Aku Jadi Anak Raja?
Liliana POV
Hai namaku Liliana. Aku remaja yang masih berusia 17 tahun. Diriku berasal dari keluarga yang berada, kedua orang tuaku merupakan seorang pebisnis sukses dan terkenal saat ini. Kehidupanku yang berlimpah akan harta tak membuat diriku merasakan yang namanya kebahagiaan.
Seperti saat ini, aku tengah dikerumuni beberapa orang yang sedang meriasku. Menjadi seorang putri satu-satunya dikeluarga ini menjadikanku sebuah bidak untuk kedua orang tuaku. Memanfaatkan diriku sebagai jalan memperlancar bisnisnya.
Sejak kecil aku dididik dengan keras. Harus bisa melakukan segala sesuatu dengan sempurna. Bahkan aku menyelesaikan semua pendidikanku saat aku masih berumur 15 tahun. Selama ini aku tak pernah merasakan hidup sebagai seorang anak. Aku selalu melakukan apa yang orang tuaku perintahkan.
Dan hari ini pun aku juga menuruti perintah mereka. Entah kenapa aku selalu mengatakan kata iya, atas semua yang mereka inginkan. Hari ini adalah hari pernikahanku dengan anak rekan bisnis ayahku. Tentu saja itu bukan keinginanku. Tapi itulah yang diinginkan orang tuaku. Jika aku menikah dengannya maka ayahku dan rekan bisnisnya bisa menyatukan bisnis keluarga mereka.
Pria yang akan menikah denganku juga anak tunggal. Karna itulah kedua orang tua kami memutuskan menikahkan kami berdua agar nanti dapat mewarisi bisnis mereka. Tanpa mereka mengetahui perasaan kami masing-masing.
Seperti beberapa hari yang lalu, saat aku sedang pergi ke taman lebih tepatnya kabur untuk mencari ketenangan diri aku melihatnya bersama dengan gadis lain. Sedang bercanda gurau dan bermesraan layaknya sepasang kekasih. Dan saat itu pula aku baru sadar semua yang orang tua lakukan tidak sepenuhnya benar ataupun salah. Benar karna mereka ingin yang terbaik untuk anaknya. Salah jika mereka memaksakan keinginannya pada anaknya.
Akhirnya satu jam pun terlewati dengan diriku yang telah selesai dirias. Tampak beberapa pasang mata berbinar menatapku tak percaya. Entahlah.. Mungkin mereka berpikir jika pekerjaan yang sudah mereka lakukan saat ini sangat baik, hingga membuat mereka kagum dengan hasil bakatnya sendiri. Dengan seenak jidatnya menyentuh wajahku.
Beberapa dari mereka mengatakan kekagumannya pada diriku dan sebagian lainnya hanya menunjukkannya lewat ekspresi wajah. Setelah momen dimana mereka melihatku, aku disuruh mematut diri didepan kaca. Akupun melihat pantulan diriku pada kaca dan menurutku biasa saja.
Ilustrasi
Aku memang tak terlalu tertarik dengan segala jenis ***** bengek yang digunakan untuk merias wajah. Bagiku itu merepotkan sekaligus membosankan. Entah bagaimana semua orang suka sekali menghabiskan waktunya untuk duduk berlama-lama didepan cermin hanya untuk membuatnya menjadi pusat perhatian kaum adam.
~Di lain tempat~
Di atap sebuah gedung terlihat seseorang berpakaian hitam sedang memandang keramaian kota dari atas sana. Tangannya menggenggam sebuah buku berwarna hitam dengan lambang matahari dan bulan sabit.
Tapi pandangannya berhenti ketika melihat beberapa orang seperti tengah mengerumuni sesuatu di sana. Tiba-tiba buku yang digenggamnya bersinar memancarkan cahaya kuning. Dia membuka buku itu dan...
'Ah.. Sepertinya takdirnya berubah' gumamnya dalam hati.
Tak berselang sama seseorang berpakaian serba putih muncul entah dari mana yang sekarang ini sudah berada disamping orang berpakaian hitam. Dan hal itu sukses mengejutkannya.
"Apa-apaan kau mengejutkanku seperti ini?! Bagaimana jika nanti aku jantungan?.."ucapnya ketus setelah dikejutkan.
"Kau itu seorang dewa, tak mungkin akan jatungan. Lagipula kau sendiri yang apa-apaan?.. Padahal pekerjaanmu banyak kenapa kau malah nokrong disini?.." balas orang berpakaian putih dengan santai.
"Siapa yang nongkrong? Bahkan aku tidak duduk sama sekali bagaimana bisa kau menyebutku sedang nongkrong?! jawabnya dengan kesal.
"Hahaha.. Lalu itu apa?" sambil mengarahkan jari telunjuknya orang berpakaian putih itu berkata. Tangannya mengarah ke bawah tepat di tempat kerumunan tadi.
