Bab: 3 Mama

April 1999

Saat ini Teguh Prayitno sudah menjadi seorang bocah yang berusia 12thn, Apa yang paling istimewa bagi seorang anak lelaki yang beriman? Pertanyaan untuk para lelaki yang baru akhil baligh, Saat akan di sunat! Ya bener sekali, setiap kalian yang ingin di sunat pasti akan merasakan hal yang sama, takut, senang, dan selalu bertanya-tanya ‘sakit tidak ya?’ itulah yang di rasakan oleh seorang Teguh Prayitno bocah, kelas 5SD, masih kecil memang, tapi dia memberanikan diri untuk di Khitan. Keinginan yang terbesar saat ini bagi Teguh kehadiran Bapaknya adalah segalanya. Tapi sampai saat ini posisi Bapaknya saja dia tidak tau di mana, tapi Teguh pernah menerima sepucuk surat dari Bapaknya, surat itu berisi kabar bahwa Sunar sudah menikah dengan seorang perempuan berdarah Jawa Timur bernama Monika, setelah dia menerima balasan surat dari Kasmini, dia pun memutuskan untuk mencari pengganti mamanya Teguh. lekas begitu dia ingat surat itu, dia pun mencarinya, begitu lama dia mencari, dari mulai isi lemarinya, sampai ke isi tas sekolahnya dia keluarkan, dan hasilnya nihil! Tidak ketemu, wah akhirnya dia putus asa. Bunuh diri tidak, gantung diri? Atau nyemplung sumur? Atau tidur di jalan raya biar di tabrak mobil? Kan biasanya orang putus asa begitu? Gila aja, tidak segitunya kali?! Teguh bukan tipe orang seperti itu, walau dia putus asa dia masih inget sama yang menciptakanya, dia di ciptakan oleh sang maha Pencipta itu untuk menerima cobaan, untuk bersabar, dan tentu untuk beribadah kepadaNYA, akhirnya dia coba membuka laci lemari yang emang isinya sudah di keluarin semua, lacinya copot, ada amplop putih kusam di bawah laci, tergeletak bercampur debu, di pungut lah sang amplop, di tiuplah permukaan amplop yang ada tulisan alamat rumah, ‘fuhhh…’ sekumpulan debu langsung beterbangan, tampak jelas lah sang alamat di tulis di permukaan amplop kusam itu. ‘jln suka slamet no 166, Desa Suka Jati, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Kode pos 45264’. Kalau di lihat dari alamatnya, seperti dalam pedesaan banget.

Kegembiraan menyelubungi ruang hati Teguh Prayitno, karena di hari yang bersejarah nanti akan hadir orang yang sangat istimewa untuknya, segeralah Teguh memberikan alamat kusam itu pada sang mama.

“Ma! Lihat! Teguh menemukan alamat Bapak!” Kasmini pun menerima selembar amplop lengkap alamat mantan suaminya itu.

“Iya deh nanti mama langsung tulis surat buat Bapakmu!”

“Bener ya ma!” dengan anggukan mamanya Teguh merasa bahagia sekali.

Tapi, sampai hari bersejarah itu tiba, bapaknya tidak juga nampak, kini Teguh sungguh merana, semua angan-angan yang sudah terlukis di otak Teguh kecil kini sirnah sudah, kerinduan Teguh sudah membara, dia marah pada mamanya, dalam hatinya dia menuduh mamanya tidak kirim surat untuk bapaknya, dan Teguh tidak berani untuk mengungkap kemarahanya langsung, karena dia tau dia mengerti, rumahnya kini sedang ramai orang, semua orang dari berbagai kalangan hadir di sana, bagi seorang Teguh kecil mereka tidak ada artinya sama sekali. Yang dia tunggu hanya Bapaknya saja, bapak, bapak, dan bapak. Tidak ada yang lain. Dan sekarang dia ingin mencari tempat yang sepi, rumah orang lain lah tujuannya, karena semua tetangganya ada dirumahnya, dia tanpa ragu mengeluarkan, menumpahkan air matanya, meluapkan kemarahanya, bayangkan, selama bertahun-tahun bapaknya tak pernah menemuinya, dan kini dia ingin mengukir sejarah lelaki pun dia tak datang menemuinya, dia masih terus menangis, hingga datang orang-orang yang menyayanginya, mereka berusaha merayu, membujuk, menghiburnya.

“Guh, bapakmu mungkin sedang sibuk, dia pasti datang! Jangan gitu dong Teguh! Kamu tu lelaki, masa nangis?” ini adalah nasehat dari uwa’ Tengul, yang selalu perhatian padanya, dia berbadan besar, suaranya besar, pemain ketoprak adalah profesinya, eit! Jangan salah ya! bukan penjual ketoprak! Tapi pemain ketoprak, itu lho yang suka manggung, ya sejenis sandiwara, terus wayang orang, Kadang juga main kuda lumping, pokoknya serba bisa, tapi nasehat itu tidak bisa memadamkan bara rindu Teguh pada bapaknya. Tapi kemudian Tengul memberi dia uang sebesar Rp2000.

“Nih buat beli mie Ayam, sudah sana! Tidak usah nangis, uwa’ ngga suka liat keponakan lelaki uwa’ nangis.” Suaranya sangat keras, Teguh pun menerima uang dari Tengul tapi dia tetap murung.

Kini giliran sepupunya, yang bernama Ami widayanti, anak dari kakak mamanya juga tapi dari ibunya, Sisum, dia sangat perhatian pada Teguh, kalau kakak kandung Teguh masih ada pasti usianya sama dan tentu bodynya juga sama, cantiknya juga sama donk! akhirnya Ami juga berusaha menghiburnya.

“Guh! Bukan kamu saja yang sedih, kakak juga sedih karena mamanya kakak tidak ada di samping kakak saat ini.”

“Tapi kak! Teguh sudah bertahun-tahun tidak pernah ketemu Bapak, bahkan hari yang sangat penting ini pun dia tidak bisa mendampingi Teguh.”

“Kakak ngerti Teguh, kakak paham, tapi semestinya Teguh bisa dong buat mama tenang, bisa tersenyum, bisa ikut bahagia, karena mulai hari ini Teguh bukan lagi anak kecil, Teguh sudah dewasa, Teguh harus sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dan mana yang harus Teguh lakukan.” Teguh sedikit tersentuh oleh kata-kata kakak sepupunya itu, sekarang dia mulai tenang, namun belum setenang air laut yang terlihat biru.

Endingnya bapaknya Teguh tidak datang, memang bapaknya Teguh sudah tidak perduli kali sama Teguh? Mangkanya Bapaknya tidak datang, dan itu membuat Teguh sedikit murung, di kelas dia selalu banyak diam, berbada dengan Teguh yang biasanya. Ke empat sahabatnya lah yang selalu menghiburnya, begitu kesedihannya sembuh karena hiburan dari sahabatnya, Teguh merasa sangat berterimakasih pada mereka, ternyata mereka berempat lebih ngerti dari pada mama ataupun Bapaknya.

“Gi!”

“Apa!”

“Aku minta rambutmu satu boleh?”

“Buat apa?”

