Pov Batari
Setelah kejadian di intip Ibu sama Wulan, waktu itu. Aku sama Riki semakin dekat, entah lah yang jelas kini Riki jadi suka antar jemput aku setiap ke toko. Kadang juga ia mengajak aku makan, kadang ikut ke cafe nya selepas dari toko. Yang mengakibatkan aku pulang telat.
Lastri sering banget mewanti-wanti aku, agar aku bersikap biasa saja jangan terlalu percaya.
Lastri bilang Riki itu aneh, tiba tiba mendekati ku. Sebenarnya aku juga merasa seperti itu, aneh. Tapi dari rasa aneh dan bahagia yang aku rasa, masih lebih banyak rasa bahagianya.
Jadi aku berusaha untuk menepis nya. Lagian kalau mau memanfaatkan aku, apa nya yang mau di manfaatkan dariku lemak?
Seperti malam ini, malam ini malam minggu, Riki ngajak aku pergi ke cafe nya, tapi ibu melarangnya, karena ibu akan kondangan dengan Wulan, dan Lintang di rumah sendirian tidak ada teman.
Sebenarnya ibu ngajak nya aku, tapi aku males kalau ke kondangan sama ibu, aku suka di kira kakak nya. Untung kakak nya coba aku kalau aku di kira ibunya, pergi aku dari rumah ibu haha nggak deng.
Kini aku sedang menemani Lintang nonton Tv, tapi aku sibuk dengan hape ku. Chating an dengan Riki ku, hihi. Iya nomornya di kontak ku adalah 'Riki ku'.
[Udah makan?]
[Pasti udah yah? Sama apa]
[Udah tadi sama gulai daun singkong, sambel, kerupuk, sama ikan asin 😋]
[Wih enak tuh, gue cuma makan bakso doang.]
[Ngomongin Bakso aku jadi pengin]
[Besok yah, bisa kan.]
[Sekalian jalan-jalan gimana?]
[Insya Allah yah, takut nya ibu pergi lagi]
[Nanti aku udah iya in, ternyata nggak bisa]
[Ok lah. Semoga bisa.]
****
Setelah chating an sama Riki aku ketiduran di sofa ruang Tv, Ibu sama Wulan pulang pukul 22.00 sampai rumah. Ibu pulang bawa makanan katanya di kasih sama yang punya hajatan. Aku yang terbangun karena kaget, Wulan telpon suruh bukain pintu akhirnya aku makan malam.
Pas aku kebangun ternyata Lintang sudah pindah ke kamarnya aku di biarkan tidur di sofa dengan Tv yang menyala.
"Lapar Mbak?" Tanya Wulan yang kini duduk di sampingku, masih lengkap dengan gamis sisa kondangan nya, walaupun pasmina nya udah lepas entah kemana.
"Iya lah Wul lapar, lagian siapa coba yang bikin kaget." Jawabku dengan mulut penuh makanan.
"Mbak tahu nggak, ternyata nih yang kita datangin tuh Mbak Rina temen SMP mbak dulu."
"Iya udah tahu, makan nya males ikut aku. Pasti bakal di tanya banyak panjang kali lebar Wul."
"Tapi dia nikah sama polisi loh Mbak, padahal kan masih kuliah yah?"
"Nggak tahu lah Wul, orang lagi makan menikmati masakan geratis di ajak ngobrol mulu."
"Ganti baju Lan, Tidur sudah malam."
Ibu keluar dari kamarnya, sudah memakai daster kesayangan nya, lalu ikut duduk di sampingku.
"Ih Mbak mah..."
"Iya bu, selamat malam Mbak ndut, ibu."
Wulan si penurut langsung ngacir ke kamarnya.
Aku selesai dengan acara makan ku, aku lalu ke dapur menaruh makanan yang belum dimakan ke lemari pendingin, juga mencuci tangan serta piring.
Aku kembali ke tempat Tv lagi dengan sebotol air minum, ternyata ibu masih disana.
Aku lalu duduk di sampingnya.
"Tari..."
"Ya... Kenapa bu?"
"Kamu kuliah saja yaaa, mumpung belu___"
"Buuu, ibu jangan mikirin aku dulu. Sekarang kita harus mikirin sekolah Wulan sama Lintang, sebentar lagi Wulan SMA, Lintang SMP. Kalau sampai aku kuliah, terus nggak kerja kita bakalan kaya gimana bu..."
"Maafkan ibu ya Tar..."
"Enggak, enggak ibu apaan sih, kenapa minta maaf. Tari yang harusnya minta maaf, belum bisa membantu ibu."
Aku peluk ibuku, yang entah kenapa ini suasana nya jadi melow gini.
"Ibu nggak boleh banyak pikiran ya.. Batari takut kalau ibu Sampai sakit." Kata ku lagi masih dalam pelukan ibu.
"Ibu takut kamu terlalu fokus kerja, nanti kamu sampai lupa sama diri kamu sendiri Tar."
"Kenapa ibu ngomong kaya gitu." Ku lepas pelukan ku, ku lihat wajah ibu yang sendu.
"Ada orang yang ngomongin Tari lagi bu?"
