Karena perbincangan dirasa cukup, bu Hartini mempersilahkan Desta kembali ke kamarnya. Gadis itupun segera pamit, dan bergegas pergi menuju gedung lantai dua asrama tempat kamarnya berada.
Meski belum terlalu malam, keadaan sudah sepi, dengan lampu yang menyala disetiap pojok asrama. Jendela-jendela kamar di lantai satu dan dua itu, sebagian nampak dibiarkan terbuka agar angin menyusup masuk, hingga mengurangi rasa panas di ruangan kamar.
Meskipun kadang turun hujan, hawa panas tidak pergi begitu saja, Surabaya adalah kota dengan sifat alaminya yang gerah.
Setelah menapaki tangga penghubung, gadis itu membelok arah kiri dan mengeluarkan kunci dari sakunya, sambil berjalan lambat ke kamarnya yang paling ujung.
Setelah masuk ke dalam, dengan cekatan diraihnya sandal santai sembari melepas kerudungnya. Menuju kamar mandi guna membersihkan diri, kemudian berwudhlu untuk shalat isya.
Rutinitas sebelum tidur telah selesai. Desta membawa tubuhnya naik keatas tempat tidur. Gadis itu merebahkan diri di kasur single bednya sambil mengucap doa sebelum tidur. Lampu kamar yang tadi sudah dia matikan, diganti dengan lampu tidur yang ada di meja, tepat di samping tempat tidur bagian sisi kepalanya.
Suasana kamar yang temaram, kontras dengan warna kulit Desta yang kuning keputihan. Rambut panjang sepinggang bertebaran memenuhi bantal, nampak bersinar memantulkan cahaya lampu di mejanya, matanya yang jernih bersinar nampak berkedip-kedip indah.
Desta sama sekali belum dihampiri rasa mengantuk,pikiranya kembali lagi pada isi percakapanya dengan bu Hartini barusan. Hatinya begitu bimbang, antara mengikuti panggilan seleksi yang jauh diluar kota, ataukah mengejar impianya di kota ini, dan tetap berdekatan dengan yayasan serta bu Hartini.
Wanita 60 tahun, yang bagai ibu kandungnya sendiri. Membesarkan dan membimbingnya, menjadi pribadi mulia dan mandiri bersama anak-anak lainya.
Bisa dia bayangkan bagaimana 18 tahun yang lalu, sehabis tragedi kecelakaan yang merenggut ibu, ayah, serta kakak tercinta darinya. Hingga dia diantarkan oleh pihak kepolisian ke yayasan ini untuk sementara, sambil menunggu saudaranya datang menjemput.
Ibu Hartinilah, satu-satunya orang yang siap memeluk, dan menghibur saat dia menangis ataupun merengek-rengek sedih. Sungguh berat membayangkan jika tiba saatnya, harus pergi dari lingkungan yayasan ini.
Tapi bagaimanapun, saat ini Desta sudah dewasa, mandiri, dan menghabiskan pendidikanya dengan gemilang. Tinggal selangkah lagi, mungkin dia akan menjadi perempuan yang benar-benar mandiri lahir batin, luar dalam.
Jadi masalah angkat kaki dari sini,hanyalah menunggu waktu saja, Destapun tersenyum pasrah dengan kenyataan ini.
"Baiklah bu, aku akan berangkat lusa, mudah-mudahan keputusan ini tepat dan membawa kebaikan bersama, terlebih untuk diriku dan masa depanku. Amin."
Destapun memejamkan mata, dengan hati penuh harapan. Matanya terasa mulai berat, seiring hilangnya beban di hati dan otaknya.
Pagi ini, Desta telah bersiap menemui bu Hartini, guna menyampaikan kesanggupanya untuk berangkat besok. Dia juga ingin mengetahui detail, tentang syarat-syarat dan apa saja yang harus dibawa bersamanya.
Tapi sebelum itu, Desta mengambil sarapan dulu ke dapur umum. Konon dengan perut terisi, segalanya akan menjadi lancar dan mudah.Desta mengambil sedikit sarapan, dan menghabiskanya dengan segera. Kebetulan suasana dapur masih sepi, hanya beberapa anak yang terlihat mengambil jatah makan dengan dilayani seorang petugas dapur.
Biasanya Desta juga kerap memberi bantuan diluar jam piketnya. Untuk anak yang sudah besar, akan menerima jadwal piket. Baik untuk tugas bersih-bersih, ataupun memasak bersama petugas dapur.
Perut Desta sudah terisi cukup amunisi, kakinya melangkah mantap menuju kantor yayasan. Sampai di sana, dilihatnya orang yang dicarinya ada di depan sedang menyirami tanaman.