“Ada deh!” Teguh mencabut satu helai rambut Sugi dari kepalanya, Sugi pun tidak menolaknya.

“Au... sakit Guh! Kamu cabut berapa emangnya?”

“Ah Kamu cengeng! Ya cuman satu, nih kalau tidak percaya!”

Kemudian dia mendekati Lasino yang sedang serius menulis tulisan pak Guru Amir yang sudah di tulis di papan tulis.

“No!”

“Hmm...”

“Aku minta rambutnya satu ya!”

“Ambil aja! Satu aja tapi ya!” teman Teguh yang satu ini, masih juga focus pada pekerjaannya, sampai mereka kelas lima pun Lasino masih terlihat kecil, entah apa sebabnya dia belum juga tumbuh besar.

“Makasih ya No!”

“Emang sudah?”

“Udah kok.”

“Enak! Ambil lagi aja!”

“Ah kamu bisa aja, ntar kalau di cabutin semua, kamu bisa jadi botak lho.”

“Mana mungkin! Kalau kamu baru mungkin, kan biasanya orang pinter tuanya jadi botak, nah kalau kamu kan sudah dua tahun ini jadi rengking satu terus, ntar tuanya botak lho.”

“hahaha...” keduanya tertawa bersama, Lasino jadi lupa dengan pekerjaannya.

“Ya sudah kamu lanjutin nulisnya, aku sudah selesai dari tadi, o iya mau jajan apa nih? Aku traktir deh! Aku kan masih banyak uang pesangon sunat kemaren.”

“Tidak usah repot-repot Guh! Kalau mau traktir, langsung belikan aja tidak usah repot-repot kasih tau aku, soalnya ngga akan di tolak, hahaha...”

“Yah sama aja No!” keakraban mereka memang sangat kental, giliran Teguh mendatangi ke dua teman perempuannya, Sri Paryani dan Dwi Septiani, keduanya hampir sama postur tubuhnya, tinggi badanya, ramping perutnya bahkan rata dadanya, hanya saja rambut Dwi jauh lebih kriting dari pada Sri.

“Lagi pada ngapain nih?”

“Emangnya kamu tidak melihatnya kak?” Sri Paryani menjawab dengan sebuah pertanyaan.

“Lihat apa?”

“Lha wong kita lagi makan jajan begini kok di tanya ‘lagi ngapain?’ ya sudah tentu lagi makan jajan.” Dwi membela sahabat karibnya.

“O begitu jadi aku tidak boleh mengganggu nih?”

“Ya boleh aja sih, tapi traktir kita dulu dong! Kan Mas Teguh habis jadi penganten sepit, pasti lagi banyak duit nih!” Dwi mencoba merayunya,

“Ya kalau itu syaratnya mah kecil! yang penting sekarang aku mau minta satu helai rambut pada kalian.”

“Mau buat apa Guh! Buat di guna-guna ya?”

“Gila aja kamu Wi! Emang aku ini dukun apa?”

“Habis mau buat apa mas?”

“Buat di satu kan dengan rambut-rambut ini.” Teguh menunjukan dua helai rambut Sugi dan Lasino.

“Maksudnya?” Sri Paryani masih belum mengerti juga.

“Supaya kita akan tetap menjadi sahabat, saudara selamanya.”

“O begitu? Mau di cabutin apa cabut sendiri?”

“Cabut sendiri aja deh.” Teguh pun mencabut rambut dua sahabat perempuannya satu helai-satu helai, “Nah sekarang giliran rambutku.”

Setelah dia menyatukan lima helai rambut itu dan mengikatnya bersama, Teguh pun membuangnya, itu artinya rambut mereka tidak akan pernah terpisah dan Harapan Teguh, apa pun yang akan terjadi kelak, mereka adalah sahabat yang harus saling membantu satu sama lain.

Dan selang beberapa bulan kemudian bapaknya datang juga ke desa jetis ini. Pasti Teguh sangat marah pada bapaknya! Tidak, justru bapaknya dipeluk erat olehnya, bapaknya datang dengan seorang adik tirinya yang pertama, seorang anak perempuan yang manis, usianya baru sekitar lima tahun Anisa Nur Aini itu namanya, mungkin wajah kakak kandungnya seperti dia, tapi tidak tau juga.

“Bapak kemana saja? Teguh kangen banget sama bapak!” walaupun dia tidak nangis, tapi air matanya sudah menumpuk di retina, hanya tinggal beberapa detik lagi dia akan jatuh, dan sekarang Teguh bener-bener nangis, itu artinya Teguh emang masih punya rasa.  

“Bapak minta maaf ya nak! Bapak sibuk kerja, cari duwit nak!” sosok bapak Teguh memang terlihat bukan orang yang suka berbohong, yang dia ucapkan itulah yang terjadi, “Surat dari Teguh sudah bapak baca, bapak minta maaf sekali lagi ya nak!”

Si Teguh ternyata emang mudah di rayu ya? bah kan sangat mudah! Buktinya Teguh tidak bisa marah sama Bapaknya, walau apa yang sudah terjadi dengannya, kerinduan yang sangat besar sudah meledak kini. Dan ternyata, bapak Teguh hanya sehari di rumah Teguh, tapi bapaknya meninggalkan sesuatu untuk Teguh, apa sesuatu itu? Juz’ama! tau kan apa itu juz’ama? apa pesan Bapak Teguh? Begini pesannya.

“Guh! Kamu hafalkan juz’ama ini ya! tahun depan Bapak datang lagi kesini! Dan Teguh harus sudah siap” Teguh tidak ngerti apa maksud dari Bapaknya itu, yang Teguh ngerti, Bapaknya bakal datang lagi tahun depan.

***

Akhirnya Teguh Prayitno membuktikan pada semua orang bahwa dia tinggal kelas sewaktu di kelas empat bukan lah karena dia bodoh, semenjak dia naik ke kelas lima, dia sudah menyabet semua presatasi dari tiga catur wulan, dia terus saja menjadi favorit gurunya dengan menjadi rangking satu. Pembuktian itu juga membuat dia menjadi wakil di setiap lomba cerdas cermat yang di adakan di kecamatan maupun tingkat desa, kehadiran ayahnya dulu membuat semangat baru buat dirinya.

Ternyata diam-diam seorang teman kelasnya ada yang mengaguminya namanya adalah Poniem, walaupun mereka baru duduk di kelas lima SD tapi ada sebagian anak yang sudah terlihat besar, di antaranya ya si Poniem itu, tanpa di duganya ternyata Poniem mengirimkan surat cinta pada Teguh, kali ini adalah pertama kalinya Teguh kebingungan dalam masalah cinta, secara dia sedang naksir berat pada Kuwat, dan secara bersamaan ada seorang cewek yang menyatakan cinta padanya.

Dengan terpaksa Teguh pun harus menyakiti hati Poniem membalas suratnya dengan penolakan, seisi kelas menjadi gaduh, inilah kali pertama dia menyakiti perasaan seorang cewek, kelas lima SD.

