Bab: 1 Nama adalah Do’a

Maret 1986

Terik matahari menerangi siang hari ini masih dengan kesempurnaan sang Surya, angin bertiup dengan santai menerpa pepohonan yang masih begitu hijau, alam masih menjadi sahabat manusia, namun tidak semua manusia menjadi sahabat alam, seperti yang sedang di alami oleh Seorang wanita berusia 19 tahun yang bernama Kasmini, dia tampak sangat bersedih, perutnya sudah besar, dia sedang hamil delapan bulan, di pangkuannya seorang bocah perempuan berusia 4 tahun, seorang wanita yang berwajah bulat oval berambut panjang sebahu, dengan rambut di ikat kucir ke belakang itu juga sedang menangis di depan gubug rumah ayahnya, dia duduk di sebuah lincak, tiba-tiba saja...

“Kie Sandanganmu Kas!”  Mad Gasmin, seorang lelaki tua, dia adalah ayah kandung Kasmini “Goleti nganah bojomu! Bojo ora tanggung jawab!”  Dia keluar dari dalam gubug dan membawa segulungan kain yang isinya adalah pakaian Kasmini, anak pertamanya dari empat anaknya, kedua adik Kasmini yang masih berusia 10 tahun Maman dengan penampilan yang sungguh sangat memprihatinkan, tanpa baju, memakai celana pendek merah seragam SD yang kedodoran, yang di kasih oleh tetangga, dan 9 tahun Kamisah yang cuman memakai kaos oblong orang dewasa, mereka berdua hanya diam di depannya. Perlahan Kasmini mulai bergerak dia menghapus air matanya yang sudah membanjiri pipinya, dia menggendong anak pertamanya Mami, bocah perempuan yang sangat masih terlihat manis dan lucu, dia masih saja diam dia tidak tau apa-apa, Kasmini memungut gulungan kain yang berisi pakaiannya, kemudian dengan berat hati mulai melangkah meninggalkan rumah yang beralaskan tanah beratapkan welit dan bertembok dhabag serta bertiang bambu.

Ke dua adiknya yang masih ingusan itu masih terus melihat kepergiannya dengan wajah yang sangat memilukan, mereka tak tau harus berbuat apa, mereka hanya bisa melihat kakaknya pergi di usir oleh ayah mereka hanya karena suaminya yang bekerja di Jakarta selama dua bulan ini belum juga mengirim uang untuk membiayai hidupnya di kampung, memang sungguh tega ayah mereka, padahal Kasmini sedang mengandung anaknya yang ke dua. Kasmini terus melangkahkan kakinya meninggalkan rumah ayahnya, sekilas dia melihat ke dua adiknya perasaan berat untuk meninggalkan mereka pun timbul, dia berhenti sejenak ‘semoga kalian tidak mengalami apa yang Yayumu ini alami dek!’ sebuah do’a terlayang untuk kedua adiknya, kemudian ia pun melangkahkan kakinya lagi, kedua adiknya masih terus melihat kepergiannya dengan raut muka yang sangat keberatan. Kasmini pun tetap melangkah pergi menelusuri sebuah jalan tak beraspal dengan pepohonan kelapa berdiri menjulang tinggi di tepian jalan, alam memang masih sangat sehat, masih banyak makhluk penghasil oksigen, dan belum ada benda-benda yang menghasilkan polusi. Tak ada motor, apatah lagi mobil, kendaraan pun paling mewah sepeda ontel yang biasa di pakai oleh si Umar bakri si guru teladan yang di nyanyikan oleh Iwan fals.

Sampai di sebuah rumah yang sedikit lebih baik dari rumahnya dia berbelok dan memanggil sebuah nama.

“Rah! Paerah!” masih dengan suara yang parau, pintu rumah itu pun terbuka. Seorang gadis membukanya.

 “Kas? Koe nangapa?” Kasmini bukan menjawab tapi dia memeluk gadis yang keluar dari balik pintu rumah itu, seorang gadis yang lebih muda sedikit kurus dan berambut panjang sampai pinggang, namanya Paerah, dia adalah sahabat terbaik yang di miliki oleh Kasmini di kampung bernama Jetis yang berada di salah satu sudut kabupaten Cilacap, sudah pasti bahasanya adalah ngapak banyumasan.

“Rah tolongin aku Rah!”

