Gedung tinggi nan besar tengah di tatap gadis muda berkacamata. Merenung tak percaya ketika kakinya dapat menginjak area kampus elit itu takjub. Mendongak untuk melihat tulisan besar di depannya.
UNIVERSITAS BARATA
Ga percaya bisa kuliah di kampus ini, Papa emang the best.
Gadis itu bergumam riang sembari berjalan melewati para mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu lalang tak terkendali. Diam-diam memperhatikan diri yang tidak mencolok. Tak ada yang menatapnya atau terpesona dengan penampilannya. Penampilan mereka yang jauh di atas dirinya. Brand terkenal begitu melekat di tubuh mereka. Itu pasti, karena kampus elit itu terkenal dengan muridnya yang berasal dari keluarga kaya bahkan konglomerat.
Sedangkan dirinya hanya gadis lugu yang dulu hidup enak kini menjelma menjadi gadis biasa tak berarti.
Bisa masuk ke Kampus sebagus ini papaku harus berjuang.
Lupakan itu, sekarang kelas yang di tuju sudah di depan mata. Tak terasa berjalan dengan mata tak fokus menggiring dirinya ke depan kelas tempatnya menuntut ilmu.
Empat tahun menunggu untuk ini. Sekarang aku harus membuktikan kalau aku bisa,
Si gadis berkacamata menarik napas panjang, memasang senyum merekah bersiap menyapa kawan-kawannya yang sudah duduk rapi di dalam kelas.
"Selamat pagi."
Seorang wanita matang dengan pakaian serba mini menoleh. Mengangguk meminta dirinya untuk masuk.
Sedangkan murid yang lain hanya diam memperhatikan kedatangan si gadis berkacamata. Mencibir penampilan si gadis dengan tatapan tak suka.
"Si cupu!" Celetuk mahasiswa laki-laki yang ada di barisan ke tiga. Alhasil yang mendengar semuanya tertawa termasuk si dosen.
Hahahaha...
"Sudah...Sudah.. Ayo perkenalkan namamu?" pinta Ibu Dosen itu sembari menahan tawa.
Si gadis berkacamata mengangguk patuh. maju dua langkah dengan malu-malu. Menahan rasa sakit hati setelah di perlakukan tidak baik. Penyambutannya amat buruk.
"Perkenalkan namaku-
"Miss! Beri dia pengeras suara! Kami bahkan tidak bisa mendengar suaranya." Teriak lagi murid yang lain. Di susul suara riuh dari semua mulut para murid.
"Apa kamu belum makan?" Tanya Ibu Dosen. masih tetap berdiri di mejanya.
"Sudah Miss." Jawabnya pelan.
"Baiklah. Sekarang perbaiki nada suaramu." Titah Bu Dosen.
Si gadis berkacamata mengangguk lagi membuka mulut seperti orang yang berteriak.
"Namaku Suri. Mohon bimbingannya."
Seketika semua orang yang ada di dalam ruangan itu diam membisu, sedangkan si ibu Dosen nampak kebingungan ketika Suri memperkenalkan diri. Segera keluar kelas membawa wajah pucat dan pergi meninggalkan Suri yang nampak kebingungan. Memperhatikan semua teman-temannya yang juga diam menatapnya kosong.
Ada apa? Apa mereka tidak menyukai namaku?
Cukup lama Suri berdiri dan Bu dosen tak juga kunjung datang. Suri memberanikan diri untuk berjalan melewati para mahasiswa yang kini diam membisu. Diam-diam menatapnya datar. Tak ada lagi cibiran atau cemoohan seperti tadi. Suri tak ambil pusing, mungkin sekarang mereka sudah puas memberinya sambutan buruk.
Bangku kosong yang ada di barisan kelima Suri duduki. Mencoba acuh ketika mata para murid menatap lagi. Suri membuka tas yang di bawa dan mulai mengeluarkan buku.
Murid yang ada di belakang dirinya mengayunkan tangan dan menepuk pundak Suri. Suri menoleh menatap gadis muda mungkin seusianya.
"Apa kamu tidak tau tentang kampus ini?"
Suri mengerutkan kening karena bingung.
"Yang aku tau, kampus ini bagus."
"Bukan itu?" Ucap si gadis itu tak percaya. Menatap Suri seperti gadis yang malang.
"Lantas?"
Apa yang tidak aku tau tentang kampus ini. Selain bagus dan mahal.
"Namamu begitu mencolok." Kata si gadis cantik itu.
Suri mengangguk. "Memang namaku tak cocok di kota besar dan moderen seperti kota ini." ucapnya lemas..