“Sebelumnya aku minta maaf Pon! Bukan maksud hati untuk menyakiti perasaanmu, tapi saat ini aku sedang kasmaran dengan seorang cewek bernama Kuwat, dia juga masih tetanggamu kan? Maafkan atas kedatangan surat yang tidak kamu inginkan ini, dari sahabatmu Teguh Prayitno” kedatangan surat inilah yang kemudian membuat Poniem tidak masuk sekolah tiga hari dengan alasan sakit. Teguh menyadari bahwa penyebab sakitnya itu pasti karena tulisan tangan yang dia tujukan pada Poniem, namun karena memang Teguh tidak mempunyai perasaan apapun padanya itu tidak menjadi beban yang menggagu dalam pikirannya, dia masih tetap menjadi pengagum kecantikan Kuwat, saat-saat yang dia tunggu setiap harinya adalah istirahat dan dia langsung keluar kelas dan menunggu sang pujaan keluar dari kelas sebelah, yaitu kelas enam atau kakak kelasnya, tapi begitu sang pujaan keluar kelas, dia tetap saja hanya bisa melihatnya, entah sampai kapan ke adaan seperti ini akan berlangsung.

Setahun kemudian, di rumah Teguh terjadi sesuatu yang sangat menghebohkan, ini antara hidup dan mati, Kasmini setelah Teguh di sunat dulu, dan beberapa hari setelah Bapak kandung Teguh datang dan pergi lagi, mamanya Teguh di tinggal kabur sama suaminya tanpa sebab yang jelas, tapi kemungkinan ada masalah besar yang sedang di alami Agus Makin, dan Kasmini jadi korban masalah itu, setelah itu Kasmini depresi, stress, dia lakukan apa yang ingin dia lakukan, tanpa dia pikirkan dulu, apa itu baik atau buruk, bagaimana pandangan orang lain, bagaimana pandangan Teguh sebagai anaknya, yang dia tau dia senang.

Kasmini punya teman lelaki, dan temanya itu dia perlakukan seperti suaminya sendiri, padahal lelaki itu bukan suaminya, tidur bareng, kemana-mana bareng, padahal lelaki itu pun sudah punya anak istri, inilah yang di katakan orang-orang ‘kumpul kebo’ tanpa dia malu, tanpa dia peduli dengan orang di sekitarnya tanpa dia ingat kalau dia masih punya seorang anak yang sangat menyayanginya, mencintainya, dia tak menyadari semua itu, ini karena cinta buta yang akan merusak  akal manusia. Sungguh menyedihkan sekali, kasian si Teguh, Teguh walaupun dia masih kecil, tapi dia sudah mengerti mana kebenaran, dan mana keburukan, jadi dia tetap tidak menyukai si lelaki teman mamanya itu. Nah hari ini Teguh sedang libur sekolah, biasanya semua pakaian Teguh yang nyuci adalah mamanya, semenjak ada lelaki itu lah Teguh tidak lagi di perdulikan oleh mamanya, jadi ya pakean yang kotor semua dia cuci sendiri, karena hari ini hari libur makanya Teguh hari ini nyuci baju di sumur belakang rumahnya, tidak jauh kok dari rumahnya, dan ketika Teguh sedang mencuci, dari ruang tamu ada suara teriakan, dan Teguh mengenal suara itu, “Tolong…!! Teguuuuh! Tolong mama Guh!” Tanpa ragu Teguh berlari meninggalkan semua pakaian yang sedang dia cuci, dia menuju ke mana dia mendengar suara mamanya menjerit, begitu dia melihat mamanya di ruang tamu sedang di jambak rambutnya oleh lelaki itu, kepala Kasmini hendak di hantamkan pada tembok rumahnya, Teguh takut bukan main, karena memang dia masih sangat teramat kecil untuk melihat kejadian itu, dia langsung berlari ke belakang rumahnya, dia tidak tau apa yang harus dia lakukan, sedangkan mamanya masih terus menjerit meminta pertolongan, “Tolong!!!!…Teguh!!! tolongin mama Guh!!! Sakit…!” Kasmini masih terus menjerit sambil menangis, Teguh masih kebingungan di belakang rumahnya, dia masih belum tau apa yang harus di lakukannya, tidak mungkin dia bisa melawan lelaki itu, hingga akhirnya Teguh melihat sebilah parang yang biasa di gunakan untuk mencari kayu bakar atau sekedar untuk memotong-motong kayu, Teguh lekas menyambar parang itu sambil berjalan menuju ke dalam rumahnya, dengan badan menggigil, karena emosinya memuncak, tangan yang memegang parang bergetar kencang, begitu dia masuk ke ruang tamu di mana dia melihat lelaki itu menjambak rambut mamanya, dia arahkan parang yang berukuran sekitar empat puluh centi meter pada tubuh si lelaki itu, emosinya memuncak dia menggeram, sungguh menakutkan, tetapi lelaki itu jauh lebih kuat dari Teguh yang hanya seorang bocah kelas enam SD. Di tangkaplah tangan Teguh oleh lelaki itu, tubuh kecil Teguh di cengkramnya dan di rebut lah parang dari tangan Teguh, Kasmini yang sudah bebas dari tangan lelaki itu langsung merebut Teguh dari cengkramannya.

“Teguh…sudah Guh! Mama sudah tidak apa-apa.” Teguh masih geram, Teguh masih mengerang, emosinya masih belum stabil, Teguh melihat wajah mamanya, beberapa luka memar sudah menghias wajahnya, mamanya memeluk erat Teguh, “sudah Guh! Mama sudah selamat, mama tidak apa-apa!” mamanya menangis dan terus memeluk tubuh Teguh yang kecil, Teguh pun menangis. Sedangkan si lelaki itu pun diam-diam pergi dari rumahnya, para tetangga ramai berdatangan mencari tau apa yang sebenarnya terjadi di rumah Teguh, tapi Kasmini terus diam, dia membisu tak dapat berbuat apa-apa, Teguh terus menangis di pelukan mamanya, Teguh sendiri merasa lega, karena tidak terjadi apa-apa pada mamanya yang sangat dia sayangi itu. Dia menyadari satu hal yang terpendam pada dirinya, dia mempunyai kekuatan dalam dirinya yang terpendam, bahkan lelaki dewasa itu pun ketakutan begitu melihat kemarahan Teguh, dia juga sadar bahwa Idiot itu bukanlah bodoh, tapi arti dari idiot itu adalah berbeda, dia menyadari bahwa dirinya berbeda dengan yang lain.

Tapi, apa yang terjadi tepat sepuluh hari setelah itu? Teguh sangat marah, tapi Teguh tak mampu meluapkan amarahnya itu, dia ingin menangis tapi serasa air matanya sudah mengering, dia ingin terbang jauh ke angkasa, tapi dengan apa? dia ingin berlari sekencang kencangnya, tapi kemana? dia jadi serba salah. dia terus berfikir, kenapa semua ini terjadi, kenapa harus dia yang menerima kenyataan ini? ternyata ketika Teguh baru pulang dari sekolah, dia melihat mamanya sudah kembali mesra dangan lelaki yang pernah ingin membunuhnya. Gerak- gerik Teguh sudah terlihat kalau dia tidak suka melihat keadaan ini. Mamanya pun menyusul ke kamar Teguh.