"Dia tidak meninggal.. Takdirnya berubah.. Dia selalu saja mengubah takdir sesuka hati aishh.."keluhnya dengan menatap buku digenggamannya.
"Dan kenapa kau juga ada disini seharusnya kau duduk saja dikursimu sambil bersantai?"sindiran balasan dilayangkan oleh seseorang berpakaian hitam.
"Aku disini karna perintahNya. Kalau bukan mana mau aku meninggalkan kursi kesayanganku itu.." tukasnya sambil tersenyum menyeringai.
"Memang apa perintahNya?" dengan cuek orang berpakaian hitam bertanya.
"Dia memerintahkanku menemuimu untuk mengubah takdir seseorang.." ucap serius orang berpakaian putih.
Mereka berdua saling menatap dalam diam. Kemudian mengangguk bersama seketika mereka berdua telah menghilang dari tempat itu.
~Di gedung pernikahan~
Liliana POV
Aku tengah berjalan mengambil minuman diluar kamar. Sebenarnya aku tidak diizinkan untuk keluar dari sini. Tapi mau bagaimana lagi aku haus dan tak ada seseorang pun disini. Jadi kuputuskan untuk mengambil minum sendiri.
Disaat aku berjalan ke sebuah ruangan aku mendengar sesuatu. Sebuah suara mengejutkanku bukan karna suaranya yang terlalu keras tapi kalimatnya yang membuatku mematung seketika.
"Bunuh atau racuni saja dia aku tidak peduli.. aku hanya tidak mau kau menikah dengannya!.. Hiks hiks"
"Sudahlah jangan menangis Cila.. Aku juga tidak tahu harus bagaimana"
"Pokoknya aku tidak mau kau menikah dengannya!"
"Pelankan suaramu nanti ada orang yang dengar!.. Baiklah aku akan menaruh racun diminumannya supaya bisa meracuninya sekaligus membunuh dirinya oke? Tapi bukan hanya dirinya melainkan juga keluarganya. Agar nanti bisnis dan harta keluarganya bisa aku ambil alih" sambil menyeringai
"Benarkah?" matanya berbinar.
"Iya benar.. Jadi tenanglah aku sayang padamu.. Hanya dirimu"
Mereka berdua kemudian berpelukan mesra. Aku yang sudah sadar dari terkejutanku langsung bergegas pergi meninggalkan mereka.
Perasaan marah mulai menghampiriku. Baru pertama kali ini aku merasakan kemarahan yang begitu kuat. Bukan karna sebuah penghianatannya terhadap diriku. Tapi karna sebuah kelicikan dan kejamnya perilaku yang akan mereka lakukan terhadap keluargaku.
Memang aku jarang mendapatkan kasih sayang dari keluargaku bahkan hampir tak pernah. Tapi aku tahu mereka sangat menyayangiku. Dengan mendidikku agar menjadi seseorang yang mandiri dan tidak tergantung pada orang lain.
Aku berjalan dengan cepat tanganku menggenggam erat seakan menyalurkan segala emosiku yang memuncak. Aku terduduk pada sofa yang ada di kamarku. Aku berpikir keras apa yang harus kulakukan sekarang. Terdiam cukup lama dengan pikiran yang kalut, aku tak menyadari kedatangan ayah dan ibuku.
Ayah mengelus kepalaku membuatku mendongak melihatnya. Dia tersenyum tulus. Senyuman hangat dan tulus pertama yang pernah aku dapatkan selama hidupku. Ayah tampak berbeda dari biasanya. Biasanya dia akan terlihat dengan raut wajah kaku dan serius. Tapi kali ini dia menampilkan sebuah senyuman yang membuatku merasa nyaman.
Entah kemana perasaan marah dan emosiku yang memuncah tadi. Aku tidak tahu, yang aku tahu aku tengah merasa bahagia bisa melihat senyuman itu.
"Lili apa kau merasa gugup?" tanya ibuku dengan ramah juga senyuman manis yang ditampilkannya.
Aku memandangi mereka berdua, kenapa baru sekarang mereka memperlakukanku seperti ini?. Kenapa baru sekarang aku merasakan perasaan bahagia seperti ini?. Kenapa baru sekarang memberiku senyuman hangat dan manis yang membuatku merasakan bahagia untuk pertama kali?. Disaat aku benar-benar putus asa, dan memutuskan sesuatu yang akan membuatku kehilangan masa-masa seperti ini.
Perasaanku serasa berteriak tidak terima dengan semua ini. Namun aku tidak bisa melakukan banyak hal. Aku hanya bisa menerima ini semua. Melakukan yang terbaik untuk orang tuaku. Aku menyayangi mereka. Yah aku menyayanginya sangat.