Melihat kedatanganya, bu Hartini segera mengajaknya masuk kedalam ruan kantornya.
"Bagaimana keputusanmu nak? " Tak sabar bu Hartini ingin mengetahui keputusan Desta.
"Iya bu.. saya bersedia berangkat besok. " jawab Desta sambil tersenyum manis.
Bu Hartini nampak gembira, dan dijelaskannya apa-apa yang mesti Desta bawa. Jika ada kekurangan akan disusulkan melalui jasa exspedisi nantinya. Desta nampak bersungguh-sungguh menyimaknya, lalu mengangguk paham setelah dijelaskan. Gadis itu nampak menulis sesuatu di note HPnya.
Itu biasa dia lakukan agar tidak melewatkan hal-hal kecil yang penting.Setelah dirasa cukup, dirinya undur diri, dan langsung pergi menuju keluar gerbang. Saat melewati pos penjagaan, dianggukkan kepalanya kepada petugas satpam yang menyapanya, sebagai izin untuk keluar.
Desta telah berada disebuah toserba terdekat, segera dipilihnya barang-barang penting keperluan pribadinya. Setelah membayarnya, Desta bergegas pulang, karena sadar waktunya hanya sedikit.
Sampai di kamar asrama, dengan cepat dikemasi dan disusun segala keperluannya ke dalam koper navy mungilnya. Tidak banyak, hanya beberapa potong baju dan kerudung terbaik yang jadi favoritnya.
Segalanya telah beres. Desta berniat menemui Ajeng untuk berpamitan padanya, khaawatir besok tidak lagi sempat bertemu. Tapi kamar itu tersegel dari luar, maknanya Ajeng sedang tidak ada. Iapun kembali ke kamarnya dan berniat mandi, karena sebentar lagi akan adzan dzuhur.
***
Sehabis maghrib, Desta kembali mendatangi kamar Ajeng, namun kamar itu masih terkunci dan gelap. Ah mungkin dia tak akan pulang malam ini, dia menginap di tempatnya bekerja. Ajeng memang telah bekerja di sebuah rumah makan, di daerah Sidoarjo.
Ada gurat sedih di wajahnya, harapan bertemu dengan sahabatnya itu kini telah sirna. Dengan tidak bersemangat, ditujunya dapur yayasan untuk mengambil makan malam. Biasanya Desta akan pergi makan bersama sahabatnya itu.
Menyesal kemarin tidak meminta nomer ponsel barunya, akibatnya sekarang tidak bisa menghubunginya.
Selesai makan, Desta menemui ibu Ranti, petugas dibagian dapur yang senantiasa standby dengan menu-menu masakannya. Menyiapkan hidangan makan seluruh anak-anak yayasan. Desta berpamitan pada bu Ranti, sekaligus minta doa restu agar dimudahkan semua urusanya di Jakarta.
Bu Ranti nampak terkejut, matanya berkaca-kaca sambil mengucapkan doa terbaik untuk Desta. Mereka berpelukan, dan diakhiri cium tangan oleh gadis itu.
Desta tidak ingin berpamitan dengan yang lain, baginya ini hanya kepergian sebentar. Bisa jadi dirinya gagal seleksi dan tidak terpilih, kemana lagi dirinya kalau tidak kembali ke sini bukan?
Orang kaya seperti Mr. Lee, pasti ogah mengurusi orang gagal sepertinya. Sesaat ada harapan gembira saat mengingat dirinya akan kembali. Tapi kemudian sadar, jika dirinya tidak terpilih, mungkin Yayasan ini tahun depan tidak akan mendapat undangan sebagus ini lagi. Tidak, dia harus berusaha maksimal. Jangan sampai bu Hartini kecewa padanya. Nama yayasan ini berada di pundaknya sekarang.
Didekatinya cermin yang menempel di meja belajar, lalu dilepaskan kerudungnya. Desta menatap cermin dengan pantulan wajahnya yang cantik. Disuruhnya bayangan itu agar selalu bersemangat. Tidak ada orang lain saat ini, hanya dengan kedua kakinya sendirilah yang bisa mengubah nasibnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
🌜melody 🌛
karyamu yg lain udah ada beberapa aku baca thor
2023-05-26
1
M akhwan Firjatullah
aku masih nyimak Thor... belum bisa komen yg gimana gitu, pengen nya sih komen gokil tp belum Nemu kata" yg pas .apa belum panas kali y
2022-11-08
1
Shafira Hasna
22 thn,sdh S2 thor.....
2022-05-23
0