“Tok…tok…tok…” suara pintu di ketok.

“Ngapain ma?!”

“Mama mau ngomong.”

“Tidak perlu!” mamanya masuk dengan baik-baik, karena mamanya tau kebiasaan Teguh, kalau dia sedang marah, dia tidak pernah kunci pintu kamarnya.

“Teguh bilang tidak perlu ma!”

“Tapi mama harus ngomong.” Mamanya Teguh masih terus berusaha membaikkan keadaan, tapi Teguh masih tetap membisu, masih tetap diam.

“Teguh Prayitno! Mama tau, dia sudah nyakitin mama, tapi dia sudah minta maaf sama mama!?” Teguh masih tetap membisu. “Dia juga sudah berjanji tidak akan mengulanginya lagi.”

“Ma!” Teguh mulai kembali membuka mulutnya untuk bicara, “Sekali Ular, ya tetap Ular ma! Selamanya akan tetap menjadi Ular, kapan mama lengah dia pasti kan mematuk mama lagi, dan Teguh tidak akan pernah memaafkannya, sampai kapanpun ma!” Teguh memalingkan wajahnya lagi. Mamanya jadi serba salah, akhirnya mamanya Teguh pun keluar dari kamar Teguh dengan patah semangat.

Teguh benar-benar tidak pernah habis pikir, kenapa begitu mudahnya mamanya memaafkan lelaki itu, Teguh jadi merasa dendam sekali pada lelaki itu, ingin rasanya dia memukul, menghajar lelaki itu sampai mampus, tapi itu hanya ada di dalam angan Teguh saja, sebab selain sudah tentu lelaki itu jauh lebih kuat darinya, Teguh juga tidak mau nyakitin hati mamanya, dia juga tidak mau mamanya marah kepadanya dan nama lelaki itu adalah Jengad.

April, pekan terakhir, dan hari ini Teguh sangat amat gembira, karena Sunaryo akhirnya datang lagi, saat ini lah saat yang selama setahun ini dia tunggu, berbagai macam kejadian telah menimpa dirinya. Dengan kedatangan bapaknya itu Teguh jadi merasa sedikit ada titik terang untuk menyelasaikan masalah yang selama ini menyelubungi dirinya, yang sebenarnya dia belum lah kuat untuk menerima cobaan itu, salah-salah Teguh bisa gila memikirkannya.

“Teguh sudah hafal juz’amanya?”

“Hah? Juz’ama? Hafal?” ternyata si Teguh belum menghafal juz’ama yang Bapaknya kasih dulu, boro-boro hafal, sekarang juz’ama itu aja Teguh tidak tau dimana.

“Belum pak.”

“Kenapa belum?”

“Teguh tidak tau kalau bapak nyuruh Teguh untuk menghafalnya sih.”

“Kan Bapak sudah bilang, hafalin juz’ama ini!” sepertinya Bapak Teguh sedikit kecewa dengan Teguh, itu pasti karena dia tidak tau dengan apa yang sudah terjadi di rumah ini, dalam setahun ini, rumah ini terlalu banyak persoalan, jadi wajar saja Teguh lupa dengan Juz’ama, jangankan juz’ama, masjid aja yang biasanya Teguh sangat rajin pergi ke sana dalam setahun ini dia tak pernah menginjak dan bersujud di sana.

“Iya, maaf deh pak!”

“Ya sudah tidak apa-apa, Teguh besok ikut bapak ya! kita pergi ke rumah Bapak, sekalian kenalan sama mama.” Teguh tidak perlu berfikir panjang, Teguh langsung saja menjawab.

“Iya pak! Teguh mau, mau banget.” Sungguh keceriaan yang lama sekali tak nampak di wajah Teguh, akhirnya dia pun berlari menemui mamanya tercinta, tapi sayang beribu kali sayang, ternyata izin dari mamanya tak di dapatnya, akhirnya Teguh merajuk atau ngambek, besoknya Teguh berangkat ke sekolah dengan hati marah, konsentrasi Teguh buyar, tidak ada gairah untuk menuntut ilmu sama sekali.

Dan hanya empat sahabatnya saja lah yang mampu membuat dia bercerita, dan hanya empat sahabatnya sajalah yang bisa mendengar semua jeritan hatinya. Sugi, Lasino, Sri, dan Dwi, merekalah orangnya, yang Teguh sudah menganggapnya seperti saudarnya sendiri, karena merekalah penyemangat di sekolah, teman dalam bercerita, bukan hanya di sekolah saja, mereka juga siap jadi penampung curahan hati Teguh dari mulai masalah keluarganya yang sudah tak terbentuk hingga masalah cinta yang baru saja ingin dia bentuk.

Akhirnya Bapaknya Teguh datang ke sekolahan, dia langsung bertemu dengan guru sekolah Teguh, langsung minta Izin pada sang guru untuk membawa Teguh beberapa hari ke tempat tinggalnya. Sang guru pun memberi Teguh Izin selama tiga hari saja, bukan main Teguh senangnya.

Akhirnya Teguh sampai di Indramayu, di mana bapaknya selama ini tinggal dan bekerja.

“Ini rumah bapak Guh. Ayo masuk!” Teguh pun ikut saja apa kata bapaknya, Begitu dia masuk rumah Bapaknya, dia terkejut, wah ternyata Teguh masih punya adik lagi, dia adalah seorang lelaki, kesan pertama Teguh bertemu mama tirinya, Teguh tak dapat menentukan apakah baik atau sebaliknya, tapi Teguh emang dari dulu sudah tidak terlalu suka dengan istilah Tiri, begitu menyakitkan kalau dia mengingatnya.

Esok harinya, Teguh di ajak ke tempat kerja bapaknya, ternyata tempatnya agak jauh dari rumahnya, ya kira-kira sebelas sampai dua belas kilo meter lah dari rumahnya, dia pergi dengan bapaknya dengan mengendarai sepeda ontel, jalan menuju tempat kerja bapaknya Teguh memang sungguh bagus, halus, tak ada sedikitpun batu yang mengganggu jalanya, yang terlihat hanya hitam, aspal membentang sepanjang jalan, padahal, di sana adalah sebuah pedesaan banget, dari rumah ke tempat kerja adalah hutan, ya hutan banget juga deh, sebab sepanjang jalan yang dapat dia lihat adalah pohon jati, nah, begitu Teguh baru mau sampai ke tempat kerja bapaknya, dia melihat ada banyak gedung-gedung tinggi, ini pun membuat Teguh terus bertanya-tanya. ‘Uh megah banget’ batinnya, dari situ Teguh sudah bangga banget, ‘Wah bapakku kerja di gedung megah gitu’ batinnya lagi.

“Pak itu ya pabrik Bapak kerja?”

“Memang benar itu gedung milik tempat bapak kerja, tapi Teguh salah kalau bilang itu pabrik.”

“Memangnya itu gedung apa pak?”

“Itu sekolahan Teguh, sekolahan terbesar di Indonesia, Teguh nanti juga tau kalau Teguh masuk dalam kawasan sekolahan itu.”

“Sekolahan? Kok gede bangat pak?”

