Gadis cantik berambut bergelombang sepunggung melangkahkan kakinya memasuki sebuah rumah mewah, dia Bianca.
"Dari mana, Lo?"
Bianca memberhentikan langkahnya kala mendengar perkataan seseorang, dia Giandra.
"Bukan urusan lo, Kak!"
"itu urusan gua! karna lo udah jadi adek gua!!"
"Adek? bukan nya lo nggak suka ibu gua nikah sama papa lo? kenapa sekarang lo, sewot?" sinis Bianca. Yah, Bianca dan Giandra adalah saudara tiri. seminggu yang lalu ayah Giandra -KEIVAN BENJAMIN- menikah dengan LARASTIA -ibu Bianca- sejak itulah mereka berdua bersaudara tiri.
"Kalian kenapa sih? kenapa kalian nggak bisa akur? hah?" decak William penuh amarah saat mendapati adiknya yang sedang beradu mulut dengan adik barunya itu.
"Kakak tanya aja sama, Dia!" geram Giandra menunjuk wajah Bianca dengan dagunya, Bianca hanya mendengus kesal menatap tajam ke arah Giandra.
"Bianca!" sahut William menuntut penjelasan dari adik tirinya itu.
"Ish, apa sih? salah Bianca lama pulang? yah suka-suka Bianca!" terangnya penuh amarah.
"Itu salah, dek. seharusnya pulang sekolah lo harus langsung pulang ke rumah, paham?" tegur William, ia ingin Bianca menjadi wanita yang penurut.
"ck, kakak William sama kak Giandra sama aja. Bianca kesel." jeritnya tersulut emosi, Bianca berlari meninggalkan kedua kakak tirinya itu, menaiki tangga dan memasuki kamarnya membanting pintu dengan sangattt...Keras.
Giandra hanya menggelengkan kepala melihat tingkah labil adik tirinya itu, "Ck, udah lah kk. nggak usah di urusin biarin dia gitu, itu urusan dia." sergah Giandra saat merasakan pergerakan kakaknya yang berniat menyusul Bianca.
"Tapi! dia perempuan, Gra. kalau dia gini terus dia bisa rusak." resah William, Giandra tak habis pikir dengan kakaknya, sebesar itu rasa sayangnya sama adik tiri yang baru masuk di kehidupan keluarga mereka? Ck, sudah lah.
Giandra memilih bungkam dan meninggalkan William yang masih berdiri setia di sana dengan pandangan kosong.
...----------------...
gadis berkulit putih sedang asyik duduk di sebuah taman yang terletak di belakang rumahnya, dengan tangan yang setia memegang gitar akustik miliknya. gitar? iya gitar. nggak tahu kenapa waktu itu ia membeli gitar, padahal dia tidak tahu cara memainkannya, gadis itu adalah Eyla.
"Cara main gitar gimana sih." gumamnya bertanya-tanya, dengan asal gadis itu memetik-metik tali gitar akustik miliknya. waktu sudah menunjukan pukul 22.15 sudah sangat malam tapi, entah mengapa gadis itu hanya ingin sendiri. terlihat dari tangannya yang memainkan gitar asal sudah bisa menunjukkan bahwa dia berada dalam masalah, sampai tangan seseorang memegang bahunya membuatnya terkejut, dia Sehren -ibunda Eyla- terlihat wanita paruh baya itu juga resah melihat putrinya.
"Kenapa belum tidur, Hm?" Tanya wanita paruh baya itu pada anak semata wayangnya dengan lembut.
Eyla menatap intens sang ibu."Hm, nggak mood."
"Masih kepikiran perkataan bunda?"
Eyla tak bergeming.
"Maafkan bunda, sayang. tapi ini yang terbaik buat kamu! dengan kamu menikah ibu tidak perlu khawatir." jelas Sehren pada putrinya itu.
"Apa perlu? Eyla masih sekolah, Eyla mau sekolah." tekannya.
"Pernikahan ini nggak akan menganggu keinginan mu itu, nak. dengan kamu menikah kamu memiliki pelindung." terang sang ibunda.
"Terserah ibu, aja. Eyla mau tidur." gumamnya bergegas pergi meninggalkan Sehren yang masih diam membisu menatap kepergian Eyla.
"Maafkan ibu sayang! maaf. tapi ini sudah perjanjian awal ibu dan ayah." lirih Sehren.
di kamar bernuasa biru langit, gadis yang kerap di sapa Eyla itu meringkuk memeluk lututnya.
"Kenapa harus? kenapa? Eyla nggak mau di jodohin, nggak mau." gumamnya, lapisan bening sudah memenuhi mata indah itu, sedetik kemudian lapisan bening seperti kaca itu pecah membasahi pipinya.