Mataku mulai memanas karna perasaanku yang bergejolak. Aku mulai berusaha menenangkan diriku. Berusaha terlihat baik-baik saja.
"Tidak ibu.." jawabku sopan.
"Putri ayah memang hebat.." puji ayahku dengan senyum yang masih terpatri dibibirnya.
"Maafkan kami jika selama ini kami mendidikmu begitu keras. Kami hanya ingin putri kami menjadi seseorang yang kuat dan tidak lemah. Dunia ini sangat sulit dilalui oleh orang yang lemah.. Kamu mengerti kan apa yang ibu maksud?" katanya sambil memelukku sayang.
"Aku mengerti.. Bisakah aku meminta sesuatu pada kalian?"ucapku sambil melirik ayah dan ibu.
"Apapun ayah akan melakukannya untuk putri ayah.." sambil ikut memelukku
'Maafkan aku ayah, ibu... Ini adalah permintaan terakhirku agar bisa menyelamatkan kalian.. Terima kasih untuk semua yang kalian berikan dan lakukan untukku. Aku menyayangi kalian'
"Biasakah ayah dan ibu memberikan minuman yang diberikan oleh Erick untuk kalian.. padaku tanpa dia tahu?"cicitku bersuara.
Ayah dan ibuku saling berpandangan. Entah apa yang mereka pikirkan tentang permintaanku. Tapi aku tahu mereka pasti merasa aneh dengan hal yang menjadi permintaanku itu.
"Memangnya kenapa Lili?"sepertinya ibu yang paling penasaran dan menanyakannya langsung.
"Tidak apa-apa bu.. Hanya saja aku sangat menyukai minuman yang dibuat sendiri oleh Erick.. Jadi bolehkan?" dengan wajah polos aku bertanya.
Dan mereka mengangguk sambil tersenyum seraya memelukku erat seakan tak ingin kehilangan diriku. Aku hanya bisa tersenyum kecut didalam dekapan itu. Disaat aku mulai merasakan kebahagiaan, tapi kenapa begitu cepat pula aku kehilangannya.
Apakah belum cukup selama 17 tahun hidupku penuh dengan namanya kesepian?. Apakah Tuhan masih ingin memberiku cobaan? ataukah Dia ingin bergurau dengan takdirku?. Entahlah yang pasti aku hanyalah seorang makhluk ciptaannya yang lemah dan tak berdaya dibandingkan dirinya. Aku hanya bisa mencoba untuk menerima semua yang telah ditakdirkannya padaku.
~Didepan gedung pernikahan~
"Kenapa kita disini?"tanya orang yang berpakaian serba hitam bingung.
"Kita akan menikah.." orang berpakaian serba putih menjawab cuek.
"Aish... Hiii aku masih normal tahu! Kita kan sama-sama pria. Lagipula aku kan dewa kematian paling ganteng dan keren masak mau nikah sama dewa reinkarnasi nggak mungkinlah!!" teriaknya keras.
Dewa reinkarnasi menghentikan langkahnya dan menatap dewa kematian disampingnya dengan tatapan tajam juga menusuk. Membuat nyali dewa kematian menciut hanya dengan sorotan matanya.
'Kenapa dia sangat menyeramkan sih' pikir dewa kematian.
Mereka melanjutkan perjalanan dalam diam dan tenang. Tak ada yang menyadari keberadaan mereka. Mereka tak bisa terlihat oleh manusia yang masih hidup kecuali mereka menunjukkan diri dengan sukarela.
Dan disinilah mereka. Didalam sebuah ruangan sambil melihat pemandangan yang mengharukan dari sebuah keluarga. Dewa reinkarnasi hanya tersenyum misterius melihat mereka. Dan dewa kematian hanya menatap bingung ke arah temannya dan keluarga yang sedang berpelukan itu bergantian.
Liliana POV
Sekarang aku sedang duduk menyendiri setelah ayah dan ibu pergi untuk menemui para tamu undangan. Aku sedang dilanda rasa cemas. Lalu terdengar beberapa kali ketukan pintu yang kemudian menampilkan seorang pelayan sedang membawa dua gelas minuman. Dia berjalan menghampiriku.
"Nona saya membawakan minuman yang diberikan oleh nyonya dan tuan besar untuk anda. Mereka berkata ini adalah minuman yang diberikan oleh Tuan Erick seperti yang anda minta" ucapnya dengan sopan.
"Terima kasih kau boleh pergi sekarang" balasku sambil memperhatikan dua gelas minuman berwarna merah itu di atas meja.
Sepeninggal pelayan tadi aku masih saja menatap diam minuman dihadapanku ini. Rasa takut dan cemas mulai menghampiriku. Namun semua itu tak akan bisa mematahkan keputusanku saat ini.