Akhirnya Teguh masuk ke dalam kawasan sekolah itu, sebuah gedung, sebuah sekolahan yang Teguh bilang sekolahan termegah di Indonesia. Ya iya lah termegah dia kan tidak pernah bepergian, paling-paling pergi paling jauh ke kota cilacap. Teguh bener-bener jatuh cinta sama tempat itu, nah ketika Teguh sedang asyik dengan khayalan, ‘Seandainya aku jadi seorang murid di sekolah ini, pasti aku bakal jadi manusia paling bahagia di atas bumi ini’ tiba- tiba Sunar bertanya.

“Teguh mau sekolah di sini?”

“Hah…” Teguh terkejut, dia tidak perlu berrfikir lama, Teguh langsung menjawab, “Teguh pasti mau banget lah pak! Kapan Teguh mulai sekolah disini pak?”

“Ya Teguh harus selesaikan SD dulu donk! Dan hafalkan juz’amanya ya! entar kalau Teguh sudah hafal juz’ama dan lulus SD, nanti bapak datang lagi ke rumah Teguh.

Sebuah sekolah bernama Ma’had Al-Zaytun berlokasi di kabupaten Indramayu, sekolah itulah yang di yakini oleh Teguh untuk menyelasikan permasalahannya dengan Kasmini mamanya. Teguh semangat ingin cepet-cepet masuk sekolahan itu, sesampainya di rumah, Teguh terus berfikir bagai mana caranya mendapat izin dari mamanya, yang Teguh yakin mamanya tidak bakal mengizinkannya, tapi Teguh akhirnya berani meminta izin.

“Ma! Nanti selesai sekolah, Teguh nerusin di tempat bapak ya ma!?” tau tidak apa jawaban mamanya?

“Tidak boleh Guh, Teguh yang membesarkan kan mama, masak setelah Teguh besar, Teguh ninggalin mama?” Teguh jadi tidak bisa ngomong apa-apa begitu dia mendengarkan apa yang baru saja di ungkapkan oleh mamanya, tapi bila inget siapa yang menemani mamanya di rumah, Teguh jadi ingin cepat-cepat pergi dari rumah itu, mamanya tinggal dengan lelaki yang tidak ada ikatan apapun dengan mamanya.

Akhirnya Teguh menulis sepucuk surat pada bapaknya, untuk menjemputnya lebih awal, ini adalah sebuah rancangan yang Teguh rencanakan untuk menyelamatkan Kasmini yang sedang terjebak oleh dosa besar, apapun yang akan terjadi Teguh sudah merancang semuanya, dia pun sudah mengetahui kemungkinan resiko terbesarnya, dia akan menjadi anak durhaka, seorang anak yang melawan ibunya, tapi kali ini ceritanya bertolak belakang dengan kisah Malin Kundang yang karena harta dia rela menyakiti hati ibunya, kali ini Teguh sudah siap menjadi batu seandainya usahanya untuk menyelamatkan Kasmini dari dosa adalah suatu kedurhakaan anak pada ibunya.

13 Juny 2000

Sebelum Teguh menjalankan rencananya dia mengumpulkan ke empat sahabatnya namun kali ini yang datang hanya Dwi dan Sri, ke dua sahabat yang lain mungkin sedang ada urusan sendiri, hari ini sudah selesai semua ujian sekolah dasar, Ebtanas sudah Teguh lalui dengan baik, walaupun otaknya dia gunakan memikirkan dua hal.

“Terimakasih atas ke datangan kalian Wi, juga kamu Sri.”

“Iya sama-sama mas, memangnya mas Teguh mau ngomongin apa sih?”

“Masalah mamaku Wi, aku sudah pernah cerita sama kalian kan tentang mama?”

“Iya mama kamu sekarang serumah dengan orang yang bukan apa-apanya mama kamu kan.”

“Makasih Sri, kamu masih ingat, sekarang aku sudah memutuskan untuk kabur dari rumah?”

“Hah? Kabur dari rumah?”

“Jangan gila kamu Guh!” dua sahabat Teguh langsung berang mendengar rencana Teguh yang memang gila di dengar.

“Kalian boleh kok bilang aku gila, tapi inilah yang aku pikir hal yang terbaik yang bisa aku lakukan untuk mamaku yang sangat aku sayang.” Teguh jadi semakin sedih atas respon dua sahabatnya, air mata di pelupuknya masih coba dia tahan, “Aku ingin menyelamatkan mamaku Wi, Sri! Justru aku itu penjahat yang tak termaafkan, anak yang tak tau diri bila membiarkan mamaku terus seperti ini, selama ini aku malu melihat mamaku seperti ini.” Kali ini dia tak dapat menyembunyikan ke sedihannya di hadapan ke dua sahabatnya, dia pun menangis, baik Sri maupun Dwi jadi ikut menangis.

“Aku ngerti maksud kamu Guh!” Dwi mulai mengerti tujuan Teguh pada mamanya.

“Kalau menurut kamu itu yang terbaik, lakukan saja Guh! Kami berdua selalu mendukungmu, iya kan Wi! Katanya kita adalah saudara selamanya?”

“Tapi kalau hal yang lain kayaknya kita ngga bisa bantu Guh.”

“Maksud kalian apa? Kalian sudah mau mengerti keadaanku saja aku sudah senang kok.” Teguh sudah tidak menangis lagi, dia pun melanjutkan pembicarannya.

“Nanti sore aku akan pergi ke rumah Bapakku di Indramayu, tapi kalian jangan bilang siapa-siapa ya! Besok mungkin bapakku akan sampai di desa ini, dia akan terkejut karena aku sudah tidak ada di rumah, dia juga tidak akan tau kalau aku ke rumahnya di Indramayu, aku sudah merancang semuanya.” Kepergian Teguh menuju rumah Bapaknya cuman dua sahabatnya yang tau.

Dan begitu bapaknya sampai di rumah Teguh, Teguh sudah pergi dari rumah, dengan membawa uang sebanyak sebelas ribu rupiah yang dia ambil dari dompet mamanya.

Teguh kabur dari rumah itu berita yang menyebar di seantero Jetis, kampung ini pun terjadi keributan, Kasmini tidak terima kalau anaknya pergi darinya, dan dia tidak tau Teguh pergi kemana, Kasmini berfikir keras, sebenarnya kemana Teguh pergi malam ini, akhirnya ada yang mengusulkan agar Kasmini pergi ke orang pintar, karena dia sudah tidak bisa banyak mikir, ya dia ikut aja. Orang pintar itu bilang kalau Teguh saat ini ada di tepi jalan, dia sedang tidur kata si orang pintar.

Di stasiun kreta api Gombong Teguh sedang tidur di sebuah kursi tunggu. Memang benar Teguh ada di tepi jalan, tapi penafsiran mereka salah, mereka menafsirkan tepi jalan itu adalah tepi jalan raya, sebenarnya Teguh ada di tepi jalan kreta api, atau rel kreta api, atau lebih tepatnya lagi, dia lagi di stasiun kreta api, dia lagi nunggu kreta yang lewat Indramayu.

