sambil kembali menyapu halaman rumah belakang mertuanya, semua saudara Ayob ada di ruang tamu, mereka tak pernah menganggap Kasmini ada di rumah itu, tetangga sebelah mertuanya melihat apa yang di lakukan Kasmini, dia juga selalu melihat Kasmini setiap kali dia duduk di bawah pohon duren dan menangis.

Saat Ayob sedang duduk santai di sebuah kedai, tetangga mertua Kasmini yang seorang istri dari imam di masjid kampung ini pun menghampiri Ayob, tanpa ragu dia pun melaporkan apa yang telah di lakukan saudara-saudaranya pada Istrinya.

“Yob! Awak tu nak jadikan Ika sebagai Istri atau sebagai pembantu?”

“Ya Istri lah Ma cik!”

“Terus kenape saudara-saudara awak perlakukan Ika macam tu?”

“Maksud ma cik ape?”

“Lebih baik awak tanye kan saje pada Ika! Ma cik takut Ayob tak percaye dengan ma cik.” Ayob masih bingung dengan laporan dari tetangga orang tuanya itu, Ayob pun menemui Kasmini begitu sampai di rumah. Kasmini pun membenarkan si tetangga, dia ceritakan semua apa yang telah dia alami selama ada di rumah mertuanya.

Ayob berang pada semua saudaranya, malam itu juga dia pergi dari rumah dan mencari rumah sewa, pertengkaran argumen pun terjadi malam ini tanpa bisa di elakkan, Ayah dan Ibu Ayob tidak mau Ayob keluar dari rumah, namun Ayob memaksa dan membela Kasmini istrinya.

Di rumah baru itu Kasmini pun merasa lebih bahagia, bulan Mei Kasmini membawa Ayob pulang ke kampungnya, mereka mampir ke Al-Zaytun untuk menemui anaknya, tapi ternyata Teguh sedang ujian akhir nasional untuk SMPnya, Teguh terlihat begitu bahagia melihat Ibunya, mamanya bahagia, dia sudah tak mau lagi mengingat masa lalu yang bagi dia sangat lah menyakitkan, Teguh merasakan ke adilan sang kuasa, tak selamanya manusia akan hidup dalam penderitaan dan kepedihan.