Perlahan kuambil satu dari dua gelas yang ada. Kutatap sebentar cairan berwarna merah yang ada ditanganku. Setelahnya aku mendekatkan gelas itu pada bibirku. Tapi sebelum gelas tadi menyentuh bibirku, ada sesuatu yang mendorong tanganku kesamping hingga gelas itu pecah.
Aku yang terkejut pun secara reflek langsung berdiri menatap pecahan gelas yang telah hancur. Keramik dengan bahan terbaik berwarna putih kini berubah menjadi merah karna tumpahan dari minuman.
"Apakah menurutmu dengan membunuh dirimu sendiri lalu kau bisa mati dan bahagia?"
Sebuah suara mengintrupsiku dan berjalan kearahku. Aku hanya memandang bingung pada dua orang itu. Berpakaian serba hitam dan putih. Batinku merasa aneh dengan kehadiran mereka berdua.
"Siapa kalian?"kataku sambil memicingkan mata pada keduanya.
Orang yang berpakaian serba hitam menatapku dengan pandangan yang tajam serta aura yang membuatku merasa tidak nyaman. Sedangkan orang yang berpakaian serba putih hanya tersenyum yang menurutku senyuman itu aneh.
Mereka berdua semakin mendekat padaku. Aku yang merasa terancam akhirnya berusaha untuk menghindar. Bukannya aku tidak berani melawan atau berteriak. Walaupun aku bisa melawan dengan ilmu bela diri yang aku kuasai atau semacamnya tapi aku merasa mereka bukanlah orang biasa.
Apalagi saat ini aku tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhku. Aku seperti sebuah patung yang tidak bisa bergerak sekarang. Bahkan saat ini aku ingin mengucapkan sesuatu pun aku juga tidak bisa.
Kedua orang itu saat ini tengah berada di depanku. Aku merasa takut dan bingung secara bersamaan.
'Apa yang harus aku lakukan sekarang?.. Apa yang sebenarnya mereka lakukan padaku?' batinku bingung.
"Aku adalah dewa reinkarnasi dan temanku yang menyeramkan ini dia dewa kematian" ucap serang berpakaian serba putih memperkenalkan dirinya sebagai dewa reinkarnasi.
"Aku tidak menyeramkan asal kau tahu.. Dan jika kau bertanya kenapa kami berada disini.. Kami akan memberikanmu hukuman atas apa yang baru saja kau lakukan. Kau tahu membunuh diri sendiri itu bukanlah hal yang benar dan malah sangat buruk kau bisa masuk ke dalam neraka selamanya." dewa kematian mencerahamiku.
"Tapi kali ini aku masih memberimu sebuah kesempatan yang jarang bahkan hampir tidak pernah ada. Kami akan memberimu kesempatan kedua." lanjutnya.
Dewa yang mengklaim dirinya sebagai dewa reinkarnasi menatap tak suka pada temannya yang tengah berbicara. Dan yang ditatap hanya mengerlingkan sebelah matanya sebagai tanggapannya.
"Jika kau bisa melewati hukuman yang kami berikan kau tidak akan masuk ke dalam neraka dan bisa hidup dengan lebih baik.." Dewa reinkarnasi menimpali dengan raut wajah serius.
Tanpa meminta persetujuanku terlebih dahulu, mereka pergi membawaku melewati sebuah cahaya putih yang mereka ciptakan.
~Di sebuah taman ~
"Apa-apaan penjelasanmu tadi?! " geram dewa reinkarnasi pada orang di sampingnya.
"Memangnya kenapa?"tanya dewa kematian dengan bingung.
"Kenapa kau tidak mengatakan yang sebenarnya jika memang takdirnya akan berubah bukan malah mengatakan itu hukuman untuknya?!" dengan nada yang masih sama dewa reinkarnasi berucap.
"Jika aku mengatakan yang sebenarnya apa kau yakin dia akan menerimanya begitu saja, itu tidak mungkin!.." jawabnya berusaha membuat dewa reinkarnasi mengerti.
"Setidaknya kita harus jujur padanya.."pasrah dewa reinkarnasi kemudian sambil menatap seorang gadis yang terbaring nyaman di atas rumput dan bunga yang sedang mekar. Temannya itu memang sangat keras kepala. Tapi apa yang dikatakannya ada benarnya. Jadi dia hanya bisa menurutinya. Entah hukuman apa yang akan diterimanya nanti.
"Percayalah padaku.. Tugasmu pasti berjalan dengan baik" kata dewa kematian menyemangati dewa reinkarnasi sekaligus temannya sambil menepuk bahunya.
To be countinue...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Nikodemus Yudho Sulistyo
pendekar topeng seribu mampir.
2021-03-29
0
Priska Anita
Like dari Rona Cinta sudah mendarat disini 💜
2020-08-05
0
sakura bica
ceritanya bagus kak, mampir di novelku ya, deliverance love.
2020-06-13
1