Rombongan pengangkut kayu yang lebih dulu turun gunung dari Zulkarnain telah mencapai lereng. Namun, Zul justru belum juga menampakkan batang hidungnya, sementara hujan turun makin deras saja dan itu dapat mempersempit jarak pandang yang akan membuatnya kesulitan menapaki jalan.
Parlin mulai grasak-grusuk, entah kenapa ia memiliki firasat buruk, hal-hal tak diinginkan mungkin telah terjadi—apalagi Zul tidak memiliki pengalaman menjadi pengangkut kayu.
“Apa kita susul saja dia ke atas, Bos Parlin?” Salah satu pengangkut kayu juga khawatir dengan kondisi Zul, yang tak kunjung jua datang.
“Baiklah ayo kita ke atas,” jawab Parlin segera mengenakan mantel hujan dan membawa senter. “Kenapa pula aku mengajak anak nakal itu bekerja denganku hanya berharap agar aku bisa memotong hutangnya yang kian menumpuk. Namun, sekarang malah kemalangan yang kudapatkan!” gerutu Parlin dalam benaknya.
Keduanya pun kemudian mendaki gunung.
“Mudah-mudahan anak itu tak kenapa-kenapa, ya!” Parlin sangat khawatir, apalagi jalan setapak yang ia daki malah menjadi parit dadakan akibat volume air hujan yang sangat besar.
“Lo-longsor, Bos!” teriak pengangkut kayu sembari menunjuk ke arah atas gunung.
“Apaaaaa!” Parlin terkejut mendengarnya dan menengok ke arah atas bukit. “Alamak, eeee! Zul! Semoga kau baik-baik saja dan dalam perlindungan-Nya.” Namun, ia ragu Yang Maha Kuasa akan mengabulkan do'anya, mengingat kerjaannya saja illegal logging dan yang didoakan juga adalah Preman kampung yang selalu dikutuk emaknya karena kerjaan cuma menghabiskan duit saja.
Butuh waktu 30 menit untuk sampai ke tempat terjadinya longsor itu.
Alangkah terkejutnya Parlin saat melihat satu potongan balok kayu yang dibawa Zul tergeletak di lembah kecil pinggir jurang yang di sebelahnya terdapat sungai.
“Zul” teriak Parlin.
“Zul!” teriak penarik kayu yang datang bersama Parlin juga.
“Zul, di mana kamu, Nak?”
Mereka telah mencari area sekitar tanah longsor dan tanda-tanda keberadaan Zul tetap tak ada, sehingga Parlin hampir menangis tersedu-sedu. Entah bagaimana cara menjelaskan kejadian ini pada Emaknya Zul nantinya.
“Tulang Nasri, tolong segera ke kampung meminta bantuan, aku akan pergi ke tempat penebang pohon, mana tahu dia memutuskan ke sana setelah tidak bisa melewati jalan setapak ini!” seru Parlin pada Nasri.
“Baik, Bos! Saya akan turun ke bawah,” jawabnya segera berlari turun ke lereng gunung.
...***...
“Apa Kau bilang? Anakku Zul, hilang di gunung?” Emak Zulkarnain terkejut mendengar kabar dari Pottas Situmorang yang mendapat telepon dari Nasri yang menelpon dari lereng bukit. “A ... a-anakku!” Dia menangis histeris.
“Zul, di mana kau Nak?”
“Zul, anakku! Maafkan Mak yang telah menyumpahimu tadi pagi!”
Dia sangat menyesal karena telah memarahi Zul setiap hari dan memaksanya untuk segera menikah agar dia mau bertani dan menyadap getah karet. Namun, saat anaknya itu mau bekerja—malah langsung terkena musibah.
Akibat terlalu sedih, Emak Zulkarnain langsung jatuh pingsan, sehingga para tetangga segera membawanya ke bidan desa untuk mendapatkan perawatan. Sedangkan para bapak-bapak segera menuju gunung untuk melakukan pencarian terhadap Zul yang hilang kontak tersebut.
Polisi, Babinsa dan Tim SAR ikut bergabung dalam pencarian itu. Namun, hingga tengah malam tak kunjung jua membuahkan hasil. Bahkan pencarian juga dilakukan dengan menyusuri sungai hingga sepuluh kilometer jauhnya, tetapi hasilnya tetap nihil.
Dukun dari tano putus, Dukun online juga diundang untuk melacak keberadaannya, dan para ahli spritual tersebut mengatakan bahwa Zul di bawa oleh orang bunian. Mereka juga mengatakan Zul tidak akan bisa ditemukan, mungkin ia telah terisekai seperti di anime alias telah memasuki Dimensi Jin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Rhakean Djati
sebelas,duabelas. antara bos sama pekerjanya.hehehee
2024-09-16
0
Adhani Pakpahan
haha.. kocak
2024-01-29
0
AitchAre
anying ke isekai
2023-10-09
0