Nama Suri di berikan sang ibu ketika dirinya lahir, dulu Mamanya bercerita bermimpi di datangi wanita amat cantik dan mengelus perutnya, wanita itu mengatakan.
"Dia akan seperti ku, Suri namaku."
Suri Anak perempuan pertama yang cantik jelita dan taat akan Tuhan.
Nama itu benar-benar di sematkan padanya, berharap membawa keberuntungan di kemudian hari. Nama unik itu membuahkan hasil. Suri lahir menjadi anak perempuan yang cantik, pintar dan baik hati, Kedua orangtuanya amat bahagia ketika dirinya lahir.
Suri tersenyum ketika mengingat cerita itu dan ingin sekali lagi mendengarnya.
Nanti Suri liat Mama.
"Hey,"
"Iya." Suri terperanjat.
"Kamu akan menyesal-
"Suri, mari ikuti saya." Tiba-tiba suara Bu Dosen terdengar. Suri dan si gadis tanpa nama itu menoleh di ikuti semua murid yang lain, menatap Bu Dosen yang setia berdiri di ambang pintu kelas.
"Menyesal kenapa?" Tanya Suri sembari beranjak bangun.
Si gadis itu menggeleng kemudian kembali fokus menatap ponselnya.
Suri berjalan bersama Bu Dosen. Masuk kedalam ruangan tanpa mempertanyakan mengapa dirinya di minta untuk menghadap petinggi Kampus.
"Silakan duduk." Titah Bu Dosen.
Suri merasa terintimidasi dengan tatapan orang-orang di dalamnya. Kenapa mereka sangat senang menatapnya seperti manusia udik dan kampungan pikir Suri.
Suri duduk berhadapan dengan pria tua pastinya petinggi kampus.
Seperti pernah melihat? Tapi siapa?
Batin Suri bertanya sesaat seperti pernah melihat siapa gerangan laki-laki tua itu.
Astaga, profesor Anderson, jadi dia.
profesor Anderson adalah seorang dosen yang sudah mempunyai nama besar. Dan ternyata dia menjadi pengurus kampus Barata. Salah satu Universitas terbaik di kotanya.
Suri celingukan menatap ke empat orang yang tengah mengelilingi dirinya. Menatapnya tanpa kata sampai suara langkah kaki berirama terdengar.
"Di mana Gadis itu?"
Seorang pria tua lainnya datang membawa wajah berbunga dan damai. Tersenyum penuh kemenangan ketika melihat Suri.
Itukan Tuan Diki pemilik kampus ini?
Pikir Suri, Masih menatap si pria tua tak percaya.
Suri tidak tau apa yang tengah terjadi, dirinya sibuk menatap laki-laki seumuran ayahnya. Mengabaikan pembicaraan antara semua orang yang ada di ruangan besar itu.
"Bagaimana orangtuanya? apa sudah di hubungi?" Bisik Tuan Diki kepada pengurus kampus.
"Sudah Tuan. Sebentar lagi mereka Sampai."
Belum juga Tuan Diki mengajukan pertanyaan lain. Pintu kembali di buka.
Semua menoleh termasuk Suri.
Seketika Suri tersadar dari lamunan. Mengerutkan kening ketika sang ayah datang dengan tergesa-gesa bersama wanita cukup matang.
Papa, Mama mereka datang. Tapi kenapa?
"Apa yang terjadi? Kenapa kami di minta datang?" Ayah Suri menjabat tangan semua orang di ikuti sang istri yang senantiasa mendampingi.
"Silakan duduk, Tuan." Titah Tuan Diki.
Kedua orang tua itu duduk mengapit Suri yang masih diam kebingungan.
"Pa, ada apa ini? Suri tidak membuat kesalahan." Bisik Suri tak enak. Apalagi melihat wajah lesu sang ayah. Sedangkan wanita yang ada di sampingnya hanya diam saja.
"Papa, juga tidak tau sayang." Balas sang ayah.
"Tuan kris, Saya akan memberikan anda uang yang banyak, asal Anda mau memberikan putri Tuan untuk saya nikahkan dengan putra kedua saya!"
Tanpa basa-basi, Tuan Diki mengutarakan maksud dan tujuannya. Jelas hal itu membuat ketiganya melongo mendengar kalimat yang baru saja di lontarkan pria tua di hadapan mereka.
"Satu triliun? Maka kami akan memberikan putri kami."
"Deal!"
"Mama!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
yanti auliamom
Mamaaa... ampuun. malah jual anaknya.
Tmang takdirmu Suri...
Next Thor 😉😍
2022-02-18
2