Di rumah mamanya masih terus mencari dan mencari, begitu dia mendengar apa kata orang pintar, gairah untuk mencari Teguh pun semakin melemah, dia memutuskan untuk masuk ke kamar Teguh, dia ritual sendiri di kamar itu, dia menyalakan sebuah lilin, dia terus menjaga lilin itu agar tidak padam, dia tidak tidur satu malam suntuk hanya ingin menjaga ke selamatan Teguh di perjalanan.

Setelah semalam suntuk Teguh nunggu kreta itu akhirnya ada juga yang lewat, langsung saja dia naik ke dalam kreta tanpa membeli karcis terlebih dahulu, pukul 04:00 subuh masih pagi buta, dan tepat  pukul 09:00 sampai di Haurgeulis, Teguh langsung menuju ke rumah bapaknya dengan berjalan kaki, cukup jauh lah, dan begitu dia sampai di rumah, ternyata Sunaryo belum sampai rumah, mama tirinya bilang bapaknya sedang ke rumah Teguh untuk menjemputnya, ya sudah dia pun langsung tidur, sekitar pukul 02:00 siang Teguh dengar suara bapaknya.

“Jam berapa Teguh sampai mi?”

“Sekitar pukul sepuluhan lah.”

“Dasar anak Idiot, anak nyusahin!”

“Emangnya ada apa sih Bi, sebenarnya?”

“Si Teguh tu kabur mi dari rumah, Abi juga ikut kalang kabut nyariin dia, pake nanya ke orang pinter segala lagi. Eh tidak taunya kabur kesini.”

“Kok bisa bi, Teguh kabur?”

“Mungkin Teguh tidak di izinin sama mamanya kali, Teguh memang anaknya keras mi, ya seperti mamanya, kalau sudah mau ya sudah harus!”

Dan Teguh seolah tidak mendengar percakapan mereka, dia terus tidur sampai petang tiba, sebenarnya dia merasakan sakit sekali di hatinya saat dia mendengar kata ‘Idiot’ yang keluar dari mulut Ayah kandungnya sendiri, bahkan mamanya tidak akan pernah membiarkan orang lain memakinya, tapi makian ini sekarang dia dengar langsung dari mulut orang yang selama ini dia rindukan, dia sayangi, namun rasa sakit itu tak bertahan lama, seketika saat dia menyadari bahwa Ayahnya memaki karna dia sedang emosi, dia marah, ya wajar, teguh baru saja berhasil membuat banyak orang kalang kabut, makian apa lagi yang pantas untuknya, hanya orang idiot yang selalu membuat orang lain mengkhawatirkan perbuatannya. Kalau Teguh tidak sampai di rumah Sunaryo, mungkin dia bukan hanya memaki anaknya saja, dia pasti akan menyalahkan dirinya sendiri, dari kejadian ini Sunar juga menyadari perbedaan anaknya itu dengan anak yang lainnya, hukum wajib adalah harus, bila sesuatu sudah di inginkannya, persis seperti apa yang pernah di inginkan mantan istrinya dulu, saat dia ingin berpisah dengan dirinya.

Selepas magrib, ketika Teguh, bapaknya, mama tirinya, adik perempuan tirinya, dan adik laki-laki tirinya tengah makan malam, Teguh seperti mendenger suara Kasmini mengucap salam. “Assalamu’alikum!” ‘apa hanya halusinasi?’ pikirnya tapi tidak, ini beneran, ini suara mamanya! dia seneng banget, langsung saja dia cari sumber suara itu dangan sangat kegirangan.

“Pak! Itu mama pak, mama ke sini!” dia langsung keluar rumah, dan…Ternyata Kasmini datang dengan pria jahanam itu, pria yang sangat Teguh benci, dia pun tidak sudi bicara sama mereka, dia langsung saja merebahkan badannya di atas kasur, dia tinggalin saja nasi yang tadi sedang di makannya, Sunaryo membukakan pintu untuk mamanya dan pria jahanam yang sangat Teguh benci itu, sepertinya memang Teguh tidak bakal mau bicara sedikit pun selama pria jahanam itu masih di lihatnya di sini. Sudah pasti Kasmini bakal marah, dan sudah tentu saat ini dia juga sedang marah banget sama Teguh, tapi Teguh juga marah sama Kasmini, kenapa dia datang dengan orang yang sangat di bencinya, padahal Teguh sudah seneng banget, waktu dia yakin bahwa suara orang salam di depan rumah bapaknya adalah Kasmini mamanya. Kasmini banyak berbicara pada Teguh, tapi sepatah kata pun Teguh tidak menjawab, dia hanya bisa nangis, nangis dan nangis, sampai akhirnya datang fajar Teguh tetap tidak mau bicara, akhirnya…

“Ya sudah lah Guh, kalau Teguh maunya tinggal sama bapak, mama izinkan,” Kasmini nangis, “mama sayang banget sama Teguh! Sayaaaaang banget Guh!” nada bicaranya sangat halus, sangat halus, bahkan suara itu menyentuh seluruh isi dadanya, pasti Kasmini mengucapkan kata-kata sayang itu juga dari hatinya, dari hati yang sangat tulus, “Teguh baik-baik di sini ya! jangan kecewakan bapak! Mama sudah tidak marah kok, mama tau apa yang ada di fikiran Teguh, karena mama adalah Ibunya Teguh, selamanya akan tetap Ibunya Teguh.” Kali ini Kasmini nangis, dia memeluk tubuh anaknya dengan erat, mengecup keningnya dengan penuh kasih sayang, dan yang terakhir dia pamit.

“mama pamit ya nak! Mama sayang sama Teguh!” Teguh bener-bener ngerasa manusia yang paling berdosa saat itu, dia juga sebenarnya ingin banget ngucapin kalau dia sayang banget sama mamanya, bahkan lebih sayang dari dirinya sendiri, tapi, kata-kata itu tidak bisa keluar dari mulutnya, dan yang keluar hanya air mata yang deras dari pelupuk matanya itu.

Teguh melihat mamanya melangkahkan kakinya keluar dari rumah Sunar dengan langkah yang sangat berat, berat banget, mungkin Teguh juga bisa ngerasain itu, karena dia lihat air mata terus mengalir dari pelupuk mata mamanya, sesekali Kasmini mengusap air matanya, Teguh hanya bisa melihat kepergiannya dengan seorang pria yang sangat dibencinya.

”Mama!!!” sebutnya lirih hampir tak terdengar oleh telinga, dia menangis menyesali apa yang sudah dia lakukan, namun dia yakin perbuatannya akan berdampak baik untuk mama tercintanya.

***

Di kampung, sesampainya Kasmini sampai di rumahnya pertengkaran hebat kembali terjadi antara Kasmini dan Jengad.

“Ini semua karena kamu mas! Kamu yang membuat anakku pergi dariku, sekarang juga aku minta kamu pergi dari rumahku!”

“Kas! Kenapa kamu menyalahkan aku? Dia mau kabur atas dasar keinginannya sendiri kok, kenapa kamu limpahkan kesalahan padaku?”

“Sekarang kamu pergi atau aku akan teriakin orang-orang kampung untuk mengusirmu dari kampung ini sekalian?”

