Zul merasa kram pada kakinya dan ia terus memaksakan diri mendaki gunung karena tidak ingin ditinggalkan rombongan pengangkut kayu lainnya.
“Tenyata sungguh berat mencari sesuap nasi itu, kalau begini lebih baik aku menyadap karet saja!” pikir Zul—ingin menangis, tetapi ditahannya karena malulah bila Preman kampung sepertinya ketahuan menangis gara-gara mendaki gunung.
Pukul 13.30 WIB mereka akhirnya sampai di tempat penebang kayu dan Zul langsung bersandar di Pohon Gaharu yang telah ditebang. Dia menghela nafas dalam-dalam.
“Tidak makan kau Cok!” Pria berusia empat puluhan duduk di sebelah Zulkarnain dan mengeluarkan nasi yang dibungkus dengan daun pisang; adapun lauknya cuma satu telor dadar dengan sedikit cabai goreng. “Jangan berleha-leha, selesai makan semuanya akan langsung turun gunung!” kata Pria itu langsung melahap makanannya.
Zul mengerutkan keningnya, padahal ia masih ingin beristirahat. Setidaknya 30 menitlah. Namun, ternyata aturan mainnya langsung turun gunung tanpa menunggu cacing pita di perut mereka menikmati makanan yang mereka makan.
“Ini? Apakah mereka iron man? Otot besi tulang baja!” gumam Zul sembari membuka nasi bungkus yang dibelikan oleh Bos Parlin untuknya. “Setidaknya aku makan enak, tidak makan daun ubi dan cabai rawit seperti yang ada di rumah,” pikirnya lagi merasakan sensasi seperti di surga untuk sesaat ketika makan nasi Padang—gulai rendang.
Baru juga Zul bersendawa, tiba-tiba para pengangkut kayu mulai memilih balok kayu yang akan mereka pikul, sehingga Zul juga buru-buru berdiri dan memilih Dua balok kayu sambil menggerutu. Namun, ia bingung, tak ada balok kayu yang kecil.
“Cepat, Cok! Sebentar lagi mau hujan, langit mulai mendung, tuh!” seru Penebang Kayu tersenyum menatap Zul, karena ia yakin Pemuda tampan yang mengenakan kaos oblong bergambar Boa Hancock dari Anime One Piece tersebut baru kali ini ikut memikul kayu.
Zul melakukan sedikit peregangan otot, sehingga mereka makin geleng-geleng kepala melihat kelakuannya.
“Kami duluan, Cok! Jangan sampai tertinggal!” kata Pria yang makan di sebelahnya tadi, sehingga Zul buru-buru menentukan kayu balok mana yang akan ia pikul.
“Alamak beratnya!” gerutu Zul saat dua balok mendarat di pundaknya.
“Semangat, Cok! Jangan menyerah ha-ha-ha!” Penebang Kayu tertawa melihat ekspresi masam dari wajah, Zul.
“Urraaaaa!” teriak Zul—sembari mengikuti para pengangkut kayu yang telah pergi lebih dulu.
Zul menyusuri jalan setapak dengan hati-hati, karena salah salah langkah—maka ia bisa jatuh ke jurang yang sangat curam di sebelahnya. Beberapa saat kemudian, jalanan setapak yang mereka lalui mulai menurun.
Zul menurunkan balok kayu yang ia pikul dan mengikat ujungnya dengan tali tambang yang ia bawa. Beberapa pengangkut Kayu mulai mendorong balok kayu mereka ke jalanan setapak yang menurun dan menahan pakai tali agar tidak melaju dengan kencang—karena balok kayu itu bisa rusak bila tidak ditahan kalau melaju dengan kencang ke lereng gunung.
“Kami duluan, ya!” kata bapak itu lagi meninggalkan Zul di barisan belakang sendirian.
“Alamak, aku ditinggal sendirian, heleppp! Oh, No!” Zul segera mendorong balok kayunya ke lereng gunung.
Berada dibarisan belakang membuatnya sangat takut, karena para Penebang kayu mengatakan kalau mereka sering berjumpa dengan Harimau dan beruang saat sedang menebang Kayu.
Sore itu awan mulai mendung, rintik-rintik hujan mulai turun. Jalur setapak yang mereka lalui mulai licin dan Zul tertinggal cukup jauh dari rombongannya.
Tiba-tiba hujan deras mulai turun, jalanan setapak berubah menjadi aliran air yang datang dari puncak gunung, sehingga Zul sangat khawatir dan ia mulai kesulitan mengontrol kayu balok yang ia bawa.
“Ya, Tuhan! Apa ini azab durhaka pada orang tua, ya?” gerutu Zul yang mulai menggigil kedinginan dan tangannya mulai kesulitan menggenggam tali tambang-nya.
Namun, Zul merasa ada yang aneh. Dia merasa tanah bergetar, kemudian menoleh ke belakang dan ia langsung tercengang.
“Apakah itu tanah longsor!” gerutu Zul, melepaskan balok kayu yang dibawanya hingga berguling-guling terhempas jatuh ke bawah sana.
Zul, kemudian memegang pohon kayu disampingnya. Tanah mulai bergerak cepat, mulut Zul mulai komat-kamit membaca doa. Namun, Pohon tersebut ikut meluncur dengan cepat, sehingga Zul berteriak histeris.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Nur Tini
Lanjutkan... Mulai menarik thor
2022-07-30
0
Ninik Dwi Rahmawati
up
2022-06-24
0
Buang Sengketa
apanya marga si zul ni
2022-06-23
0