2. Seperti Anak Tiri

Happy Reading... 😊

Beberapa hari setelah kepergian Dirga membuat Kia menjadi sedih. Kia berfikir setelah menikah mungkin Kia akan mendapatkan kebahagiaan, tapi ternyata tidak. Setelah menikah Kia malah ditinggal jauh oleh suaminya, bahkan Kia belum pernah merasakan rasanya malam pertama seperti apa karena Dirga belum menyentuhnya sama sekali.

Ditambah dengan kesibukannya, kini Dirga harus benar-benar pergi karena pekerjaannya.

Hari itu suasana dipagi hari, terdengar suara burung yang saling bersahutan diudara. Kia masih mengantuk dan masih ingin meneruskan tidurnya. Tapi saat akan Kia akan menarik selimut tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.

Tok.. tok..

"Kia bangun sudah siang!" pekik Bu Isabel dari luar.

"Iya bu, aku bangun," jawab Kia yang baru saja akan memejamkan matanya, lalu mengucek matanya.

"Jangan mentang-mentang mas Dirga tidak ada dirumah terus kamu bisa malas-malasan ya!" teriak Lia yang tiba-tiba datang dan langsung masuk kedalam kamar Kia.

"Iya Lia maaf, aku kira masih pagi makanya aku tidur lagi," jawab Kia yang langsung bangun dari tempat tidur.

"Lihat jam dong! Jangan seenaknya saja," ujar Lia malas dan melipat kedua tangannya.

"Iya maaf," lirih Kia.

"Sudah cepat turun, cucian sudah menumpuk tuh! Jangan lupa bereskan rumah juga ya!" bentak Bu Isabel yang mulai memperlihatkan sifat aslinya.

"Bukannya ada pembantu bu," jawab Kia.

"Memang ada pembantu, tapi saya mau kamu yang mengerjakan semuanya!" pekik Bu Isabel seperti nenek sihir.

"Ba, baik bu," jawab Kia gagap.

Kia tidak pernah mengira jika ternyata ibu mertua dan adik iparnya ternyata akan bersikap sejahat itu. Baru kali ini Kia diperlakukan seperti itu oleh orang lain. Padahal ini baru beberapa hari Kia menyandang status sebagai seorang istri, tapi kenapa Kia justru merasa seperti anak tiri yang selalu diperlakukan dengan tidak adil. Sedari bangun tidur kia harus mengerjakan pekerjaan rumah yang begitu luasnya seorang diri.

Mulai dari membersihkan lantai, mengepel, bahkan mencuci pakaian ibu mertua dam adiknya, Kia lah yang mengerjakannya. Tidak hanya itu, Kia kini harus memasak didapur. Pembantu yang sebelumnya sudah bekerja sengaja diberhentikan agar pengeluaran mereka tidak terlalu besar. Sebagai gantinya Kia yang harus mengerjakan semuanya. Mau tidak mau Kia harus mengerjakan ini semua.

Sebab Kia sudah tidak memiliki tempat tinggal lagi. Rumah yang ia miliki terpaksa harus ia jual karena untuk biaya hidup. Dirga yang pergi ke luar negeri tidak memberikan uang walau hanya sepeserpun.

"Apa salahku, hingga aku mendapatk cobaan seperti ini Tuhan," keluh Kia disela-sela pekerjaannya.

"Kenapa kamu malah diam hah? Bukannya pekerjaanmu masih banyak?" pekik Bu Isabel yang sedang memperhatikan Kia terdiam. Padahal Kia hanya sedang berisitirahat sebentar saja.

"Tidak bu, maaf saya hanya lelah sebab sudah sejak pagi bekerja," jawab Kia dengan mata yang berkaca-kaca. Rasanya Kia ingin menangis sejadi-jadinya.

Walaupun Kia hidup seorang diri, tapi sebelum menikah Kia merasakan ketenanangan. Tidak ada masalah yang terjadi dan hidupnya baik-baik saja. Tapi setelah menikah mengapa semuanya seperti ini. Apa yang salah hingga Kia harus mendapatkan ujian hidup seperti sekarang ini.

Seandainya orang tua Kia masih ada, pasti hidupnya tidak akan seperti ini.

"Kamu ini ya, malas apa gimana? Makanya kalau punya badan itu diurus! Jangan dibiarkan meral kaya gitu!" pekik Lia yang tidak kalah jahat dengan sang ibu.

Kia yang mendengar hal itu terasa disambar petir.

"Kenapa adik ipar bisa berbicara setega itu?" gumam batin Kia.

"Maaf Lia aku hanya lelah saja, kenapa kamu harus mencaci fisikku?" tanya Kia yang mulai terisak.

"Aku bukan mencaci yah, memang kenyataannya badan kamu besar kan? Seperti gajah!" tegasnya lagi.

