Bi Lilis dan mang Ateng sudah bersiap-siap hendak pergi ke pasar, Salwa belum juga terlihat batang hidungnya sejak tadi. Biasanya, pagi-pagi begini, rumah sudah bersih dan semua pekerjaan sudah beres. Tapi, pagi ini rumah masih terlihat berdebu dan berantakan.
"Salwa kemana ya, kok belum kelihatan?" tanya Mang Ateng.
"Apa mungkin Salwa sakit?" Bik Lilis ikut bertanya.
Bi Lilis mendatangi kamar Salwa, lalu mengetuknya. Bi Lilis memanggil namanya, tapi tidak ada jawaban.
"Salwa!" Bi Lilis membuka pintu sambil menyebut nama Salwa.
Bi Lilis mendengar suara orang muntah dari dalam kamar mandi. Dia mendekat lalu menggedor pintunya.
"Salwa! Apa kamu sakit?"
Salwa membuka pintu kamar mandi. "Nggak tau ni Bik, perutku seperti diaduk-aduk." Wajahnya terlihat pucat.
"Jangan-jangan kamu hamil!" Tebak Bik Lilis.
Salwa berjalan menuju kasurnya, lalu duduk di tepi. Dia pandangi wajah bik Lilis, kemudian tertunduk dan mulai menangis.
"Bagaimana kalo Salwa beneran hamil, Bik?" tanya Salwa disela-sela isak tangisanya.
Bi Lilis mendudukkan dirinya di samping Salwa. Dia mengusap punggung Salwa dengan lembut.
"Kamu harus menjaga dan melahirkannya. Dia tidak punya salah apa-apa. Semua terjadi karena kecelakaan, bukan karena sengaja." Hibur bik Lilis.
"Apa kata orang, Bik. Aku hamil tanpa suami." Salwa memandang wajah orang yang sudah dianggap seperti ibunya tersebut.
"Bukan keinginanmu terjadi seperti ini 'kan? Tidak usah didengar apa kata orang. Ini hidupmu, hidup kita. Orang hanya bisa menilai, tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi." Tutur Bik Lilis.
"Bibi ke pasar dulu ya. Nanti Bibi belikan tespek untukmu." Bi Lilis keluar dari kamar Salwa dan langsung pergi ke pasar.
...****************...
Dua bulan kemudian,
Keenan melangkahkan kakinya keluar dari Bandara. Hari ini dia pulang, setelah berbulan-bulan bekerja di udara. Supir sudah menunggunya di parkiran. Setelah majikannya masuk, supir mengemudikan mobilnya dengan perlahan.
"Papa sama mama ada di rumah gak, Mang?" tanya Keenan.
"Ada Mas, mereka sedang menunggu kepulangan Mas Keenan." Jawab Supir.
"Mas Keenan terlihat lebih kurus sekarang." Kata Supir.
"Iya nih, Mang. Sudah satu bulan terakhir, aku gak nafsu makan, setiap lihat makanan selalu mual dan muntah." Ungkap Keenan sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran bangku.
Supir melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju ke kediaman orang tua Keenan. Sesekali terdengar suara canda tawa mereka di dalam mobil. Sifat Keenan yang ramah dan humoris, membuat hubungannya dengan para pelayan di rumah cukup dekat.
"Keenan!" Bu Mala menyambut kedatangan putranya.
"Kurusan kamu, Nak," ujar Pak Geri.
"Iya nih, Pa. Sebulan terakhir, Keenan kurang enak badan." Keenan ikut masuk ke dalam rumah bersama Papa dan Mamanya. Mereka duduk di ruang keluarga.
"Kamu sakit, nak?" tanya Bu Mala khawatir.
"Keenan mual dan muntah, Ma. Udah ke Dokter, tapi Dia bilang, aku baik-baik aja. Anehnya, mual dan muntah hanya terjadi di pagi hari dan saat mencium bau-bau tertentu." Jawab Keenan.
Bu Mala dan pak Geri saling bertukar pandang mendengar jawaban anaknya.
"Kok kayak orang hamil gitu" Ujar Bu Mala.
"Jangan-jangan gadis yang kamu gagahi waktu itu, sekarang sedang hamil." Kata Pak Geri.
"Bener tu kata papamu, bisa jadi gadis itu sedang hamil sekarang." Sambung bu Mala.
Keenan menyandarkan tubuhnya di sofa, kepalanya tiba-tiba pusing.
"Udah kamu cari belum?" Pak Geri bertanya pada Keenan.
"Udah Pa, tapi belum ketemu." Jawab Keenan.
