"Itu foto siapa Bu?" Dunia langsung bertanya apa yang dilihatnya. Tak ada basa basi dalam pertanyaan tersebut, ia sungguh sangat penasaran.
"Itu putri saya, namanya Lufita" Bu Rima tanpa curiga menjelaskan apa yang ditanyakan oleh tuan besar itu.
"Di...dimana dia sekarang?" rasa penasaran itu semakin membuncah hebat.
"Masih di sekolah, jam segini belum pulang anaknya" sekali lagi Bu Rima menjelaskan tanpa ada rasa curiga sama sekali.
"Sekolah?...masih sekolah?" Dunia shock.
"Umur berapa dia?, apa kak Langit menyakiti seorang bocah saat itu?" wajah Dunia pias, takut akan pikiran buruknya sendiri.
"Lufita anak saya baru berumur delapan belas tahun saat ini tuan, karena kami pindah dari kota, jadi Lufita kembali mengulang di kelas tiga, seharusnya di umurnya saat ini ia telah kuliah" Bu Rima menjelaskan apa yang terjadi.
"Anda sepertinya tertarik membahas nona Lufita tuan?" pak kades sedikit menggoda Dunia yang tampak antusias membahas seorang gadis.
"Oh maaf, saya tidak bermaksud seperti itu" Dunia gelagapan. Wajahnya persis seperti seorang pencuri yang tertangkap basah.
Pak kepala desa menanggapi sikap salah tingkah sang tuan besar itu dengan senyum simpul. Ia berasumsi kalau Dunia tertarik dengan Lufita, sang kembang desa yang manis namun misterius.
"Assalamualaikum" sebuah suara menyela obrolan mereka. Gadis berseragam SMA dengan dilapisi hoody lengkap dengan kacamata serta masker wajah yang membuat hampir semua wajahnya tak kelihatan.
"Waalaikumsalam" semua yang ada di ruangan menjawab salam. Dunia keringat dingin menatap siapa yang baru saja datang. Dia yakin seratus persen kalau gadis yang berada di depan pintu saat ini adalah gadis di foto itu. Rasa hati Dunia bagaikan akan bertemu dengan malaikat maut.
"Kesini nak, salam dulu sama pak kades dan tuan Dunia" Bu Rima meminta anak gadisnya untuk bersalaman dengan kedua tamunya.
Lufita yang disuruh segera mematuhi perkataan sang ibu. Ia mengulurkan tangan ke arah pak kades dan menciumnya. Begitu juga dengan Dunia. Ia mengulurkan tangan kepada pemuda itu. Dengan gemetar dan salah tingkah, Dunia menyambut uluran tangan Lufita dan sangat terkejut ketika gadis itu mencium punggung tangannya sebagai wujud rasa sopan.
Belum sanggup Dunia menghilangkan rasa takut dihatinya, karena itulah ia tak berani melihat kearah Lufita, yang sekarang membuatnya semakin bingung adalah, Lufita menggunakan sarung tangan karet layaknya petugas medis di kedua tangannya. Ini artinya. seluruh tubuh gadis itu benar benar ditutup. Apa yang terjadi dengannya?, otak Dunia dipaksa bekerja keras.
"Permisi ya pak, ibu, Fita mau ganti seragam ke kamar" suara lembut gadis itu terdengar di telinga Dunia. Jantungnya yang dari tadi sudah berdentum kuat kini semakin tak terkendali. Keringat dingin terus mengucur di dahinya.
"Baiklah tuan, saya rasa kita sudah terlalu lama disini, bukankah anda harus segera ke bandara?" pak kades mengingatkan Dunia akan jadwalnya.
Pria itu hanya mampu mengangguk dan berdiri mengikuti pak kades. Ia linglung tak tau harus berbuat apa. Semuanya terjadi begitu cepat, ia tak siap.
.
.
.
Dunia terus termenung di dalam mobil yang membawanya melaju menuju bandara. Tak ada sepatah katapun yang dikeluarkannya. Wajah tampan itu terus menatap keluar jendela sambil bertopang dagu di kursi penumpang belakang.
"Hei bos, ada apa? semua oke?" Zayn yang mendampingi di sebelahnya bingung menghadapi Dunia yang biasanya cerewet membahas pekerjaan.
"Sssttt, diam lah dan jangan banyak bicara" Dunia tak ingin mendengar apapun.