“Iya tapi koe nangapa?” Paerah masih panik, melihat sahabatnya yang sedang hamil menuntun anak pertamanya dan menggendong pakaiannya.

“Aku di urak nang ramaku Rah!”

“Masya Alloh! Memangnya kesalahanmu apa?”

“Sunar rong wulan urung meseli.” Kasmini masih mencoba untuk tidak menangis tapi dia masih menangis juga.

“Cuman gara-gara itu? Ualah orang tua macam apa dia itu, sekarang kamu masuk dulu aja ya! Duduk dulu istirahat di rumahku aja dulu!”

“Aku arep meng Jakarta Rah!”

“Siki? Memangnya kamu punya uang?” Kasmini diam dan tak lama setelah itu dia bergeleng. “ya sudah kamu sekarang istirahat dulu aja, mengko tek dolna babon, kae aku due babon loro, nah nanti sore kita berangkat ke Jakarta, koe tulih agi meteng Kas! Masa ke Jakarta sendiri?” Paerah memaksa Kasmini masuk ke rumahnya, Kasmini pun mengikuti perintah sahabatnya.

Akhirnya di sore harinya dua sahabat itu pun pergi ke Kroya menuju stasiun kreta api, beserta anak pertama Kasmini dan bayi yang masih di kandungan, sepanjang perjalanan Kasmini masih juga belum bisa menahan kesedihan yang di alaminya, di usir oleh ayahnya sendiri dalam ke adaan sedang hamil tua. Dari desa Jetis mereka naik dokar sampai kroya, sesampainya di stasiun Paerah membeli dua tiket kreta api untuk dia dan Kasmini, anak perempuan Kasmini masih di hitung anak-anak itu artinya gratis. Paerah menuju kursi panjang yang di sediakan untuk menunggu kreta dengan membawa sebotol air mineral berukuran 2liter.

“Rah!”

“Ya!” Kasmini mulai membuka obrolan setelah dia merasa lebih baik dari sebelumnya. Paerah masih sibuk membuka tutup botol air mineral yang ia bawa.

“Melasi benget ya nasib bakal anakku!”

“Bukan cuman calon anakmu saja Kas sing melasi, koe lewih nlangsani Kas! Kalo si jabang bayi yang di perutmu itu belum bisa merasakan apa yang kamu rasakan sekarang.”

“Aku sudah memberi nama calon anakku ini Rah.”

“Eh... aja Kas! Ora ilok! mengko nek anakmu lair bisa klemar-klemer lho!”

“Tidak Rah! Aku yakin anakku ini akan terlahir menjadi seorang yang kuat, pemberani, dan dia akan menjadi orang besar.”

“Amin! Terus arep di jenengi sapa anakmu mengko?”

“Kalau dia perempuan Rani, karena dia akan selalu berani menghadapi segala cobaan yang akan dia hadapi kelak.”

“Nek lanang?”

“Teguh! Karena dia akan tetap teguh walau apa pun yang menerpa jalan yang akan dia tempuh kelak.”

“Bagus namanya, tapi ya mudah-mudahan sih ora klemar-klemer.” Kasmini kembali menangis terisak. “koe sing sabar ya Kas!” Paerah memeluk tubuh Kasmini, Mami anak perempuan Kasmini masih di pangkunya.

Tepat tanggal 21 April tahun ini, yaitu 1986 pukul 7 pagi, Kasmini merasakan akan kelahiran anaknya yang ke dua, suaminya sedang bekerja ikut proyek bangunan, Paerah sudah dapat pekerjaan, salah seorang tetangganya langsung berinisiatif untuk memanggil suaminya pulang, setengah jam kemudian suaminya sampai dengan seorang bidan.

Di dalam rumah petak itu kini sudah ada kasur, sang bidan langsung menangani Kasmini yang sedang merasakan kelahiran anak keduanya.

“Pak Sunar! Bapak tunggu di luar saja dulu ya!”

“Iya bu!” Sunaryo, suami Kasmini yang bertubuh tidak terlalu tinggi itu pun mengikuti perintah dari bidan untuk keluar dari rumah kontrakannya. Dengan gelisah bapak kandung dari Mami ini pun terus mondar-mandir di depan kontrakannya dengan menggendong Mami yang terus diam tak mengerti apa yang sedang terjadi.

Sampai pukul 12 siang sang jabang bayi belum juga keluar dari rahim Kasmini, hingga beberapa saat kemudian.