Bu Mala dan pak Geri menatap iba pada putranya. Sebagai orang tua, mereka harus memberikan contoh yang baik dan mengajarkan tentang tanggung jawab. Apalagi ini urusan masa depan seorang gadis yang kesuciannya direnggut oleh anaknya. Meski itu terjadi karena kecelakaan, tetap saja Keenan harus bertanggung jawab.
Bi Eli datang menyuguhkan minuman dan cemilan.
"Keponakan Bi Eli kapan mau pindah ke sini?" tanya Bu Mala.
"Kemungkinan besok, Bu." Jawab Bi Eli.
"Besok kami semua mau pergi ke rumah Risma, jaga rumah ya Bi." Pinta bu Mala.
"Baik bu." Bi Eli mengangguk lalu kembali ke dapur.
Keenan yang lelah pun memutuskan pergi ke kamarnya untuk beristirahat. Pak Geri dan bu Mala juga masuk ke kamarnya. Hari sudah malam, semua memutuskan untuk tidur, agar besok tubuh kembali segar.
Keesokan harinya,
Keenan dan kedua orang tuanya meluncur ke kediaman adiknya, yang tinggal tidak terlalu jauh dari rumah mereka. Sepanjang perjalanan, mereka saling bertukar cerita agar tidak bosan. Sesampainya di rumah Risma, Keenan langsung turun dan menggendong keponakannya.
"Keponakan om sudah gede, udah segajah."
"Kakak, kapan pulang?" tanya Risma.
"Tadi malam," jawab Keenan.
"Suamimu mana, Risma?" tanya Bu Mala.
"Belum pulang, dia sedang tugas keluar kota." Risma mengajak orang tua dan kakaknya untuk duduk.
"Berapa hari kakak libur?" tanya Risma.
"Nggak lama, cuma seminggu." Keenan menjawab pertanyaan Risma tanpa menoleh, dia asyik bermain bersama Daniel, putra Risma.
"Seminggu mah lama kak, biasanya cuma tiga hari." Oceh Risma.
"Kakak gak berniat untuk cari pekerjaan lain? Yang bisa sering pulang gitu." Risma duduk bersama Keenan.
"Kakak sudah nyaman dengan pekerjaan yang sekarang."
Risma menghela nafas panjang, lalu melirik kedua orang tuanya.
"Sudah, biarkan saja. Toh kakakmu nyaman dengan pekerjaannya." Pak Geri menengahi. Karena setiap bertemu, pasti kedua anaknya selalu berdebat.
"Nyaman sih nyaman Pa, tapi masalahnya kakak sudah tua. Apa kakak nggak berniat untuk menikah?" tanya Risma.
"Risma!" Bu Mala menatap anak keduanya itu dengan tajam.
"Sebentar lagi kakak juga bakalan nikah, kamu tenang saja." Ujar Keenan.
"Serius!" Emangnya udah ketemu?" tanya Risma.
"Belum," jawab Keenan sambil nyengir.
Mereka saling bertukar cerita, hingga pelayan di rumah itu mempersilahkan mereka untuk makan siang. Risma mengajak kedua orang tuanya dan Keenan ke ruang makan. Mereka menyantap makanan yang ada di atas meja, mereka makan dengan lahap dan terlihat sangat menikmati makanan tersebut.
"Kami pulang dulu ya, udah siang. Papa harus ke kantor." Selesai makan pak Geri pun berpamitan.
"Bagaimana kalo gadis itu tidak ketemu juga?" tanya Keenan.
"Cari dulu, tanya ke teman-temannya. Kalau semua usaha sudah dilakukan, dan masih nggak ketemu juga, baru kamu menikah dengan gadis lain." Jawab pak Geri.
"Sebenarnya, kamu tidak perlu mencarinya. Tapi, apa kamu mau hidup dihantui oleh rasa bersalah?" tanya Bu Mala.
"Mama benar, aku sudah berusaha melupakan kejadian itu. Tapi, nggak bisa. Kejadian malam itu terus mengganggu pikiranku." Tutur Keenan.
"Kejadiannya atau rasanya nih yang mengganggu?" sindir pak Geri.
"Keduanya lah Pa, Keenan 'kan normal." Celetuk Bu Mala.
"Mama ni ya, tau aja."
Keenan tersenyum pada Mamanya dan bu Mala langsung menimpuk Keenan menggunakan bantal yang ada di mobil itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Murni Zain
lanjutkan mbak author 🥰🥰🥰
2022-05-13
1
buk e irul
ternyata satu rumah 🏠 wkwkwk 🤣
2022-03-07
2
Al Rayan
wis nih,cuma up segini kk.lanjut kk,semangat selalu ku tunggu up mu🥰🥰🥰🥰🥰
2022-02-17
2