***

Episodes
1 BAB 0: Lelaki tak beridentitas
2 Bab: 1 Nama adalah Do’a
3 Bab: 2 Monyet
4 Bab: 3 Mama
5 Bab: 4 Orang Melayu
6 Bab: 5 Memilih
7 Bab 5: Memilih (2)
8 Bab: 6 Bengkel Asmara
9 Bab 6: Bengkel Asmara (2)
10 Bab: 7 Masuk Rimbanya Dunia
11 Bab 7: Masuk Rimbanya Dunia (2)
12 Bab: 8 Melepasnya
13 Bab: 9 Keluarga Besar
14 Bab 9: Keluarga Besar (2)
15 Bab: 10 Setia Kawan
16 Bab: 11 Inspirasi
17 Bab 11: Inspirasi (2)
18 Bab 11: Inspirasi (3)
19 Bab: 12 Keberanian
20 Bab 12: Keberanian (2)
21 Bab 12: Keberanian (3)
22 Bab: 13 Fitri bukan Shireen
23 Bab 13: Fitri bukan Shireen (2)
24 Bab: 14 Namanya Attin
25 Bab 14: Namanya Attin (2)
26 Bab 14: Namanya Attin (3)
27 Bab: 15 Perihnya Setia
28 Bab 15: Perihnya Setia (2)
29 Bab 15: Perihnya Setia (3)
30 Bab: 16 Menggapai Mimpi
31 Bab 16: Menggapai Mimpi (2)
32 Bab 16: Menggapai Mimpi (3)
33 Bab 16: Menggapai Mimpi (4)
34 Bab: 17 Sejati
35 Bab 17: Sejati (2)
36 Bab: 18 Sebongkah Karang
37 Bab: 19 Tidak Beralasan
38 Bab19: Tak Beralasan (2)
39 Bab: 20 Hati sekeras Batu (selesai)
40 Bab: 1 Nama adalah Do'a (2)
41 Bab 1: Nama adalah Do'a (3)
42 Bab 1: Nama adalah Do'a (4)
43 Bab 1: Nama adalah Do'a (5)
44 Bab 2: Monyet
45 Bab 2: Monyet (2)
46 Bab 2: Monyet (3)
47 Bab 2: Monyet (4)
48 Bab 3: Mama
49 Bab 3: Mama (2)
50 Bab 3: Mama (3)
51 Bab 3: Mama (4)
52 Bab 4: Orang Melayu
53 Bab 4: Orang Melayu (2)
54 Bab 4: Orang Melayu (3)
55 Bab 4 Orang Melayu (4)
56 Bab 5: Memilih
57 Bab 5: Memilih (2)
58 Bab 5: Memilih (3)
59 Bab 5: Memilih (4)
60 Bab 5: Memilih (5)
61 Bab 6: Bengkel Asmara
62 Bab 6: Bengkel Asmara (2)
63 Bab 6: Bengkel Asmara (3)
64 Bab 6: Bengkel Asmara (4)
65 Bab 7: Masuk rimbanya Dunia
66 Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (2)
67 Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (3)
68 Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (4)
69 Bab 8: Melepasnya
70 Bab 8: Melepasnya (2)
71 Bab 8: Melepasnya (3)
72 Bab 9: Keluarga Besar
73 Bab 9: Keluarga Besar (2)
74 Bab 9: Keluarga Besar (3)
75 Bab 9: Keluarga Besar (4)
76 Bab 9: Keluarga Besar (5)
77 Bab 10: Setia Kawan
78 Bab 11: Inspirasi
79 Bab 11: Inspirasi (2)
80 Bab 11: Inspirasi (3)
81 Bab 11: Inspirasi (4)
82 Bab 11: Inspirasi (5)
83 Bab 11: Inspirasi (6)
84 Bab 12: Keberanian
85 Bab 12: Keberanian (2)
86 Bab 12: Keberanian (3)
87 Bab 12: Keberanian (4)
88 Bab 12: Keberanian (5)
89 Bab 13: Fitri bukan Shireen
90 Bab 13: Fitri bukan Shireen (2)
91 Bab 13: Fitri bukan Shireen (3)
92 Bab 14: Namanya Attin
93 Bab 14: Namanya Attin (2)
94 Bab 14: Namanya Attin (3)
95 Bab 14: Namanya Attin (4)
96 Bab 14: Namanya Attin (5)
97 Bab 14: Namanya Attin (6)
98 Bab 15: Perihnya Setia
99 Bab 15: Perihnya Setia (2)
100 Bab 15: Perihnya Setia (3)
101 Bab 15: Perihnya Setia (4)
102 Bab 15: Perihnya Setia (5)
103 Bab 15: Perihnya Setia (6)
104 Bab 16: Menggapai Mimpi
105 Bab 16: Menggapai Mimpi (2)
106 Bab 16: Menggapai Mimpi (3)
107 Bab 16: Menggapai Mimpi (4)
108 Bab 17: Sejati
109 Bab 17: Sejati (2)
110 Bab 18: Sebongkah Karang
111 Bab 18: Sebongkah Karang (2)
112 Bab 19: Tak Beralasan
113 Bab 19: Tak Beralasan (2)
114 Bab 20: Hati sekeras Batu
Episodes