“Oe...oeee...oeeeee...” suara pertama si bayi yang masih putih bersih tak ternoda itu pun memecah kekhawatiran Ayah dan ibunya.

“Alhamdulillah...” puji sang Ayah atas kelahiran anak ke duanya. Pak Sunar pun langsung masuk ke dalam kontrakannya, dia tersenyum bercampur tangis bahagia, dia melihat istrinya yang masih terkulai lemah setelah bertaruh nyawa melahirkan si jabang bayi.

“Anak kedua Bapak laki-laki pak!”

“Alhamdulillah...” sang ayah langsung mendekati anaknya, setelah di bersihkan dan tali pusar di potong sang bayi yang sudah di bregod pun di letakkan tepat di sebelah ibunya.

“Allohu akbar-Allohu akbar...” sang ayah langsung mengumandangkan adzan di telinga kanan sang bayi, bayi yang sudah memiliki nama semenjak di dalam kandungan itu pun diam seakan meresapi lantunan suara adzan Ayahnya, takbir dan syahadat adalah yang seharusnya di dengar oleh seorang manusia yang baru memasuki alam dunia ini, supaya dia tetap akan ingat dari mana dia berasal, siapa yang membuat dia ada dan kemana dia akan kembali kelak, kemudian di lanjutkan iqoma di telinga kirinya, supaya si jabang bayi akan terus teringat dengan kewajibannya di dunia ini, selalu teringat dengan perintah Alloh saat rohnya akan di tiupkan pada raga yang tak berdaya ini, yang kan semakin tumbuh semakin tua dan semakin rapuh kemudian akan tiada, seperti sebelumnya dia tiada menjadi ada.

“Akhirnya Teguh lahir dengan selamat pak!” Kasmini baru bisa sedikit berbicara itu pun masih dengan suara yang sangat lemah.

“Iya ma! Bapak yakin dia pasti akan menjadi orang besar kelak.” Kedua orang tua Teguh pun sangat berbahagia, Mami sang kakak dari Teguh pun ikut bergembira.

“Adiknya Mami namanya Teguh ya ma?”

“Iya nak, dia pasti akan melindungi Mami kalau sudah besar nanti, ayo dong di sayang dedeknya!” Mami pun mencium pipi adiknya yang baru berumur beberapa menit itu.

Tujuh hari kemudian resmilah nama si jabang bayi bernama “Teguh Mandarito” karena menurut Kasmini dalam perjalanan selama dia mengandung Teguh selalu di landa penderitaan.