Kia hanya terdiam mendengar ucapan adik iparnya. Meski Kia memiliki tubuh yang lebih besar, tapi Kia tidak pernah menggunakan tubuhnya hanya untuk menyakiti orang lain. Bahkan untuk membalas cacian pun Kia tidak ingin melakukan hal itu. Kia hanya bisa pasrah menerima semua hinaan yang orang lain lontarkan kepadanya.

Karena sudah tidak sanggup lagi mendengar ocehan adik iparnya, Kia pun berlari kedalam kamar. Disana Kia hanya bisa terisak, menangisi semua yang terjadi kepadanya.

"Mas Dirga, kamu kapan pulang mas? Aku sangat merindukanmu," lirih Kia yang memandangi foto Dirga dalam pigura.

"Seandainya kamu ada disini, aku pasti tidak akan diperlakukan seperti ini mas," lirihnya lagi hingga ia mengeluarkan bulir bening yang keluar dari matanya.

Kia menangis sejadi-jadinya didalam kamar hingga ia pun tertidur. Tak terasa beberapa jam pun berlalu, Kia tertidur hingga menjelang sore hari. Dan lagi lagi, suara ketukan pintu itu terdengar kembali.

"Kia.. Kia.." teriak Lia dari luar kamar.

"Iya ada apa Lia?" tanya Kia yang baru saja terbangun dari tidurnya dan langsung membuka pintu kamar.

"Cepat masak sana, siapkan makan malam untuk kami!" titah Lia.

"Baik Lia, aku akan mandi dulu," pamit Kia.

"Ya sudah cepet sana!" pekiknya lagi.

Dengan berat hati Kia segera bergegas mandi karena Kia harus segera turun kebawah untuk menyiapkan makan malam. Kia mempersingkat waktu mandinya agar semua pekerjaannya cepat selesai.

Walau rasa lelah mendera tidak membuat Kia menjadi patah semangat. Ia mencoba menjalani hari-harinya dengan penuh tanggungjawab.

Kia memasak sesuai dengan bahan yang ada didalam kulkas. Ditangannya yang ajaib Kia bisa membuat makanan yang enak dan lezat. Tidak butuh waktu yang lama, Kia dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan singkat. Kia langsung menghidangkan semua makanan yang sudah dimasaknya diatas meja makan.

"Semua makanan sudah siap bu," tawar Kia kepada ibunya yang sedang menonton televisi diruang tamu.

Tanpa menjawab Bu Isabel segera bergegas menuju dapur, dan tidak lama Lia mengekor dibelakang Bu Isabel. Melihat ibu mertua dan adiknya yang sudah duduk dimeja makan, membuat Kia segera mengambil kursi dan segera duduk.

"Eh kamu mau ngapain?" tanya Bu Isabel saat Kia akan duduk.

"Saya juga mau makan bu, saya lapar," jawab Kia.

"Enak saja, kamu makannya nanti setelah kami selesai," timpal Lia.

"Tapi.." lirih Kia.

"Tidak usah tapi, tapi.." ujar Bu Isabel yang seperti nenek sihir.

Betapa sakit hatinya Kia saat ia akan ikut makan tapi ternyata ibu mertua dan adiknya malah bersikap seperti itu. Padahal Kia lah yang sudah cape-cape masak dan sejak tadi Kia juga belum memakan apapun. Kia hanya bisa menangis dan bergegas meninggalkan dapur. Sementara ibu mertua dan adiknya malah lahap menyantap makanan yang sudah dimasak oleh Kia.

Tanpa rasa bersalah mereka memakan makanan itu. Tidak ada belas kasih yang mereka rasakan. Kia diperlakukan tak ubahnya seperti seorang pembantu. Kia diperlakukan dengan semena-mena oleh mereka. Mungkin begitulah rata-rata jika kita menikah dengan orang kaya. Kita akan diperlakukan semau mereka.

Entah salah apa yang dilakukan Kia pada mereka. Yang jelas Kia merasa sangat sakit hati menerima perlakuan dari mereka.

"Si gendut enak juga masakannya," celetuk Lia yang sedari tadi makan yang sebegitu lahapnya.

"Iya semua makanan ini sangat enak," timpal Bu Isabel yang tak kalah lahapnya memakan semua makanan yang ada dihadapannya.

Mereka menghabiskan semua makanan yang berada diatas meja dan tidak menyisakan makanan sedikitipun untuk Kia. Yang ada hanyalah nasi saja, itupun hanya sedikit sekali.

"Cepat kamu bereskan, kami sudah selesai makan," ujar Lia yang memerintah Kia.

Kia hanya menganggukan kepalanya dan tidak berkata apa-apa lagi.

Terpopuler

Comments

Masumi Hayami

Masumi Hayami

melar.. bukan meral

2025-01-17

0

Aquilaliza

Aquilaliza

Kasian si Kia. Semangat terus, kak.

2022-02-25

1

🐈"€£! S@",,, P,,,

🐈"€£! S@",,, P,,,

baru 2 eps,,,, nyesek nih kak,,,, jangan banyak2 bawang'ny ya kak,,,, perih nih 👀ku😣😣😣

2022-02-22

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!