“Iya baik Kas aku pergi.” Tanpa pikir panjang Jengad pun pergi meninggalkan Kasmini sendirian di rumah.

Kesedihan yang mendalam di alami oleh Kasmini, tapi inilah yang di inginkan oleh Teguh, mamanya menyadari kesalahannya, andaikan saja Teguh mendengar berita ini, dia pasti akan segera kembali dan memeluk mamanya yang sangat dia cintai, karena sejak awal alasan Teguh pergi meninggalkan Kasmini adalah si Pria jahanam itu.

Selama ini Kasmini tidak pernah perduli dengan Teguh, semenjak masalahnya dengan suaminya Agus Makin bermula, sejak saat itulah perhatian Kasmini pada anaknya sama sekali tidak ada, kali ini begitu Teguh Pergi darinya barulah dia merasakan, benar yang di nyanyikan oleh Roma irama ‘kalau sudah tiada baru terasa’ dia juga tidak pernah memperhatikan bagaimana Teguh di sekolahannya, bagaiman cara dia belajar, seperti apa pandangan para guru yang mengajarnya.

Dan sekarang dia harus rapat dengan para guru untuk membicarakan murid-murid di sekolah bersama wali murid yang lain.

“Selamat pagi para wali murid yang saya hormati.” Pak Tasirun, kepala sekolah SDN Jetis 04 mulai membuka acara di pagi yang cerah ini, “terimakasih atas ke hadiran bapak juga ibu di sekolah kami ini.” Pak Tasirun terus melanjutkan pembukaan pertemuan ini, sampailah pada intinya, yaitu membicarakan murid-murid.

“Pada tahun ini ada seorang murid dari sekolah ini yang sangat berprestasi, dia mengalahkan saingannya sesama murid dengan jarak yang sangat jauh, murid ini bernama Teguh Prayitno.” Kasmini langsung tersentuh hatinya begitu anak satu-atunya di sebutkan, tanpa di sadari dia menitik kan air mata.

“Teguh di mata guru-guru juga adalah anak yang sangat istimewa, tidak ada catatan buruk sedikit pun, dia anak yang patuh, penurut, dan berbudi pekerti yang sangat baik, bukan hanya di mata guru, bagi teman-temannya dia juga menjadi kawan yang baik, selama dua tahun ini dia merajai kelas dengan terus mempertahankan prestasinya menjadi rangking teratas,” pak Tasirun berhenti berbicara begitu ada seorang ibu yang terus terisak.

“Ibu?” dia menyapa Kasmini

“Iya pak?”

“Ibu kenapa? Kok ibu menangis?”

“Saya terharu dengan prestasi murid bapak itu.”

“Memangnya ibu ini siapa? Wali dari siapa?”

“Saya ibunya Teguh Prayitno yang sedang Bapak sanjung.”

“O... ibu adalah Ibunya Teguh Prayitno? Ibu harus bangga mempunyai anak sehebat Teguh, saya yakin kelak dia akan menjadi orang hebat.” Kasmini semakin menangis, Pak Tasirun tidak mengetahui apa yang sedang di alaminya, dia juga tidak tau apa yang sudah di lakukan anaknya padanya. Tapi kali ini dia sudah sangat menyadari kesalahannya, dia telah membuat anak istimewa di mata setiap orang yang mengenalnya meninggalkannya.

Dengan sadarnya Kasmini atas kehilangan anaknya itu, dia muluai berfikir positive, dia kembali menjalani profesinya menjadi penyanyi panggung, dia pun memulai kembali hidup barunya, Teguh tidak akan menyesal dengan apa yang sudah dia lakukan, memang hanya dengan cara meninggalkan mamanya lah dia baru bisa menyadarkan orang yang sangat dia sayangi itu. Pantaskah dia di sebut anak durhaka? Atau kah dia adalah pahlawan untuk mamanya? Ibu yang melahirkannya?

***

Episodes
1 BAB 0: Lelaki tak beridentitas
2 Bab: 1 Nama adalah Do’a
3 Bab: 2 Monyet
4 Bab: 3 Mama
5 Bab: 4 Orang Melayu
6 Bab: 5 Memilih
7 Bab 5: Memilih (2)
8 Bab: 6 Bengkel Asmara
9 Bab 6: Bengkel Asmara (2)
10 Bab: 7 Masuk Rimbanya Dunia
11 Bab 7: Masuk Rimbanya Dunia (2)
12 Bab: 8 Melepasnya
13 Bab: 9 Keluarga Besar
14 Bab 9: Keluarga Besar (2)
15 Bab: 10 Setia Kawan
16 Bab: 11 Inspirasi
17 Bab 11: Inspirasi (2)
18 Bab 11: Inspirasi (3)
19 Bab: 12 Keberanian
20 Bab 12: Keberanian (2)
21 Bab 12: Keberanian (3)
22 Bab: 13 Fitri bukan Shireen
23 Bab 13: Fitri bukan Shireen (2)
24 Bab: 14 Namanya Attin
25 Bab 14: Namanya Attin (2)
26 Bab 14: Namanya Attin (3)
27 Bab: 15 Perihnya Setia
28 Bab 15: Perihnya Setia (2)
29 Bab 15: Perihnya Setia (3)
30 Bab: 16 Menggapai Mimpi
31 Bab 16: Menggapai Mimpi (2)
32 Bab 16: Menggapai Mimpi (3)
33 Bab 16: Menggapai Mimpi (4)
34 Bab: 17 Sejati
35 Bab 17: Sejati (2)
36 Bab: 18 Sebongkah Karang
37 Bab: 19 Tidak Beralasan
38 Bab19: Tak Beralasan (2)
39 Bab: 20 Hati sekeras Batu (selesai)
40 Bab: 1 Nama adalah Do'a (2)
41 Bab 1: Nama adalah Do'a (3)
42 Bab 1: Nama adalah Do'a (4)
43 Bab 1: Nama adalah Do'a (5)
44 Bab 2: Monyet
45 Bab 2: Monyet (2)
46 Bab 2: Monyet (3)
47 Bab 2: Monyet (4)
48 Bab 3: Mama
49 Bab 3: Mama (2)
50 Bab 3: Mama (3)
51 Bab 3: Mama (4)
52 Bab 4: Orang Melayu
53 Bab 4: Orang Melayu (2)
54 Bab 4: Orang Melayu (3)
55 Bab 4 Orang Melayu (4)
56 Bab 5: Memilih
57 Bab 5: Memilih (2)
58 Bab 5: Memilih (3)
59 Bab 5: Memilih (4)
60 Bab 5: Memilih (5)
61 Bab 6: Bengkel Asmara
62 Bab 6: Bengkel Asmara (2)
63 Bab 6: Bengkel Asmara (3)
64 Bab 6: Bengkel Asmara (4)
65 Bab 7: Masuk rimbanya Dunia
66 Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (2)
67 Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (3)
68 Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (4)
69 Bab 8: Melepasnya
70 Bab 8: Melepasnya (2)
71 Bab 8: Melepasnya (3)
72 Bab 9: Keluarga Besar
73 Bab 9: Keluarga Besar (2)
74 Bab 9: Keluarga Besar (3)
75 Bab 9: Keluarga Besar (4)
76 Bab 9: Keluarga Besar (5)
77 Bab 10: Setia Kawan
78 Bab 11: Inspirasi
79 Bab 11: Inspirasi (2)
80 Bab 11: Inspirasi (3)
81 Bab 11: Inspirasi (4)
82 Bab 11: Inspirasi (5)
83 Bab 11: Inspirasi (6)
84 Bab 12: Keberanian
85 Bab 12: Keberanian (2)
86 Bab 12: Keberanian (3)
87 Bab 12: Keberanian (4)
88 Bab 12: Keberanian (5)
89 Bab 13: Fitri bukan Shireen
90 Bab 13: Fitri bukan Shireen (2)
91 Bab 13: Fitri bukan Shireen (3)
92 Bab 14: Namanya Attin
93 Bab 14: Namanya Attin (2)
94 Bab 14: Namanya Attin (3)
95 Bab 14: Namanya Attin (4)
96 Bab 14: Namanya Attin (5)
97 Bab 14: Namanya Attin (6)
98 Bab 15: Perihnya Setia
99 Bab 15: Perihnya Setia (2)
100 Bab 15: Perihnya Setia (3)
101 Bab 15: Perihnya Setia (4)
102 Bab 15: Perihnya Setia (5)
103 Bab 15: Perihnya Setia (6)
104 Bab 16: Menggapai Mimpi
105 Bab 16: Menggapai Mimpi (2)
106 Bab 16: Menggapai Mimpi (3)
107 Bab 16: Menggapai Mimpi (4)
108 Bab 17: Sejati
109 Bab 17: Sejati (2)
110 Bab 18: Sebongkah Karang
111 Bab 18: Sebongkah Karang (2)
112 Bab 19: Tak Beralasan
113 Bab 19: Tak Beralasan (2)
114 Bab 20: Hati sekeras Batu
Episodes