***

Episodes
1 BAB 0: Lelaki tak beridentitas
2 Bab: 1 Nama adalah Do’a
3 Bab: 2 Monyet
4 Bab: 3 Mama
5 Bab: 4 Orang Melayu
6 Bab: 5 Memilih
7 Bab 5: Memilih (2)
8 Bab: 6 Bengkel Asmara
9 Bab 6: Bengkel Asmara (2)
10 Bab: 7 Masuk Rimbanya Dunia
11 Bab 7: Masuk Rimbanya Dunia (2)
12 Bab: 8 Melepasnya
13 Bab: 9 Keluarga Besar
14 Bab 9: Keluarga Besar (2)
15 Bab: 10 Setia Kawan
16 Bab: 11 Inspirasi
17 Bab 11: Inspirasi (2)
18 Bab 11: Inspirasi (3)
19 Bab: 12 Keberanian
20 Bab 12: Keberanian (2)
21 Bab 12: Keberanian (3)
22 Bab: 13 Fitri bukan Shireen
23 Bab 13: Fitri bukan Shireen (2)
24 Bab: 14 Namanya Attin
25 Bab 14: Namanya Attin (2)
26 Bab 14: Namanya Attin (3)
27 Bab: 15 Perihnya Setia
28 Bab 15: Perihnya Setia (2)
29 Bab 15: Perihnya Setia (3)
30 Bab: 16 Menggapai Mimpi
31 Bab 16: Menggapai Mimpi (2)
32 Bab 16: Menggapai Mimpi (3)
33 Bab 16: Menggapai Mimpi (4)
34 Bab: 17 Sejati
35 Bab 17: Sejati (2)
36 Bab: 18 Sebongkah Karang
37 Bab: 19 Tidak Beralasan
38 Bab19: Tak Beralasan (2)
39 Bab: 20 Hati sekeras Batu (selesai)
40 Bab: 1 Nama adalah Do'a (2)
41 Bab 1: Nama adalah Do'a (3)
42 Bab 1: Nama adalah Do'a (4)
43 Bab 1: Nama adalah Do'a (5)
44 Bab 2: Monyet
45 Bab 2: Monyet (2)
46 Bab 2: Monyet (3)
47 Bab 2: Monyet (4)
48 Bab 3: Mama
49 Bab 3: Mama (2)
50 Bab 3: Mama (3)
51 Bab 3: Mama (4)
52 Bab 4: Orang Melayu
53 Bab 4: Orang Melayu (2)
54 Bab 4: Orang Melayu (3)
55 Bab 4 Orang Melayu (4)
56 Bab 5: Memilih
57 Bab 5: Memilih (2)
58 Bab 5: Memilih (3)
59 Bab 5: Memilih (4)
60 Bab 5: Memilih (5)
61 Bab 6: Bengkel Asmara
62 Bab 6: Bengkel Asmara (2)
63 Bab 6: Bengkel Asmara (3)
64 Bab 6: Bengkel Asmara (4)
65 Bab 7: Masuk rimbanya Dunia
66 Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (2)
67 Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (3)
68 Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (4)
69 Bab 8: Melepasnya
70 Bab 8: Melepasnya (2)
71 Bab 8: Melepasnya (3)
72 Bab 9: Keluarga Besar
73 Bab 9: Keluarga Besar (2)
74 Bab 9: Keluarga Besar (3)
75 Bab 9: Keluarga Besar (4)
76 Bab 9: Keluarga Besar (5)
77 Bab 10: Setia Kawan
78 Bab 11: Inspirasi
79 Bab 11: Inspirasi (2)
80 Bab 11: Inspirasi (3)
81 Bab 11: Inspirasi (4)
82 Bab 11: Inspirasi (5)
83 Bab 11: Inspirasi (6)
84 Bab 12: Keberanian
85 Bab 12: Keberanian (2)
86 Bab 12: Keberanian (3)
87 Bab 12: Keberanian (4)
88 Bab 12: Keberanian (5)
89 Bab 13: Fitri bukan Shireen
90 Bab 13: Fitri bukan Shireen (2)
91 Bab 13: Fitri bukan Shireen (3)
92 Bab 14: Namanya Attin
93 Bab 14: Namanya Attin (2)
94 Bab 14: Namanya Attin (3)
95 Bab 14: Namanya Attin (4)
96 Bab 14: Namanya Attin (5)
97 Bab 14: Namanya Attin (6)
98 Bab 15: Perihnya Setia
99 Bab 15: Perihnya Setia (2)
100 Bab 15: Perihnya Setia (3)
101 Bab 15: Perihnya Setia (4)
102 Bab 15: Perihnya Setia (5)
103 Bab 15: Perihnya Setia (6)
104 Bab 16: Menggapai Mimpi
105 Bab 16: Menggapai Mimpi (2)
106 Bab 16: Menggapai Mimpi (3)
107 Bab 16: Menggapai Mimpi (4)
108 Bab 17: Sejati
109 Bab 17: Sejati (2)
110 Bab 18: Sebongkah Karang
111 Bab 18: Sebongkah Karang (2)
112 Bab 19: Tak Beralasan
113 Bab 19: Tak Beralasan (2)
114 Bab 20: Hati sekeras Batu
Episodes