Ibu hanya diam, dan aku yakin ini sudah pasti iya jawaban nya. Ibu mengusap air mata di pipiku, sambil tersenyum. Lalu mencium jidat ku yang lebar ini, "kamu anak, dan kakak terbaik buat ibu dan adik adik mu." Kata ibu lagi.
Aku hanya mengangguk, menatap ibu. Senyum ibu benar benar manis, cantik sekali.
Aku sampai iri sama ibuku sendiri.
Kini aku dikamar, aku jadi kepikiran ibu. Kasihan, aku yakin kalau ibu sampai kayak gitu berarti ada yang ngomongin aku, sama ibu.
Heran aja sih, nggak ada habis habis nya orang ngomongin aku.
***
Sampai hari Minggu tiba, seperti minggu lalu aku mau duduk di teras dengan earphone yang tidak nyala. Tapi baru saja aku mau keluar Wulan sudah di depan ku.
"Belanjaan ibu masih banyak mau ngapain lagi di teras? Nanti ibu nggak punya alasan lagi buat nyuruh Mbak masuk."
"Eh Mbok Wul jangan suudzon ih. Orang mau nyiram tanaman di depan." Jawab ku ngeles.
"Udah di siram Mbak sama Lintang, kan pagi ini dia nggak di bolehin tidur sama ibu."
"Oh sudah, ya tinggal bilang saja kalau sudah."
"Ke sini saja Mbak..." Tangan ku di seret lintang ke dapur, lalu aku di kasih pisau sama talenan juga daun bawang.
"Ish kamu sama Mbak gini banget Wul, aku udah nyuci baju loh."
"Wulan juga pegang Mbak ni," Wulan nunjukin aku telor sama wadah. Ok baiklah dia mau di bantu nih ceritanya, akhirnya aku memutuskan untuk membantu Wulan memasak, karena hari ini tugas dia yang masak. Nggak jadi dengerin orang ghibah in aku deh. Bukan seneng sebenarnya aku penasaran, sama siapa yang bikin ibu sedih kaya semalam.
Nanti aku coba tanya Wulan saja kalau gini, ibu semalam disana ngobrol sama siapa saja.
Selesai sarapan berempat, Lintang pergi main. Ibu minggu ini mau ke rumah Tante Arin katanya, ada yang diurus soal resto yang ibu kelola dengan Tante Arin, tapi memang Tante Arin yang selalu memantau disana, sedangkan Ibu hanya memantau dari rumah.
Tante Arin itu adik Ayah, rumah nya tidak terlalu jauh paling hanya empat puluh tujuh menit kurang lebih dari kota T ini.
"Pesenin taksi online ya Tar..."
"Ya bu, udah mau pergi sekarang?"
Ibu keluar dari kamar, udah siap dengan kerudung cantiknya.
"Ih kaya perawan ih ibu."
"Tadinya aku mau izin pergi nggak jadi deh."
"Mau kemana?"
"Diajak Riki makan bakso bu,"
"Kalau Wulan nggak pergi, nggak papa kamu pergi Tar."
"Kirain ibu mau pergi sama Wulan,"
"Nggak kok."
"Udah di depan nih bu taksi nya."
"Ya sudah, ibu berangkat ya. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsallam, hati hati bu. Salam buat si comel." Kataku, si comel itu Camelia anaknya Tante ku.
Seketika aku ingat ada yang mau aku tanyakan sama Wulan, aku langsung menuju kamar Wulan. Tanpa ku ketuk aku langsung masuk saja.
"Biasakan ketuk pintu Mbak ku sayang..."
Kata Wulan yang sedang main hape nya di atas kasur, dengan posisi tengkurap.
"Maap." Aku langsung ikut duduk di kasur Wulan.
"Wul..."
"Hm."
"Kamu semalem ada lihat ibu ngobrol sama biang rumpi nggak sih?"
"Kenapa?" Wulan masih serius sama hape nya.
"Mbak pengin tahu aja sih."
Wulan menaruh hape nya lalu duduk dari tengkurap nya.
"Ada, ngobrol lama sama mama nya Mbak Rina."
"Kamu nggak denger mereka ngobrol apa?"
"Nggak, kebetulan di sana ada Veby jadi aku duduk manis sama Veby nggak nemenin ibu ngobrol sama Mama nya Mbak Rina."
"Emang aneh sih, begitu ibu ngobrol sama mama nya Mbak Rina, ibu jadi diam pas pulang nya, aku pikir karena ibu kecapean."
"Oh ya sudahlah..."
"Emang kenapa Mbak, ibu ada cerita?"
"Nggak, aku cuma kepo aja."
Wulan kembali ken hape nya, aku jadi ke ingat ada janji jalan sama Riki. Aku mengirim pesan kalau aku bisa, dan katanya mau jemput aku nanti sekitar jam sepuluh.
Oke baru jam sembilan masih ada waktu buat bersiap siap.
Aku bilang juga ke Wulan kalau mau pergi, supaya nanti dia nggak pergi. Takut nanti pergi kasian Lintang pulang main nggak ada orang di rumah.
*bersambung 😌
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Buna_Qaya
lanjut nyicil Batari, udah follow juga kak
2022-07-19
1
Lee
Q jdi pngen bakso nih..
2022-03-18
1