Updated 114 Episodes

1
BAB 0: Lelaki tak beridentitas
2
Bab: 1 Nama adalah Do’a
3
Bab: 2 Monyet
4
Bab: 3 Mama
5
Bab: 4 Orang Melayu
6
Bab: 5 Memilih
7
Bab 5: Memilih (2)
8
Bab: 6 Bengkel Asmara
9
Bab 6: Bengkel Asmara (2)
10
Bab: 7 Masuk Rimbanya Dunia
11
Bab 7: Masuk Rimbanya Dunia (2)
12
Bab: 8 Melepasnya
13
Bab: 9 Keluarga Besar
14
Bab 9: Keluarga Besar (2)
15
Bab: 10 Setia Kawan
16
Bab: 11 Inspirasi
17
Bab 11: Inspirasi (2)
18
Bab 11: Inspirasi (3)
19
Bab: 12 Keberanian
20
Bab 12: Keberanian (2)
21
Bab 12: Keberanian (3)
22
Bab: 13 Fitri bukan Shireen
23
Bab 13: Fitri bukan Shireen (2)
24
Bab: 14 Namanya Attin
25
Bab 14: Namanya Attin (2)
26
Bab 14: Namanya Attin (3)
27
Bab: 15 Perihnya Setia
28
Bab 15: Perihnya Setia (2)
29
Bab 15: Perihnya Setia (3)
30
Bab: 16 Menggapai Mimpi
31
Bab 16: Menggapai Mimpi (2)
32
Bab 16: Menggapai Mimpi (3)
33
Bab 16: Menggapai Mimpi (4)
34
Bab: 17 Sejati
35
Bab 17: Sejati (2)
36
Bab: 18 Sebongkah Karang
37
Bab: 19 Tidak Beralasan
38
Bab19: Tak Beralasan (2)
39
Bab: 20 Hati sekeras Batu (selesai)
40
Bab: 1 Nama adalah Do'a (2)
41
Bab 1: Nama adalah Do'a (3)
42
Bab 1: Nama adalah Do'a (4)
43
Bab 1: Nama adalah Do'a (5)
44
Bab 2: Monyet
45
Bab 2: Monyet (2)
46
Bab 2: Monyet (3)
47
Bab 2: Monyet (4)
48
Bab 3: Mama
49
Bab 3: Mama (2)
50
Bab 3: Mama (3)
51
Bab 3: Mama (4)
52
Bab 4: Orang Melayu
53
Bab 4: Orang Melayu (2)
54
Bab 4: Orang Melayu (3)
55
Bab 4 Orang Melayu (4)
56
Bab 5: Memilih
57
Bab 5: Memilih (2)
58
Bab 5: Memilih (3)
59
Bab 5: Memilih (4)
60
Bab 5: Memilih (5)
61
Bab 6: Bengkel Asmara
62
Bab 6: Bengkel Asmara (2)
63
Bab 6: Bengkel Asmara (3)
64
Bab 6: Bengkel Asmara (4)
65
Bab 7: Masuk rimbanya Dunia
66
Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (2)
67
Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (3)
68
Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (4)
69
Bab 8: Melepasnya
70
Bab 8: Melepasnya (2)
71
Bab 8: Melepasnya (3)
72
Bab 9: Keluarga Besar
73
Bab 9: Keluarga Besar (2)
74
Bab 9: Keluarga Besar (3)
75
Bab 9: Keluarga Besar (4)
76
Bab 9: Keluarga Besar (5)
77
Bab 10: Setia Kawan
78
Bab 11: Inspirasi
79
Bab 11: Inspirasi (2)
80
Bab 11: Inspirasi (3)
81
Bab 11: Inspirasi (4)
82
Bab 11: Inspirasi (5)
83
Bab 11: Inspirasi (6)
84
Bab 12: Keberanian
85
Bab 12: Keberanian (2)
86
Bab 12: Keberanian (3)
87
Bab 12: Keberanian (4)
88
Bab 12: Keberanian (5)
89
Bab 13: Fitri bukan Shireen
90
Bab 13: Fitri bukan Shireen (2)
91
Bab 13: Fitri bukan Shireen (3)
92
Bab 14: Namanya Attin
93
Bab 14: Namanya Attin (2)
94
Bab 14: Namanya Attin (3)
95
Bab 14: Namanya Attin (4)
96
Bab 14: Namanya Attin (5)
97
Bab 14: Namanya Attin (6)
98
Bab 15: Perihnya Setia
99
Bab 15: Perihnya Setia (2)
100
Bab 15: Perihnya Setia (3)
101
Bab 15: Perihnya Setia (4)
102
Bab 15: Perihnya Setia (5)
103
Bab 15: Perihnya Setia (6)
104
Bab 16: Menggapai Mimpi
105
Bab 16: Menggapai Mimpi (2)
106
Bab 16: Menggapai Mimpi (3)
107
Bab 16: Menggapai Mimpi (4)
108
Bab 17: Sejati
109
Bab 17: Sejati (2)
110
Bab 18: Sebongkah Karang
111
Bab 18: Sebongkah Karang (2)
112
Bab 19: Tak Beralasan
113
Bab 19: Tak Beralasan (2)
114
Bab 20: Hati sekeras Batu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!