Updated 114 Episodes

1
BAB 0: Lelaki tak beridentitas
2
Bab: 1 Nama adalah Do’a
3
Bab: 2 Monyet
4
Bab: 3 Mama
5
Bab: 4 Orang Melayu
6
Bab: 5 Memilih
7
Bab 5: Memilih (2)
8
Bab: 6 Bengkel Asmara
9
Bab 6: Bengkel Asmara (2)
10
Bab: 7 Masuk Rimbanya Dunia
11
Bab 7: Masuk Rimbanya Dunia (2)
12
Bab: 8 Melepasnya
13
Bab: 9 Keluarga Besar
14
Bab 9: Keluarga Besar (2)
15
Bab: 10 Setia Kawan
16
Bab: 11 Inspirasi
17
Bab 11: Inspirasi (2)
18
Bab 11: Inspirasi (3)
19
Bab: 12 Keberanian
20
Bab 12: Keberanian (2)
21
Bab 12: Keberanian (3)
22
Bab: 13 Fitri bukan Shireen
23
Bab 13: Fitri bukan Shireen (2)
24
Bab: 14 Namanya Attin
25
Bab 14: Namanya Attin (2)
26
Bab 14: Namanya Attin (3)
27
Bab: 15 Perihnya Setia
28
Bab 15: Perihnya Setia (2)
29
Bab 15: Perihnya Setia (3)
30
Bab: 16 Menggapai Mimpi
31
Bab 16: Menggapai Mimpi (2)
32
Bab 16: Menggapai Mimpi (3)
33
Bab 16: Menggapai Mimpi (4)
34
Bab: 17 Sejati
35
Bab 17: Sejati (2)
36
Bab: 18 Sebongkah Karang
37
Bab: 19 Tidak Beralasan
38
Bab19: Tak Beralasan (2)
39
Bab: 20 Hati sekeras Batu (selesai)
40
Bab: 1 Nama adalah Do'a (2)
41
Bab 1: Nama adalah Do'a (3)
42
Bab 1: Nama adalah Do'a (4)
43
Bab 1: Nama adalah Do'a (5)
44
Bab 2: Monyet
45
Bab 2: Monyet (2)
46
Bab 2: Monyet (3)
47
Bab 2: Monyet (4)
48
Bab 3: Mama
49
Bab 3: Mama (2)
50
Bab 3: Mama (3)
51
Bab 3: Mama (4)
52
Bab 4: Orang Melayu
53
Bab 4: Orang Melayu (2)
54
Bab 4: Orang Melayu (3)
55
Bab 4 Orang Melayu (4)
56
Bab 5: Memilih
57
Bab 5: Memilih (2)
58
Bab 5: Memilih (3)
59
Bab 5: Memilih (4)
60
Bab 5: Memilih (5)
61
Bab 6: Bengkel Asmara
62
Bab 6: Bengkel Asmara (2)
63
Bab 6: Bengkel Asmara (3)
64
Bab 6: Bengkel Asmara (4)
65
Bab 7: Masuk rimbanya Dunia
66
Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (2)
67
Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (3)
68
Bab 7: Masuk rimbanya Dunia (4)
69
Bab 8: Melepasnya
70
Bab 8: Melepasnya (2)
71
Bab 8: Melepasnya (3)
72
Bab 9: Keluarga Besar
73
Bab 9: Keluarga Besar (2)
74
Bab 9: Keluarga Besar (3)
75
Bab 9: Keluarga Besar (4)
76
Bab 9: Keluarga Besar (5)
77
Bab 10: Setia Kawan
78
Bab 11: Inspirasi
79
Bab 11: Inspirasi (2)
80
Bab 11: Inspirasi (3)
81
Bab 11: Inspirasi (4)
82
Bab 11: Inspirasi (5)
83
Bab 11: Inspirasi (6)
84
Bab 12: Keberanian
85
Bab 12: Keberanian (2)
86
Bab 12: Keberanian (3)
87
Bab 12: Keberanian (4)
88
Bab 12: Keberanian (5)
89
Bab 13: Fitri bukan Shireen
90
Bab 13: Fitri bukan Shireen (2)
91
Bab 13: Fitri bukan Shireen (3)
92
Bab 14: Namanya Attin
93
Bab 14: Namanya Attin (2)
94
Bab 14: Namanya Attin (3)
95
Bab 14: Namanya Attin (4)
96
Bab 14: Namanya Attin (5)
97
Bab 14: Namanya Attin (6)
98
Bab 15: Perihnya Setia
99
Bab 15: Perihnya Setia (2)
100
Bab 15: Perihnya Setia (3)
101
Bab 15: Perihnya Setia (4)
102
Bab 15: Perihnya Setia (5)
103
Bab 15: Perihnya Setia (6)
104
Bab 16: Menggapai Mimpi
105
Bab 16: Menggapai Mimpi (2)
106
Bab 16: Menggapai Mimpi (3)
107
Bab 16: Menggapai Mimpi (4)
108
Bab 17: Sejati
109
Bab 17: Sejati (2)
110
Bab 18: Sebongkah Karang
111
Bab 18: Sebongkah Karang (2)
112
Bab 19: Tak Beralasan
113
Bab 19: Tak Beralasan (2)
114
Bab 20: Hati sekeras Batu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!