Updated 114 Episodes

1
BAB 0: Lelaki tak beridentitas
2
Bab: 1 Nama adalah Do’a
3
Bab: 2 Monyet
4
Bab: 3 Mama
5
Bab: 4 Orang Melayu
6
Bab: 5 Memilih
7
Bab 5: Memilih (2)
8
Bab: 6 Bengkel Asmara
9
Bab 6: Bengkel Asmara (2)
10
Bab: 7 Masuk Rimbanya Dunia
11
Bab 7: Masuk Rimbanya Dunia (2)
12
Bab: 8 Melepasnya
13
Bab: 9 Keluarga Besar
14
Bab 9: Keluarga Besar (2)
15
Bab: 10 Setia Kawan
16
Bab: 11 Inspirasi
17
Bab 11: Inspirasi (2)
18
Bab 11: Inspirasi (3)
19
Bab: 12 Keberanian
20
Bab 12: Keberanian (2)
21
Bab 12: Keberanian (3)
22
Bab: 13 Fitri bukan Shireen
23
Bab 13: Fitri bukan Shireen (2)
24
Bab: 14 Namanya Attin
25
Bab 14: Namanya Attin (2)
26
Bab 14: Namanya Attin (3)
27
Bab: 15 Perihnya Setia
28
Bab 15: Perihnya Setia (2)
29
Bab 15: Perihnya Setia (3)
30
Bab: 16 Menggapai Mimpi
31
Bab 16: Menggapai Mimpi (2)
32
Bab 16: Menggapai Mimpi (3)
33
Bab 16: Menggapai Mimpi (4)
34
Bab: 17 Sejati
35
Bab 17: Sejati (2)
36
Bab: 18 Sebongkah Karang
37
Bab: 19 Tidak Beralasan
38
Bab19: Tak Beralasan (2)
39
Bab: 20 Hati sekeras Batu (selesai)
40
Bab: 1 Nama adalah Do'a (2)
41
Bab 1: Nama adalah Do'a (3)
42
Bab 1: Nama adalah Do'a (4)
43
Bab 1: Nama adalah Do'a (5)
44
Bab 2: Monyet
45
Bab 2: Monyet (2)
46
Bab 2: Monyet (3)
47
Bab 2: Monyet (4)
48
Bab 3: Mama
49
Bab 3: Mama (2)
50
Bab 3: Mama (3)
51
Bab 3: Mama (4)
52
Bab 4: Orang Melayu
53
Bab 4: Orang Melayu (2)
54
Bab 4: Orang Melayu (3)
55
Bab 4 Orang Melayu (4)
56
Bab 5: Memilih
57
Bab 5: Memilih (2)
58
Bab 5: Memilih (3)
59
Bab 5: Memilih (4)
60
Bab 5: Memilih (5)
61
Bab 6: Bengkel Asmara
62
Bab 6: Bengkel Asmara (2)
63
Bab 6: Bengkel Asmara (3)
64
Bab 6: Bengkel Asmara (4)
65
Bab 7: Masuk rimbanya Dunia
66
Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (2)
67
Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (3)
68
Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (4)
69
Bab 8: Melepasnya
70
Bab 8: Melepasnya (2)
71
Bab 8: Melepasnya (3)
72
Bab 9: Keluarga Besar
73
Bab 9: Keluarga Besar (2)
74
Bab 9: Keluarga Besar (3)
75
Bab 9: Keluarga Besar (4)
76
Bab 9: Keluarga Besar (5)
77
Bab 10: Setia Kawan
78
Bab 11: Inspirasi
79
Bab 11: Inspirasi (2)
80
Bab 11: Inspirasi (3)
81
Bab 11: Inspirasi (4)
82
Bab 11: Inspirasi (5)
83
Bab 11: Inspirasi (6)
84
Bab 12: Keberanian
85
Bab 12: Keberanian (2)
86
Bab 12: Keberanian (3)
87
Bab 12: Keberanian (4)
88
Bab 12: Keberanian (5)
89
Bab 13: Fitri bukan Shireen
90
Bab 13: Fitri bukan Shireen (2)
91
Bab 13: Fitri bukan Shireen (3)
92
Bab 14: Namanya Attin
93
Bab 14: Namanya Attin (2)
94
Bab 14: Namanya Attin (3)
95
Bab 14: Namanya Attin (4)
96
Bab 14: Namanya Attin (5)
97
Bab 14: Namanya Attin (6)
98
Bab 15: Perihnya Setia
99
Bab 15: Perihnya Setia (2)
100
Bab 15: Perihnya Setia (3)
101
Bab 15: Perihnya Setia (4)
102
Bab 15: Perihnya Setia (5)
103
Bab 15: Perihnya Setia (6)
104
Bab 16: Menggapai Mimpi
105
Bab 16: Menggapai Mimpi (2)
106
Bab 16: Menggapai Mimpi (3)
107
Bab 16: Menggapai Mimpi (4)
108
Bab 17: Sejati
109
Bab 17: Sejati (2)
110
Bab 18: Sebongkah Karang
111
Bab 18: Sebongkah Karang (2)
112
Bab 19: Tak Beralasan
113
Bab 19: Tak Beralasan (2)
114
Bab 20: Hati sekeras Batu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!