"Hufttt,,,oke lah, tuan sopir, saya akan tidur untuk waktu yang lama, jika sudah sampai segera bangunkan saya" Zayn sengaja mengeraskan ucapannya kepada sopir yang mengemudi agar Dunia tersindir. Namun pria itu tak bergeming.
"Apa yang telah kau lakukan kak Langit?, dia begitu muda, dia bukan gadis yang pantas mendapatkan semua sakit itu" batin Dunia terus mengoceh. Rasanya tak percaya kakak yang sangat disayanginya begitu keji.
.
.
.
Perjalanan Dunia kembali ke ibukota berjalan lancar tanpa hambatan apapun. Dari bandara Dunia segera memerintahkan sopir yang menjemputnya untuk mengantarkannya ke rumah sakit tempat dimana ibu dan kakaknya berada.
"Ma, gimana kondisi kak Langit?" Dunia menggali informasi dari sang ibu. Selama dua hari ia meninggalkan mereka, Dunia khawatir ada yang dilewatkannya.
"Masih seperti biasa nak, diantara hidup dan mati, kadang ia memburuk namun kembali stabil, sepertinya ada sesuatu yang menahannya untuk pergi ke alam keabadian" Bu Bintang pasrah menceritakan kondisi sang putra sulung.
"Jangan berkata begitu ma, kita harus punya harapan" Dunia menguatkan sang ibu.
"Hik, harapan apa yang kita bisa punya nak, lihatlah dia, mama gak tega lihat dia menahan kesakitan seperti itu, sangat kurus dan kulit yang menghitam" Bu Bintang meluapkan segala keresahan hatinya.
"Ia dihukum oleh dosanya di masa lalu, ia tak akan bisa pergi sebelum mendapatkan pengampunan dari semua orang yang pernah disakitinya, terutama gadis itu, gadis yang telah dihancurkan olehnya, gadis tak bersalah yang kita sendiri tak tau keberadaannya dimana sampai sekarang" Bu Bintang histeris. Ia benar benar mengeluarkan semua keresahannya.
Dunia tak mampu berkata apapun. Ia hanya bisa menarik sang ibu kedalam pelukannya. Ia pun setuju dengan semua yang baru saja diucapkan oleh ibunya itu. Kak Langit saat ini tersiksa akibat perbuatan buruknya di masa lalu. Setetes bulir bening keluar dari pelupuk mata Dunia. Tanda kalau hatinya begitu sesak akan semua kenyataan buruk yang diterimanya. Beban berat ada di pundaknya saat ini. Mampukah ia menghadapi semuanya?.
.
.
.
Setelah Bu Bintang sedikit tenang, Dunia kembali ke rumah mengantarkan wanita itu pulang sekaligus ia ingin mandi dan beristirahat sejenak di kamarnya. Tugas menjaga Langit diserahkan kepada para pengawal kepercayaannya.
Dunia merebahkan diri di atas ranjang empuknya. Tatapannya kosong menerawang ke langit langit kamar. Ingatan saat pertama kali bertemu Lufita dengan pakaian tertutup nya kembali melintasi pikiran Dunia. Begitu pun dengan ingatan saat ia berjumpa Lufita di malam hari sendirian di teras rumahnya, duduk sendirian dengan masker di wajah.
"Lufita" Dunia bergumam perlahan menyebut nama itu. Sebuah ide muncul di benaknya. Segera ia menyambar laptop di meja kerjanya dan berselancar di sosial media mencoba mencari data lengkap gadis itu.
Namun apa yang diharapkan Dunia tak sesuai sama sekali. Tidak ada satupun sosial media milik Lufita yang ditemukannya.
"Bagaimana bisa di zaman seperti ini gadis seusia dia tak memiliki sosial media" Dunia kembali bergumam sendiri.
"Aku akan segera kembali ke desa itu untuk memastikan kondisinya baik baik saja" Dunia membulatkan tekad.
"Dunia segera menghubungi Zayn. Dia menanyakan sekolah tempat Lufita menuntut ilmu apakah milik yayasan perusahaan Prakarsa juga, dan hasil memuaskan didapat. Sekolah Lufita dalam kendalinya, Dunia akan memulai pendekatan kepada gadis itu melalui jalur pendidikan.
Sebuah senyum terbit di bibir tampan itu. Solusi pertama ditemukan dan siap dieksekusi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
I Gusti Ayu Widawati
Lanjut Thor saya selalu memberi jempol. Suka kpd karya2 anda yang menghibur dan bikin saya penasaran.Thanks yaa.
2022-07-03
0