"Eyla udah nggak di sayang, ayah. bunda mau jodohin Eyla, Eyla nggak mau ayah." lirihnya pilu. "Eyla nggak bisa, Ayah. mana bisa Eyla hidup dengan Pria yang Eyla tidak cintai." sambungnya kini suara yang terdengar lirih itu tergantikan dengan isakan tangis yang pilu.
Di malam hari yang sepi di kamar bernuasa biru langit itu, Eyla menangis. Bulan dan bintang malam ini lah yang menjadi saksi bisu, sakitnya menerima kenyataan.
...----------------...
Awan mendung pagi ini mambawah udara sejuk yang terasa dingin, Eyla yang masih tertidur pulas tak enggan membuka mata. rasa dingin yang menyeruak masuk ketulang belulangnya sudah cukup membuatnya malas.
Suara langkah mulai terdengar, enzel pintu pun mulai terbuka.
ceklekk...
"Eyla? bangun yuk! sarapan habis itu siap-siap ke sekolah." sahut Sehren membangunkan Eyla dengan lembut, wanita paruh baya itu mengelus dengan sayang kepala putrinya yang terlihat masih tertidur pulas.
"Eyla? ayo bangun!"
Masih belum ada pergerakan dari gadis mungil itu.
"Eyla bangun! ntar telat gimana?" untuk ketiga kalinya suara Sehren terlontar di kamar biru langit itu.
Sedetik kemudian mata Eyla mulai mengerjap dan terbuka sempurna," ibuu..." gumamnya.
"Ayo bangun sayang!" ujar Sehren seraya membantu putri semata wayangnya itu untuk bangun.
"Ibu... Eyla nggak mau di jodohin." mata Eyla belum terbuka sempurna namun kata-kata itu begitu saja lolos dari bibir mungil itu.
Sehren mengembuskan nafas kasar, " Bangun, Ayo!" ujarnya, setelah tubuh Eyla sudah terkumpul sepenuhnya Sehren pergi dari kamar milik putrinya itu. bukannya marah! hanya saja wanita paruh baya itu merasa hatinya teriris mendengar penolakan putrinya, bukannya memaksa! namun perjodohan ini memang sudah di atur oleh kedua pihak sejak Elya masih berusia 7 tahun, saat Almarhum ayahnya masih hidup.
Eyla menatap penuh harap punggung ibunya yang sudah bergerak menjauh," Sepenting itu perjodohan ini sampai-sampai ibu tak bisa membatalkannya?" lirihnya.
25 menit berlalu, Eyla sudah siap dengan seragamnya. tadinya gadis itu berniat untuk sarapan dulu, namun ia mengurungkan niatnya itu dan memilih untuk bersiap-siap dahulu.
Di meja makan sudah ada Sehren yang menunggunya, Eyla memilih duduk di hadapan sang ibu, kursi yang dulunya tempat sang ayah.
"Makan lah! selepas ini pergilah ke sekolah, ibu sudah menyuruh pak Yono untuk mengantarmu." ucap Sehren, ia ingin berdiri dan pergi dari meja makan, namun di cegah Eyla dengan cepat.
"Ibu nggak sarapan? apa ibu mau menghindar dari Eyla? kenapa ibu sangat takut jika Eyla berbicara tentang perjodohan itu?" tanya Eyla membabi buta membuat Sehren mendengus kasar.
"Karna...ibu nggak butuh penolakan dari kamu! perjodohan itu harus tetap terjadi! dan itu adalah keinginan Almarhum Ayahmu." jawab Sehren dengan satu tarikan nafas.
Deggg...
"Ayah? tapi kenapa? " Batin Eyla bertanya-tanya.
Sehren meninggalkan putrinya itu sendiri di meja makan, tampak dari wajahnya Eyla masih menerka-nerka. dia tahu betul Ayahnya tak seperti itu, tapi kenapa? Ibu bilang ini keinginan Ayah? apakah benar?
Eyla menghempas kasar tubuhnya pada kursi yang berada di bawahnya," Arggghhh, gue benci kehidupan iniiiiii."Teriaknya histeris, tak lama cairan bening membasahi pipi tirus dan putih miliknya.
...----------------...
hallo^o^
**ketemu lagi dengan ku>_<
author termanisss seindonesiaʕ•ﻌ•ʔwkwk (canda yelah):)
makasih yah buat kalian yang udah setia ngebaca aku sayang kalian≥3≤
^^^^^^salam hangat ^^^^^^
^^^...marr*****...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments